Apapun yang namanya obat sudah pasti harus dikonsumsi sesuai aturan dan takaran, dan digunakan hanya untuk orang yang sakit.
Sepengetahuan saya, ganja relatif mudah diperoleh daripada heroin dan kokain walaupun sama-sama masuk dalam kategori narkotika golongan 1.
Menurut Pasal 6 UU Nomor 35 Tahun 2009 narkotika golongan 1Â berarti hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Karena mendapatkan ganja relatif mudah maka anak-anak SMP pun sudah mencobanya. Berawal dari merokok lalu mereka mencoba ganja. Kurang puas dengan ganja lalu mencoba menelan pil BK, ekstasi, dan berakhir dengan kecanduan sabu dan putaw (nama gaul dari heroin).
Anak-anak SMP, yang benar saja?!
Benar. Sedari saya sekolah sudah banyak anak-anak SMP yang menggunakan ganja. Beberapa diantaranya dikeluarkan dari sekolah karena kedapatan membawa lintingan ganja. Hal yang sama terjadi di SMA dan STM (sekarang SMK teknik mesin) yang terkenal sering tawuran. Di lingkup pergaulan mereka banyak beredar ganja dan pil BK.
Pada hampir semua kampus swasta di ibu kota, peredaran ganja di kalangan mahasiswa sudah jadi rahasia umum, tahu sama tahu.Â
Ganja dianggap bersaudara dengan rokok, hanya lebih mahal dan sedikit susah didapat, jadi mengisapnya di dalam kampus tidak masalah asal jangan ketahuan pihak kampus.
Tapi kenakalan pelajar dan ganjaisme mahasiswa mungkin hanya terjadi di ibu kota, di daerah dan kota lain tidak seseram itu.
Meski termasuk narkotika golongan 1 karena berisiko tinggi mengakibatkan ketergantungan, harus diakui ada juga manfaat ganja pada penderita epilepsi, radang usus kronis, untuk terapi gangguan stres pasca-trauma, multiple sclerosis, dan sebagai anti-nyeri neuropatik.
Tetapi, penggunaan ganja medis itu hanya untuk meredakan dan meringankan rasa sakit, terutama untuk meningkatkan nafsu makan, bukan menyembuhkan. Sementara itu ganja untuk mengobati kanker belum terbukti secara ilmiah.