Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pandemic Fatigue Menerpa Kelas Menengah

4 Desember 2020   12:40 Diperbarui: 5 Desember 2020   09:33 4968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai namanya, kelas menengah adalah kelompok yang kemampuan ekonominya ada di tengah-tengah antara orang kaya dan orang miskin.

Orang kaya dapat terus bekerja, melakukan hobinya, berolahraga, dan mencari hiburan dengan tetap terlindungi dari kemungkinan tertular virus Corona.

Pasangan pesohor Raffi Ahmad dan Nagita Slavina dapat kita jadikan contoh. Mereka berlibur ke Labuan Bajo untuk memperingati wedding anniversary dengan menyewa kapal pesiar seharga Rp290 juta per malam. Di dalam kapal pesiar tidak ada orang lain kecuali para asisten dan kru untuk kanal YouTube dan Instagram mereka. 

Dari sisi kesehatan semasa pandemi, menyewa kapal pesiar atau jet pribadi memang lebih aman daripada menumpang di first class pesawat komersial.

Sementara itu pada kelas bawah, jangankan naik kapal pesiar, naik mobil saja belum tentu setahun sekali, lebih sering naik sepeda atau paling mewah ojek karena angkot sudah jarang beredar.

Definisi kelas bawah atau miskin menurut BPS adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Non Makanan.

Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perhari. Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

Jadi, pada kelas bawah ada atau tidak ada pandemi mereka sudah terbiasa tidak "ngapa-ngapain" selain mencari nafkah supaya kebutuhan pangan dan sandang terpenuhi. Kebutuhan akan hiburan dan relaksasi mereka dapat dari menonton televisi, bersenda gurau dengan tetangga, atau bertukar informasi ketika tukang sayur datang.

Njomplang sekali, ya, gaya hidup kelas atas dengan bawah. Tidak perlu ditangisi, itu semua ada di seluruh dunia, bukan di negeri ini saja.

Sementara itu yang sudah sering naik mobil tapi belum pernah naik kapal pesiar, juga yang sering liburan tapi belum mampu menyewa satu gedung hotel, merekalah kelas menengah.

Menurut Bank Dunia, dalam laporan "Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class" yang terbit Januari 2020, kelas menengah adalah mereka yang sudah terbebas dari kerentanan ekonomi, namun belum sekaya para pemilik modal.

Seperti halnya kelas atas, kelas menengah juga memasukkan liburan ke dalam pengeluaran rutin mereka, hanya saja liburannya tidak mewah. Belanja ke mall, staycation di hotel dan resort, atau jalan-jalan ke negara-negara tetangga.

Namun pada saat semua serba terbatas dan dibatasi karena pandemi, kelas menengahlah yang paling mudah terkena pandemic fatigue.

Pandemic fatigue adalah kelelahan fisik dan mental akibat pandemi yang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir.

Orang-orang kelas menengah bisa bekerja dari rumah tapi merasa terbebani dengan anak yang juga sekolah dari rumah karena tiada bisa menyewa guru privat beserta jaminan kesehatan untuk guru tersebut.

Mereka juga bisa pergi liburan tapi masih harus bercampur dengan banyak orang dalam perjalanan atau di tempat liburan tersebut, menyebabkan was-was dan harus tes usap sekembalinya dari liburan.

Sementara jika memilih di rumah saja fasilitas hiburan yang ada di rumah juga serba nanggung. Jika di rumah orang kaya ada kolam renang, bioskop, dan studio musik pribadi, maka di rumah kelas menengah "hanya" ada home theater, konsol game, dan buku-buku bacaan. Hampir setahun pandemi melanda maka jemu dan jenuhpun menerpa.

Pandemic fatigue dapat menyebabkan orang mengabaikan protokol kesehatan, saking bosannya. 

Dipicu lagi karena melihat orang lain tidak pakai masker, berkumpul bikin acara ini-itu, dan tidak mencuci tangan atau menyemprotkan desinfektan ketika masuk ke tempat umum.

Protokol kesehatan yang diabaikan akan membuat pandemi bertambah lama karena yang tertular makin banyak.

Semua orang dari kalangan manapun sebenarnya mengalami pandemic fatigue karena kehidupan tidak sebebas dulu. Tidak bisa menggelar party, reuni, atau sekedar ngopi-ngopi cantik di kafe. 

Orang miskin juga makin sulit mencari duit karena banyak hal. Tapi orang miskin sudah terbiasa dengan hidup mereka yang serba terbatas dan dibatasi.

Orang-orang kelas menengah yang biasa memperoleh dan melakukan yang mereka mau kini jadi tidak bisa. Sementara orang-orang kaya, dengan duit unlimited, bisa mengatasi pandemic fatigue dengan mencari alternatif bisnis, hiburan, dan pendidikan untuk anak tanpa tergantung sekolah.

Maka kita yang sekiranya sudah kena pandemic fatigue mungkin bisa melakukan hal berikut,

1. Membatasi membaca dan menonton berita. Berita tentang Covid-19 yang bertubi-tubi dapat membuat kita putus asa. Berita tentang selebriti juga mungkin membuat kita iri, "Kok dia bisa bikin konten kesana-kemari ga takut Corona." atau, "Lahh bikin pesta kawinan meriah banget sampai 10.000 undangan. Gw aja kemarin cuma akad nikah di KUA." 

Putus asa dan iri adalah penyakit hati. Jadi batasi diri mengakses berita. Lebih baik baca buku atau melakukan hal-hal yang jadi kesukaan Anda.

2. Tidak perlu ikut arus mengomentari atau menyukai sebuah postingan di media sosial mengenai peristiwa terbaru.

3. Teleponlah keluarga atau sahabat. Bukan video call tetapi telepon. 

Menelepon lebih santai daripada video call karena kita dan lawan bicara hanya fokus terhadap suara. Kemungkinan untuk saling mengomentari penampilan dan mendahului percakapan sudah tertutup. Kita dan lawab bicara bisa saling bertukar kabar bergantian.

4. Perbanyak bercengkrama dan bercanda dengan anak. Bermainlah dengan mereka tanpa perlu ada rasa risih.

5. Jika merasa kesepian karena jomlo, beli cemilan dan tontonlah pertandingan olahraga lalu tulis di Kompasiana.

Ingatlah bahwa bukan kita saja yang merana di dunia karena Corona. Semua orang juga. Tapi banyak inovasi dan ide justru hadir ditengah pandemi. 

Siapa tahu kitapun bisa menciptakan ide baru ketimbang hanya memikirkan kapan wabah berlalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun