Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Lompatan dan Sandungan Sineas Indonesia Menggarap Genre Perjuangan

3 September 2021   11:35 Diperbarui: 3 September 2021   11:35 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase poster film sejarah dan perjuangan. Foto: sushi.id

Walau menang berderet penghargaan di bejibun festival, satu film belum tentu dilirik distributor untuk dibeli hak ciptanya. Kenapa? Salah satunya mempertimbangkan selera pasar.

Battle of Surabaya adalah contoh film genre perang sejarah penerima 39 penghargaan internasional dan 3 penghargaan nasional, salah satunya di ajang Hollywood International Moving Pictures Film Festival pada 26 Januari 2019, tapi melempem dari jumlah penonton.

Walau ada nama Hollywoodnya, tapi ini adalah nama festival yang diselenggarakan di Hollywood, bukan Hollywood yang jadi tempat produksi film box office dan blockbuster dunia. 

Film animasi buatan 180 animator dari MSV Pictures dan kampus Amikom Yogyakarta ini sudah melakukan pembicaraan dengan Disney, Universal Studio, dan 20th Century Fox guna memasarkan Battle of Surabaya ke pasar internasional, tapi mentok karena urusan selera pasar.

Film yang menang di festival sudah pasti berkualitas, tapi belum tentu komersil. Battle of Surabaya hanya ditonton 70 ribu orang dalam beberapa bulan masa penayangan di seluruh bioskop Indonesia.

Pada Bumi Manusia, sutradara Hanung Bramantyo "terbantu" oleh nama besar Pramoedya dan novelnya yang mendunia. Hanung juga merekrut Iqbaal Ramadhan guna menggaet minat penggila Dilan dan Milea.

Kebetulan juga Falcon Pictures telah lebih dulu sukses mengadaptasi novel Dilan 1990 karangan Pidi Baiq itu.

Jika tidak ada unsur-unsur itu, Bumi Manusia mungkin hanya dapat satu layar saja dengan durasi singkat di bioskop. Pun tidak laku di platform streaming. Kenapa? Selera pasar. 

Saya kategorikan Bumi Manusia sebagai film perjuangan karena berlatar di zaman penjajahan Belanda dengan semua pahitnya hidup di masa kolonial.

Film berlatar sejarah, bertema kolonial, dan bersetting perjuangan bukan tontonan favorit karena dianggap "basi" dan "membosankan". Orang menganggap sudah mempelajari sejarah dan perjuangan bangsa di sekolah, jadi untuk apa buang-buang duit dan waktu untuk menontonnya.

Mungkin itulah sebab film Sultan Agung memakai embel-embel The Untold Love Story, siapa tahu bisa menarik minat penggemar cinta-cintaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun