Saya dan Anda adalah kita. Saya yakin sebagian besar dari kita tidak tahan berlama-lama mendengarkan lagu metal.
Selain karena suara vokalisnya teriak-teriak seperti orang kesetanan, dentuman drum dan suara gitarnya pun memekakkan telinga.
Kompasianer yang saya tahu seorang headbanger (salah satu sebutan untuk penggemar musik metal) adalah Sigit Eka Pribadi. Sekarang dia sedang dalam pemulihan untuk penyakit paru-parunya setelah dua kali terserang Covid-19.
Tidak seperti yang kita sangka bahwa penggemar musik metal pastilah beringas dan antisosial, ternyata study dan penelitian membuktikan bahwa menggemari lagu metal bermanfaat bagi kesehatan mental.
Perasaan tenang dan bersahabat karena mudahnya diterima di komunitas metal
Kalau kita datang ke konser musik metal dan tidak berpakaian ala metal, kita tetap diterima, diajak ngobrol, dan tidak bakal ada yang merundung walau kita kelihatan cupu (culun punya) dengan hanya pakai jeans, kaos, dan topi.
Saya pernah datang ke pertunjukan yang mendatangkan Siksakubur dan Burgerkill (vokalisnya waktu itu masih Ivan Scumbag) sebagai penampil.Â
Tidak ada yang rese atau usil menggoda saya. Pun Alhamdulillah waktu itu tidak ada Metalhead (sebutan lain untuk fans musik metal) yang nonton konser dalam keadaan mabuk (karena dijaga polisi dimana-mana, mungkin).
Mudahnya Metalhead menerima orang baru karena fans musik metal adalah yang paling setia di dunia. Berbanding terbalik dengan fans musik pop yang dikenal paling tidak loyal terhadap satu penyanyi dan band juga genre pop itu sendiri.
Penggemar lagu-lagu metal mudah diajak bercakap-cakap tentang apa saja dan mereka tidak bakal peduli latar belakang SARA kita, walau baru pertama kali bertemu dan kita bukan penggemar musik metal.
Bila bertemu dengan komunitas yang demikian, bayangkan betapa bahagianya kita punya teman yang tidak meledek dan tidak peduli apa kekurangan kita. Rasa bahagia itu baik untuk kesehatan mental.
Efek Menenangkan
Pada penelitian yang dilakukan Leah Sharman dan Dr. Genevieve Dingle dari University of Queensland, menemukan bahwa musik metal mengatur kesedihan dan meningkatkan emosi positif.
Saat mengalami kemarahan, penggemar musik metal mendengarkan lagu yang bisa menandingi kemarahan mereka.
Musik membantu menjelajahi keseluruhan emosi yang mereka rasakan lalu membuat mereka lebih tenang.
Penelitian Leah dan Dr. Genevieve dilakukan dengan mengukur level stres dan denyut jantung 39 responden berusia 18-35 tahun.
Para responden diminta mendengarkan musik metal selama 10 menit dari playlist para responden sendiri.
Hasilnya, lagu metal ternyata tidak membuat orang yang marah menjadi beringas. Mereka malah lebih tenang dan relatif dapat mengendalikan diri.
Terbuka dan sangat berminat terhadap pengalaman baru
Penelitian lain yang dilakukan pada 414 orang dari Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara menemukan bahwa musik metal mendorong orang untuk mencari pengalaman baru selain dari yang telah mereka alami.
Peserta diminta mendengar 10 lagu heavy metal kemudian mereka diminta menyelesaikan psikotes tentang otoritas, harga diri, kebutuhan akan keunikan, dan religiusitas.Â
Hasil menunjukkan mereka sangat terbuka terhadap pengalaman baru, tidak mementingkan harga diri dan otoritas pribadi, namun, nah ini dia, punya kebutuhan yang sedikit mengenai religiusitas.
Rendahnya religiusitas sangat mungkin menghinggapi karena tidak sedikit lirik lagu metal (terutama lagu asing) mengandung hal berbau anti-agama.Â
Tidak mudah tertarik untuk melakukan kekerasan
Ini mungkin terjadi karena lirik lagu metal mengandung unsur kegelapan, darah, kekerasan, dan brutal.
Pendengar musik metal sudah melampiaskan sisi gelapnya pada lagu-lagu keras sehingga di kehidupan nyata tidak lagi ingin melakukan kekerasan.
Riset yang dilakukan Macquarie University Australia pada 2019 menemukan bahwa ketika fans musik metal diperlihatkan video yang mengandung kekerasan, mereka tidak terpengaruh.
Sementara kelompok orang nonpenggemar metal yang diperlihatkan tontonan penuh kekerasan, terpengaruh dan ada reaksi agresif.
Hidup yang tenang dan tidak terpicu untuk melakukan kekerasan kepada siapa dan apapun, bagus untuk kesehatan mental, kan.
Menjadikan kita orang yang berpikir kritis
Studi yang dilakukan MacEwan University, Kanada memunculkan hasil bahwa musik metal ternyata dapat memicu pemikiran ilmiah, menumbuhkan pemahaman tentang masalah-masalah logis.
Metodologi penelitian yang dilakukan MacEwan University dapat dibaca disini.
Manfaat diatas didapat dalam jangka panjang, ya. Bila musik metal didengarkan dalam keadaan sadar, tidak sambil nyimenk, nyabu, atau high, maka kesehatan mental yang didapat akan optimal.
Hati-hati bagi para headbanger. Saya comot dari kompas.com, headbanging 146 kali per menit bisa membuat sakit kepala, pusing, cedera leher, dan cedera otak traumatis jika menggerakkan kepala dan leher lebih dari 75 derajat.
Headbanging adalah menggoyang-goyangkan dan mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama lagu metal.Â
Kalau saya lebih cocok dengar Burgerkill daripada Siksakubur. Walau sama-sama beraliran death metal, musik Siksakubur lebih brutal, keras berdentum-dentum, dan liriknya tidak bisa didengar kecuali suara vokalisnya teriak-teriak mengalahkan teriakan buruh pada peringatan may day.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H