Mengurus pergantian nama itu gampang-gampang susah. Gampang, karena proses di pengadilan mudah, tinggal daftar, bayar, sidang, lalu dapat surat penetapan yang mensahkan nama baru kita.Â
Susahnya, semua dokumen yang mencantumkan nama lama juga harus diubah. KTP, KK, akte kelahiran, buku nikah (jika sudah menikah), akte kelahiran anak (kalau sudah beranak), paspor (bila punya), dan ijazah (jika diperlukan).
Prosedur yang harus dijalani jika ingin ganti nama pertama-tama adalah siapkan fotokopi KTP, KK, buku nikah, dan akte kelahiran. Untuk jaga-jaga siapkan juga fotokopi KTP suami atau istri, karena ada pengadilan yang memintanya, ada juga yang tidak. Bawa semua fotokopian itu ke kantor pos lalu minta legalisasi.Â
Kedua, bawa fotokopian yang sudah dilegalisasi tersebut ke pengadilan negeri yang sesuai dengan alamat di KTP. Jika KTP kita beralamat di Jakarta Selatan, maka harus mengajukan perubahan nama ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Karena saya mengajukan permohonan di Pengadilan Negeri Mungkid, Kabupaten Magelang, maka saya harus ke Pos Bantuan Hukum (Posbakum) dulu yang kantornya ada di lingkungan pengadilan negeri tersebut.
Di Posbakum, petugas akan membuat surat permohonan perubahan nama yang ditujukan ke kepala Pengadilan Negeri Mungkid. Surat ini harus ditandatangani sendiri oleh Pemohon (orang yang ingin ganti nama) tanpa materai. Dalil-dalil hukum dan perundang-undangan juga dimasukkan dalam surat permohonan tersebut yang memudahkan hakim menerima atau menolak permohonan kita.
Karena pada surat permohonan tersebut harus disertai alasan kenapa ingin ganti nama, maka saya menyertakan fotokopi akte kelahiran anak pertama. Akte kelahiran anak pertama ini nanti juga akan jadi barang bukti pada saat sidang.
Alasan saya mengganti nama (sebenarnya bukan mengganti tapi menambah nama) adalah untuk sinkronisasi data.
Pada umur 17 tahun, saya mengurus KTP pertama ditemani ibu saya. Ibu minta ketua RT agar nama yang tercantum di KTP adalah Rusiyana Haudy Putrie (sesuai surat kenal lahir dari RS Panti Nugraha Jaksel), padahal nama di akte kelahiran adalah Rusiyana. Dari sinilah masalah bermula.
Karena pengurusan SIM, buka rekening bank, dan pendaftaran kuliah menggunakan KTP, maka nama saya di semua dokumen itu adalah Rusiyana Haudy Putrie, sementara pada ijazah dan paspor tetap sesuai akte kelahiran yaitu Rusiyana.Â
Lalu karena buku nikah pun menggunakan KTP dan KK, maka pada buku itu nama yang tercantum adalah Rusiyana Haudy Putrie. Kemudian pada akte kelahiran anak pertama juga tercantum nama saya yang lengkap.
Semua dokumen itu sah dan resmi dikeluarkan oleh negara, jadi bukan hasil "tembak-menembak" apalagi palsu.
Apa tidak ada masalah dengan nama yang berbeda tapi tetap satu jua itu?
Ada. Setiap lulus sekolah selalu muncul cekcok karena orangtua menginginkan nama lengkap saya yang ditulis di ijazah, sementara pihak sekolah mengharuskan nama sesuai akte kelahiran yaitu Rusiyana.
Untungnya, selama saya bekerja di beberapa perusahaan dalam dan luar negeri tidak ada masalah dengan urusan nama ini. Nama yang terdaftar di Jamsostek (sekarang BPJS Ketenagakerjaan) pun Rusiyana Haudy Putrie, mengikuti nama di KTP.
Masalah muncul lagi ketika kami pindah ke Magelang. Pada KTP-el keluaran Tangerang Selatan, tempat kami melakukan perekaman, tercantum Rusiyana Haudy Putrie. Ternyata Dukcapil Kab Magelang mencocokkan nama KTP-el dengan akte kelahiran dan ijazah terakhir. Jadilah pada KTP-el Magelang nama saya Rusiyana.Â
Pada KK pun jadi terdapat "kelucuan". Tertulis anak pertama saya punya ibu bernama Rusiyana Haudy Putrie. Sementara anak kedua punya ibu bernama Rusiyana. Jadi seolah-olah dua anak saya itu punya ibu yang berbeda.
Lalu suami memutuskan bahwa nama saya harus disamakan di semua dokumen supaya tidak ada masalah lagi di kemudian hari.
Oh ya, sampai sekarang masih ada kasus salah tulis ketika mengurus akte kelahiran anak. Misal, harusnya nama seseorang adalah Hendro tapi salah ketik dan muncullah nama Hendra di akte kelahiran. Perubahan nama Hendra menjadi Hendro harus diurus di pengadilan.
Begitu pun dengan Sulastri yang niatnya bernama Sulastari tapi salah ketik, tetap harus mengajukan perubahan nama melalui pengadilan negeri, meski itu keteledoran bidan, RS, dokter, surat pengantar kelurahan, atau petugas Dukcapil yang salah ketik.
Kembali ke Posbakum, biaya pembuatan surat permohonan perubahan nama adalah Rp100rb. Saya memberinya Rp150rb jadi saya bisa sekalian minta fotokopi surat permohonan (lima rangkap) disitu daripada bolak-balik cari tempat fotokopi di luar.Â
Ketiga, bawa surat yang dibuat di Posbakum tadi beserta semua fotokopi yang dilegalisir ke PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) di bagian perdata. Anda akan diminta membayar biaya perkara Rp471rb. Ada kuitansi resmi. Uang ini nanti pasti dikembalikan jika ternyata biaya perkaranya lebih murah dari itu.
Sidang pertama biasanya dijadwalkan seminggu setelah mengajukan permohonan ke PTSP. Ada jurusita yang datang ke rumah menyampaikan panggilan sidang. Surat panggilan rangkap lima ini harus ditandatangani oleh pemohon. Karena itu sebelum datang jurusita akan menelpon kita untuk janjian.
Tapi sinyal di daerah saya byar-pet, saya tidak bisa ditelepon, jadi jurusita langsung datang ke rumah pada hari Sabtu (jadwal sidangnya Senin). Tidak ada biaya atas pemberian surat panggilan ini. Tapi saya memaksa memberi uang bensin padanya karena dia datang pada hari libur kerja dan rumah saya ada di kampung yang tidak mudah dicari.
Keempat, sebelum sidang bawa semua dokumen asli yang fotokopinya sudah dilegalisasi tadi. Bawa juga dua orang saksi. Saksi harus bawa KTP asli dan fotokopiannya sebanyak dua lembar. Suruh dua saksi ini untuk datang tepat waktu sesuai jadwal sidang. Kalau terlambat ada hakim yang akan mengundur sidang kita ke hari lain jika pada hari itu beliau ada sidang perkara lain.Â
Sidang tidak bisa mulai kalau salah satu saksi belum datang karena yang banyak ditanya adalah saksi bukan pemohon. Dua orang saksi ini gunanya menguatkan alasan kenapa kita ingin ganti nama. Saya membawa suami dan tetangga yang dulu membantu mengurus surat numpang nikah suami dari Magelang ke Jakarta.
Kelima, sidang dimulai. Hakim memeriksa KTP, KK, buku nikah, akte kelahiran saya, dan akte kelahiran anak pertama saya. Lalu bertanya kenapa mau ganti nama. Kemudian menanyakan apa pekerjaan saksi (jika di KTP tertulis karyawan swasta maka akan ditanya dibidang apa) dan ada hubungan apa dengan pemohon.Â
Sidangnya sebentar, hanya 10-15 menit. Setelah selesai hakim akan langsung menjadwalkan sidang kedua di ruang sidang saat itu juga. Sidang kedua adalah sidang putusan/penetapan yang akan dilakukan seminggu setelah sidang pertama.
Pada sidang kedua tidak ada surat panggilan. Kita tinggal datang ke pengadilan, tandatangan absen di PTSP lalu masuk ruang sidang. Pada sidang penetapan hakim meminta saya datang sebelum jam 09.00 karena pada siang harinya beliau harus menangani dua sidang lain.
Keenam, sidang penetapan hanya berlangsung 3-5 menit. Setelah ketok palu, panitera pengganti meminta saya menunggu surat penetapan. Saya menunggu satu jam. Lalu surat penetapan itu datang ke hadapan saya. Uang sisa biaya perkara juga dikembalikan sebesar Rp 250rb. Karena di ruang PTSP ada banner yang melarang memberi tip pada siapapun di pengadilan maka saya urung memberikan "tanda terima kasih" pada panitera pengganti tadi.
Beres! Yes!
Panitera pengganti juga memberi tahu saya untuk mengurus akte kelahiran, KTP, dan KK baru paling lambat 30 hari setelah surat penetapan pengadilan ini keluar.
Oya, semua pegawai dari satpam, resepsionis, jurusita, sampai panitera pengganti di Pengadilan Negeri Mungkid ini ramah (saya disenyumi dan dimintai maaf terus selama menunggu proses pendaftaran dsb dll). Saya juga disodori sekotak permen saat mendaftarkan permohonan. Televisi di ruang tunggu sidang juga langsung dinyalakan ketika saya duduk, padahal saya hanya sendirian (suami dan tetangga yang saya jadikan saksi nongkrong di gazebo khusus merokok).
Sekarang saya sedang mengurus akte kelahiran, KTP, dan KK dengan nama yang baru. Rasanya lega meskipun tidak merasa surprise. Lega karena tidak akan ada masalah lagi berkaitan dengan perbedaan nama. Tidak surprise karena sebenarnya ini memang nama saya yang sudah puluhan tahun saya pakai.
Satu lagi, sepanjang alasannya masuk akal didukung saksi-saksi yang menguatkan, hakim bisa lho mengabulkan permohonan ganti nama untuk alasan keberuntungan atau si empunya nama sakit-sakitan selama menyandang nama sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H