Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada dan Political Heavy di NTT

5 Agustus 2024   07:02 Diperbarui: 5 Agustus 2024   16:04 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: KOMPAS)

Suatu saat, saya nonton podcast berkelas Endgame yang dibesut mantan Mendag RI plus kepala BKPM; Gita Wiryawan, dia bilang begini, "politik kita cuma siklus lima tahunan." Saya tertegun menyimak pendapat Gita; apa maksud?

Kata Gita, demokrasi kita belum mampu menghasilkan talent-talent dengan kapabilitas teknokratis dan leadership yang mumpuni. Ini fenomena political heavy. Dampaknya, politik praktis acap kali gagal menjadi akselerator pembangunan.

Fenomena political heavy ini tersusun di atas budaya politik yang masih feodal dan diperparah oleh liberalisasi politik yang memaksa proses demokratisasi secara prosedural melewati tahapan yang rigid dan mahal. Sementara substansi demokrasinya tereliminasi.

Dampaknya, sirkular kekuasaan politik, cenderung "hanya" berputar-putar pada sekelompok elit yang didukung oleh feodalisme dan kapitalisme politik yang menggumpal dan establish dalam sistem demokrasi.

Bayangkan, disalah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur, memiliki tiga sampai empat paket Calon Kepala Daerah. Paket-paket ini rata-rata pensiunan ASN golongan IV dan mantan DPRD. Mereka pasti dituntut memberikan kontribusi politik dalam bentuk dana sebesar Rp.250 juta- Rp.500 juta per seat ke Parpol.

Dari mana duit para kontestan? Fundraising keluarga? Atau dukungan bohir politik dengan iming-iming proyek APBD bila terpilih? Isu-isu inilah yang mengemuka di kanal-kanal sosmed dan algoritma perbincangan publik tentang Pilkada

Bayangkan, misalnya daerah x dengan APBD sekitar Rp1,2 triliun sudah dibancak secara politik, oleh bohir penyokong dana Pilkada, jauh sebelum visi misi calon kepala daerah tersebut ditransfer ke dalam RPJMD dan RKPD APBD.

Parpol tak punya infrastruktur yang efektif dan produktif secara bottom-up, untuk melakukan seleksi kepemimpinan yang capable secara teknokrasi berdasarkan peraturan Parpol sebagai rule of game. Bagaimana suatu daerah bisa maju, bila tak ada bayangan membangun infrastruktur politik untuk membangun suatu merit sistem dalam seleksi kepemimpinan daerah?   

Fenomena ini pernah disentil Robert A. Dahl, bahwa kekuasaan seharusnya tak terpusat pada satu individu atau kelompok, tetapi tersebar di antara berbagai aktor dalam masyarakat. Dahl berpendapat; sirkular politik dimaksud, akan berdampak pada cara kekuasaan diterapkan untuk mempengaruhi Keputusan.

Belakangan saya berpikir keras untuk memahami, kenapa dengan tingkat partisipasi politik yang tinggi di Nusa Tenggara Timur >70%, tapi justru indeks pembangunan manusia (IMP), masih rendah, di bawah rata-rata nasional sebesar 66,0%? Adakah korelasi keduanya?

Apakah saya yang terlalu polos meletakkan harapan pembangunan regional yang bertumpu di atas politik praktis sebagai salah satu pilar demokrasi sebagai suatu prinsip ideal? Dan bukankah itu idealnya suatu politik?

Melalui studi sederhana, saya berusaha memahami hal tersebut, bahwa betapa perbaikan demokrasi senantiasa related dengan pembangunan yang dapat diukur dari sisi korelasi ID (indeks demokrasi) dan IPM?

Mari kita lihat data berikut ini

ID dan IPM NTT Tahun 2014-2023 (Sumber : BPS; data diolah)
ID dan IPM NTT Tahun 2014-2023 (Sumber : BPS; data diolah)

Indeks Demokrasi di NTT menunjukkan tren kenaikan yang konsisten dari 63,3 pada tahun 2014 menjadi 67,3 pada tahun 2023. Kenaikan ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam kualitas demokrasi, dengan peningkatan dalam hak-hak politik, partisipasi masyarakat, dan kebebasan sipil.

Kenaikan tahunan rata-rata sekitar 0,4 poin menunjukkan bahwa perbaikan kualitas demokrasi tidak terlalu drastis tetapi stabil dan bertahap. IPM di NTT juga menunjukkan tren kenaikan dari 63,5 pada tahun 2014 menjadi 67,5 pada tahun 2023. Peningkatan ini mencerminkan perbaikan dalam dimensi kesehatan, pendidikan, dan standar hidup penduduk. Meskipun ID dan IPM NTT masih di bawah rata-rata nasional !

Kenaikan tahunan rata-rata sekitar 0,4 poin menunjukkan bahwa perbaikan dalam pembangunan manusia di NTT berlangsung secara bertahap dan konsisten. Meskipun ada perbaikan, laju kenaikan yang relatif moderat menunjukkan bahwa masih ada tantangan yang harus diatasi.

Dalam analisis korelasi sederhana berdasarkan di atas, saya temukan, bahwa nilai korelasi yang mendekati 1,0 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara Indeks Demokrasi dan Indeks Pembangunan Manusia di NTT. Ini berarti bahwa ketika kualitas demokrasi meningkat seperti partisipasi politik dll, kesejahteraan manusia di NTT juga cenderung meningkat, dan sebaliknya.

Korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa kedua aspek ini berkembang seiring waktu dan saling mempengaruhi. Peningkatan dalam satu area seringkali berdampak positif pada area lainnya, mencerminkan bahwa reformasi dalam sistem politik dapat meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Dus, ID dan IPM NTT yang masih dibawah rata-rata nasional, mencerminkan tantangan besar dalam hal kualitas demokrasi dan kesejahteraan manusia. Memperbaiki kedua aspek ini memerlukan upaya sinergis kerja-kerja politik yang genuine.

Demokrasi yang terlampaui Political Heavy, akan mendistorsi  tujuan pokok pembangunan NTT, yakni peningkatan indikator-indikator penting dalam demokrasi dan indeks pembangunan manusia. Infrastruktur politik harus mampu menjawab tantangan ini.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun