Mahalnya tak tanggung-tanggung karena franchise league memang lahir di Amerika Serikat dan sudah diterapkan di National Basketball Association (NBA), National Football League (NFL), Major League Baseball, dan National Hockey League.
Turnamen esports di Amerika, Kanada, dan Tiongkok adalah yang paling awal menerapkan franchise league.Â
Korea Selatan juga mengubah turnamennya ke sistem franchise mulai gelaran League of Legends Champion Korea (LCK) musim 2021.
Brazilian League of Legends Championship (CBLoL) pun mulai memakai franchise musim 2021 ini dengan mengutip fee sebesar $4M BRL atau sekitar 790.000 dolar Amerika.
LCK dianggap sebagai salah satu liga League of Legends terkuat di dunia karena kejuaraan dunia game ini banyak dimenangkan oleh tim-tim dari LCK dari 2013-2017.Â
Dimulainya LCK memakai sistem franchise, turnamen esports liga utama negara lain mulai mempertimbangkan apakah mereka akan beralih ke franchise atau tetap sistem terbuka memakai model kualifikasi.
Sementara di Eropa, menurut Esports Insider, Riot Games selaku penyelenggara League of Legends European Championship (LEC) memungut franchise fee sebesar 8m-10.5m atau Rp133 miliar-Rp166 miliar pada 2018.
Keuntungan
Franchise fee dibayar per periode. Ada yang periodenya per musim, per satu, tiga, empat, atau lima tahun tergantung penyelenggara "menjual" slotnya.
Pada franchise league, tim tidak perlu repot menjual tiket dan melakukan promosi, semua sudah diatur penyelenggara. Tim tinggal main dan mengatur strategi saja.
Pemain juga tidak perlu khawatir didepak dari tim jika performa mereka jelek. Penyelenggara telah menjamin gaji mereka jika tim tidak mampu membayar gaji karena performa keseluruhan tim itu jeblok.
Menurut Bryce Blum, pendiri ESG Law and Theorycraft, firma yang banyak melayani tim esports di Amerika dan Kanada, saya kutip dari esportsobserver.com, franchise league menawarkan kestabilan bagi tim dan komitmen dua arah antara penyelenggara dan tim.