May sekarang sudah selesai menari. Titik-titik peluh muncul dikeningnya yang berkilat-kilat di terpa cahaya lampu kelap-kelip.
Gimin masih membaui aroma wangi dari tubuh May meski May berkeringat.
"Minum?" Gimin menawarkan Sprite kepada May. May menggeleng.
"Ini saja, lebih segar," katanya sambil membuka kaleng Heineken. Diambilnya sedotan lalu diseruputnya pelan sambil memainkan lidahnya naik-turun.
Ray tertawa melihat wajah bengong Gimin. Dia menghampiri Gimin.
"May sudah ngajak, tuh. Kau boleh berbuat apa saja dengan dia," kata Ray ditelinga Gimin.
"Berbuat apa saja bagaimana?"
Ray berdecak, "Apa saja yang kau mau, perbuatlah dengan May."
"Apa aku harus nembak dia dulu?"
Ray tertawa lagi, "Tidak usah! Tidak usah kau jadikan pacar dulu, langsung saja kau mainkan."
Gimin menggaruk telinganya yang tidak gatal. Main apa. Lagipula dia lapar dan ingin menanyakan pada Ray tentang menu makan malam, tetapi Ray keburu memeluk Joy dan May pun sudah memegang tangan Gimin.
Gimin keringat dingin. Tangan May yang halus dan lembut menjalari lengan Gimin makin lama makin ke bawah mengenai pahanya. Gimin jadi tambah deg-degan.