Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Lompatan dan Sandungan Sineas Indonesia Menggarap Genre Perjuangan

3 September 2021   11:35 Diperbarui: 3 September 2021   11:35 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase poster film sejarah dan perjuangan. Foto: sushi.id

Sudah pernah nonton trilogi Merah Putih, Darah Garuda, atau Hati Merdeka? Belum?! Wah, rugi besar! 

Ketiga film itu termasuk populer, menyedot banyak penonton bioskop ketika tayang di 2009, 2010, dan 2011. Betul sudah jadul, tapi patut diberi jempol karena jarang penonton kita menyukai film genre peperangan yang bertema sejarah dan perjuangan kemerdekaan.

Darah Garuda bahkan mendapat 700 ribu penonton di minggu pertama penayangannya di bioskop, menjadikannya film box office. Sedangkan pendahulunya, Merah Putih, sukses menembus 1 juta penonton walau harus menunggu sampai lima pekan.

Sayangnya, jumlah penonton yang banyak itu ternyata belum menghasilkan laba sepadan karena trilogi itu dibuat dengan dana puluhan milyar.

Sutradara Darah Garuda, Yadi Sugandi, menyebut bahwa filmnya tidak bakal balik modal walau ditonton 5 juta orang.

Setali tiga uang dengan trilogi Merah Putih, pendiri Falcon Pictures yang memproduksi Bumi Manusia, Frederica, menyebut bahwa filmnya belum dapat untung. Kok bisa, ya? Padahal sudah dapat duit dari penjualan 1,3 juta tiket bioskop.

Untung saja, trilogi Merah Putih dan Bumi Manusia diminati distributor luar negeri untuk dipasarkan di berbagai negara. Jadi, rumah produksi bisa dapat laba untuk kemudian membuat film lain.

Salah satu pos pengeluaran penting yang membuat film sejarah dan bertema patriotisme butuh dana besar adalah set lokasi.

Sineas harus membuat sendiri set lokasinya untuk menciptakan kondisi dan latar yang sesuai dengan keadaan di zaman lampau. Itu butuh lebih banyak biaya dibanding menggunakan lokasi yang sudah ada, misal menyewa gedung, taman perkemahan, atau hutan kota.

Maka, tak heran kalau Hanung lebih memilih Bumi Manusia didistribusikan lewat distributor daripada festival.

Film yang didistribusikan lewat jalur distributor lebih menghasilkan banyak duit karena berorientasi komersil, sedangkan festival lebih condong ke idealisme. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun