Sikap mayoritas partai politik dalam konteks ini adalah mempertahankan sistem pemilihan umum yang saat ini digunakan. Mayoritas partai politik menyatakan bahwa sistem pemilihan umum proporsional terbuka merupakan pilihan yang sudah disepakati dalam perundang-undangan dan telah diimplementasikan dalam pemilu sebelumnya. Oleh karena itu, mereka berharap bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mengubah sistem pemilihan umum tersebut melalui putusan uji materi.
Partai politik yang mayoritas mendukung sistem pemilihan umum proporsional terbuka menganggap bahwa sistem ini memiliki keuntungan, seperti memberikan kesempatan kepada partai politik yang lebih kecil untuk mendapatkan perwakilan di parlemen. Mereka berpendapat bahwa sistem ini lebih inklusif dan memperkuat prinsip demokrasi representatif.
Dalam hal ini, sikap mayoritas partai politik menunjukkan bahwa mereka tidak mendukung perubahan sistem pemilihan umum yang saat ini digunakan. Mereka mempertahankan pandangan bahwa keputusan terkait sistem pemilihan umum merupakan kewenangan pembuat undang-undang, bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi yang diajukan terkait sistem pemilihan umum proporsional terbuka. MK memutuskan untuk mempertahankan sistem tersebut dan tetap menggunakan sistem pemilihan umum proporsional terbuka dalam pemilu yang akan datang.
Pada saat yang sama, partai politik, yang merupakan mayoritas dalam konteks ini, menegaskan bahwa kewenangan untuk mengatur sistem pemungutan suara pemilu berada pada pembuat undang-undang, yaitu presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka berpendapat bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk mengubah sistem pemilihan umum melalui putusan uji materi.
Dengan demikian, putusan MK dan penegasan partai politik menegaskan bahwa sistem pemilihan umum proporsional terbuka tetap dipertahankan. Meskipun ada permohonan uji materi yang diajukan oleh beberapa pemohon yang menginginkan sistem proporsional tertutup, MK memutuskan bahwa perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek lainnya tanpa mengubah sistem tersebut.
Putusan ini menunjukkan pentingnya pemahaman akan pembagian kewenangan dan peran institusi dalam proses pengaturan sistem pemilihan umum. Hal ini juga menggarisbawahi perlunya partisipasi partai politik dan dialog yang terbuka dalam mengambil keputusan terkait perubahan sistem pemilu.
Dengan demikian, keputusan MK dan sikap partai politik mempertegas bahwa sistem pemilihan umum proporsional terbuka akan terus digunakan dalam pemilu, sambil tetap membuka peluang perbaikan dan penyempurnaan dalam aspek-aspek lain dari penyelenggaraan pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H