akhirnya aku runtuh karena rindu
mengoyak segala pertahanan yang kubangun dengan payahÂ
di atas serpih yang ringkih
aku juga menjadi pengecut
tak punya keberanian hanya untuk sekadar
mengingat senyum teduhmu yang teramat
pertemuan singkat itu meninggalkan banyak cerita
tentang bicaramu yang santun
tatap matamu yang berbinar tulus
tawamu yang mencipta candu
dan senyummu yang meninggalkan rasa di sini
tapi ruang luas dan bangku-bangku kosong
itu menjadi saksi bisu
atas tumbuhnya harapan yang selalu dilangitkan
agar Tuhan berkehendak baik
untuk pertemuan-pertemuan yang akan datang
nanti, jika waktunya tiba
ingatkan aku wahai puisi
agar tak lupa mencuri namanya
biar senyum yang tak berani kuingat itu
memiliki asma dan bertuan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H