Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kado Tahun Baru: PPN 12% Secara Umum Dibatalkan

1 Januari 2025   23:52 Diperbarui: 2 Januari 2025   10:52 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi pers presiden dan Menkeu (Sumber: Kaidah.ID)

Ibarat memakan buah simalakama. "dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati." Kebijakan yang musykil tapi harus dilakukan. Itulah kebijakan menaikkan tarif PPN sebesar 1% dari 11%.

Namun beberapa data indikator menunjukkan, daya beli yang mengalami tekanan. Dari deflasi yang terjadi lima bulan belakangan, indeks manufaktur yang mengalami kontraksi, Indeks Pejualan Riil yang terkoreksi dan konsumsi rumah tangga yang melambat  di kuartal III 2024.

Dalam kondisi demikianlah, rencana menaikkan PPN 12% mendapat penolakan keras dari masyarakat. Pasalnya, momentum menaikkan PPN 12% belum tepat. Disaat ekonomi menunjukkan gejala run-down. 

Namun bila perluasan basis penerimaan melalui PPN tak dilakukan, beban fiskal kian berat. Sementara APBN dituntut mengakomodasi berbagai program prioritas pemerintah Prabowo yang membutuhkan anggaran besar.

Ibarat pepatah, "You can't have your cake and eat it too." Kita tak bisa mendapatkan semua yang diinginkan tanpa mengorbankan sesuatu. Dalam politik anggaran, jika perluasan basis penerimaan melalui PPN tidak dilakukan, maka berat bagi pemerintah memenuhi tuntutan anggaran besar untuk program prioritas tanpa menambah beban fiskal.

Agar kebijakan fiskal menjadi ekspansif, maka konsolidasi fiskal diperlukan. Memperbesar basis penerimaan, agar ruang fiskal tetap feasible untuk mendorong belanja produktif dan tak bergantung pada hutang.

Menaikan pajak PPN adalah bagian dari konsolidasi fiskal. Karena semakin kecil deviasi antara belanja dan penerimaan, ketergantungan pada utang dapat diminimalisasi.

Demikianpun, menaikkan PPN juga dalam rangka menyelaraskan tarif pajak dengan standar internasional. Sebagai contoh, PPN di negara-negara OECD PPN sudah dikisaran 19%. Kendatipun PDB perkapita Indonesia termasuk paling rendah.

Dengan PDB per kapita yang lebih rendah dibandingkan negara OECD, daya beli masyarakat Indonesia cenderung lebih lemah. Peningkatan PPN dapat membebani konsumen, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Tarif PPN yang terlalu rendah dapat menciptakan kesenjangan fiskal dan membatasi kemampuan negara untuk membiayai pembangunan. Selain itu, kenaikan PPN juga dalam rangka meningkatkan keberlanjutan fiskal jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun