Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Semelow dan Semetal Apapun Lagunya, Pengidap Musical Anhedonia Tetap Mati Rasa

21 Juni 2021   12:30 Diperbarui: 22 Juni 2021   03:00 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengidap musical anhedonia tak akan merasakan apapun ketika mendengarkan berbagai genre musik. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Teman saya semasa kuliah bercerita bahwa beberapa waktu lalu dia didiagnosis menderita depresi setelah secara sadar berkonsultasi ke psikolog lalu ke psikiater.

Adik sayapun demikian, berdasarkan konsultasi dan curhat dengan psikolog ternyata dia mengidap anxiety disorder (gangguan kecemasan) yang dipicu oleh meninggalnya adik kami karena penyakit Cushing Syndrome.

Kecemasan dan depresi dapat diawali oleh anhedonia, istilah psikologi di mana manusia mengalami gangguan mental yang menyebabkan ketidakmampuan untuk merasa bahagia atau menikmati kesenangan hidup.

Ada dua jenis anhedonia yang utama, yaitu:

1. Physical anhedonia. Ketidakmampuan merasakan kesenangan dari sentuhan dan aktivitas fisik. Sebagai contoh: seorang ibu tidak ada rasa menyayangi dan bahagia saat memeluk anaknya. Bisa terjadi juga pada orang yang tadinya senang main gitar lalu jadi tidak suka karena tiap memetik dawai rasanya hambar.

2. Social anhedonia. Jenis anhedonic yang membuat penderita tidak ingin menghabiskan waktu dengan siapapun. Siapapun!

Beda dengan introvert yang selalu dapat berinteraksi dan berkomunikasi tanpa masalah dengan orang lain, social anhedonic menarik diri dari semua orang walau tadinya dia supel, ramah, bahkan ekstrovert.

Satu turunan anhedonia yang erat kaitannya dengan social anhedonia adalah musical anhedonia. Duh, bacanya ribet anhedonia-anhedonia-padahal-udah-diprotes-banyak-Kompasianer-supaya-jangan-keminggris-mulu.

Berdasarkan literatur dari New York Academy of Science, musical anhedonia berkaitan dengan kondisi neurologis dan emosi valensi negatif (kemarahan, ketakutan, dan kemuakan) yang dipicu oleh fragmen musik.

Saya kutip dari Huffington Post, pada penderita music anhedonic, bagian otak bernama nukleus accumbens kurang aktif dan tampak terputus dari daerah otak yang terlibat dalam pemrosesan pendengaran. 

Sedangkan pada orang dengan sensitivitas tinggi terhadap musik, terjadi koneksi yang tinggi antara dua bagian otak ini. Semakin kita menikmati musik, semakin terhubung insula dan auditory cortex yang menghubungkan kesenangan dan sirkuit pemrosesan musik dalam otak.

Musik memberi manfaat untuk kesehatan hati dan pikiran. Ilustrasi: fluentu.com
Musik memberi manfaat untuk kesehatan hati dan pikiran. Ilustrasi: fluentu.com

Musik dianggap sebagai sarana komunikasi sosial yang dapat diterima berbagai kalangan lintas usia lintas negara. Maka ketidakmampuan untuk menikmati musik sebagai sesuatu yang menyenangkan adalah bagian dari social anhedonia yang bernama musical anhedonia.

Kalau ada lagu Mahen atau Via Vallen diperdengarkan, pengidap musical anhedonia tahu itu lagu apa.

Pun bila campursari, jazz, keroncong, hip-hop, dan metal diperdengarkan, mereka bisa membedakan jenis satu musik ke musik lainnya, tapi tidak ada rasa apa-apa saat mendengarnya.

Tidak ada keinginan untuk bersenandung, bernyanyi, atau menggoyangkan kepala, bahkan tidak terganggu bila mendengar lagu hardcore punk yang berisiknya bisa bikin darah tinggi.

Musik punya manfaat bagi kesehatan hati dan pikiran karena dianggap sebagai salah satu rangsangan paling menyenangkan yang dialami manusia.

Manfaat musik, yaitu:

1. Mengurangi kecemasan. Riset menunjukkan bahwa musik yang dicampur dengan suara alam membantu mengurangi rasa cemas. Bahkan orang yang menghadapi penyakit kritis, kecemasannya berkurang setelah melakukan terapi musik.

2. Mengurangi gejala depresi. Penelitian pada 2017 menyimpulkan bahwa mendengarkan musik, terutama musik klasik yang dikombinasikan dengan jazz, memiliki efek positif pada gejala depresi, terutama ketika ada beberapa sesi mendengarkan yang dilakukan oleh terapis musik teruji.

3. Meningkatkan daya ingat. Penelitian dari Mayo Clinic menunjukkan bahwa meskipun musik tidak membalikkan kehilangan ingatan yang dialami oleh penderita penyakit Alzheimer dan gegar otak, musik terbukti memperlambat penurunan kognitif dan membantu penderita demensia ringan.

Berfaedah juga untuk mereka yang ingin mengingat mantan terindah.

Penyebab seseorang mengidap musical anhedonia kemungkinan besar karena faktor genetik saat lahir atau kecelakaan yang menyebabkan cedera atau trauma di kepala. 

Karena itu, meski turunan dari social anhedonia, banyak psikolog dan psikiater berpendapat bahwa musical anhedonia bukanlah gejala depresi dan gangguan mental, tapi kondisi karena kerusakan saraf.

Kondisi anhedonia musik diderita oleh lima persen orang dari total populasi dunia pada 2016-2019.

Sampai kini saya belum menemukan literatur apakah musical anhedonia dapat disembuhkan atau tidak. Sampai 2019 baru ditemukan korelasi antara terputusnya bagian saraf yang mempengaruhi orang untuk menikmati musik.

Berbahagialah kita yang dapat menikmati musik dan ikut bersenandung bila mendengar musik kesukaan.

~~~

Memperingati Hari Musik Sedunia, 21 Juni 2021.

If I were not a physicist, I would probably be a musician. I often think in music. I live my daydreams in music. I see my life in terms of music.

-Einstein, 1929.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun