Jika melihat pada masa lalu para sastrawan Pujangga Lama, Sastra Melayu Lama, Balai Pustaka, Pujangga Baru, sampai angkatan 90-an disebut sebagai pengarang.Â
Penyebutan pengarang menjadi penulis mulai bergeser di akhir 90-an hingga sekarang karena kepraktisan. Selain itu karena banyak orang Indonesia tidak suka baca. Sedari dulu minat baca orang kita rendah, jadi lama-lama banyak orang yang menganggap pengarang adalah orang yang suka mengarang-ngarang alias membual.Â
Tambah lagi, sekarang ini banyak orang yang hanya mengarang cerita tanpa berpikir bahwa karangannya itu akan dianggap jadi kebenaran, padahal menyesatkan.Â
Itulah mungkin mengapa para pengarang zaman kekinian menamainya dirinya sebagai penulis.
Mungkin benar yang dikatakan penyunting pertama tadi, zaman berubah sehingga tidak bisa dibedakan orang yang menulis puisi dengan berita. Semua adalah penulis.
Tapi tidak dilarang jika kita mau menyebut diri sebagai pengarang jika yang kita tulis hasil karangan kita asli bukan jiplakan apalagi hasil copy-paste alias salin-tempel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H