Mohon tunggu...
Nurul Yamsy
Nurul Yamsy Mohon Tunggu... Penulis - .

Jika ucap tak lagi mampu berkata, biarlah kata yang mengungkap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sehelai Kerudung Merah di Hari Ibu

21 Desember 2020   22:19 Diperbarui: 21 Desember 2020   22:23 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari kemudian, ia dan ibunya sedang bersantai sambil menlihat acara di TV. Tiba-tiba ibunya bicara padanya, "Wes sekarang ndak usah numbasno ibuk barang-barang". Deg. Baru pertama kali membelikan barang untuk ibunya, tapi ternyata respon lain yang ia dapat dari ibunya. 

Tapi ia tetap diam, tak menanggapi perkataan ibunya. Apa lagi ini. Ia baru pertama kali memberikan suatu barang pada ibunya. Tapi ibunya malah melarang, agar tak lagi memberikan barang-barang. Perkataan itu seolah meruntuhkan semangatnya untuk memberikan hadiah lagi di tahun selanjutnya. 

Lalu, tiba-tiba saja ibunya melanjutkan pembicaraannya. "Cukup jadi anak yang sholih dan sholihah, jangan tinggalkan sholat lima waktu". Sudah. 

Hanya satu kalimat itu saja yang diucapkan ibunya, dan itu lagi-lagi membuatnya tak mampu berucap. Ia tak tahu harus menanggapi dengan kalimat yang seperti apa. Tahun berikutnya pun kembali seperti tahun-tahun sebelumnya, tak ada lagi hadiah

Anak yang sholih dan sholihah. Tentu harapan semua orang tua bukan. Tapi ia tak pernah berpikir bahwa ibunya akan melontarkan harapan itu di depannya. 

Permintaan yang sering diucap dalam do'a-do'a orang tua untuk anaknya. Ia paham. Tapi entah mengapa, permintaan itu selalu menari-nari di dalam pikirannya. Lama. Karena ia pikir, ibunya akan meminta hal lain untuk hadiah peringatan hari ibu. Nyatanya, ada sesuatu yang lebih berharga dari kerudung merah marun yang ibunya harapkan.

Sekitar dua tahun kemudian, harapan sederhana ibunya yang ternyata tak sederhana itu baru ia sadari. Sesuatu yang ibunya harapkan adalah hal paling berharga untuk hidupnya di dunia dan akhirat. 

Dan adalah harta paling mahal yang ibunya butuhkan untuk menuju syurgaNya. Bagaimana tidak, seseorang yang telah usai tugasnya di dunia, seluruh urusannya terputus kecuali tiga hal. Pertama yaitu sedekah jariyahnya, yang ke dua yaitu ilmu yang bermanfaat, yang ke tiga yaitu do'a anak yang sholih.

Malam itu ia lihat sang ibu semakin lama semakin menurun kesehatannya. Nafasnya mulai melemah seiring waktu yang terus berjalan, tak berniat melambatkan jalannya detik jam ataupun mempercepatnya. Ia genggam tangan sang ibu yang mulai terasa dingin. Ia pandangi wajah yang tetap meneduhkan itu, yang berpesan untuk menjadi anak-anak yang sholih dan sholihah. 

Yang berpesan untuk jangan melupakan sholat lima waktu. Dan malam itu sang ibu berpulang menuju Illahi. Dengan segenap pesan sederhana , namun tak sesederhana maknanya.

Kerudung merah marun itu, telah menjadi hadiah terakhir yang mampu ia beri untuk ibunya dengan segala kisah di dalamnya. Siapa yang mampu mengira, kerudung merah marun itu menjadi awal sekaligus akhir kisahnya di hari ibu. Terima kasih ibu. Syurga selalu terbuka untukmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun