Bayangkan, dalam horizon global yang uncertainty itu, pemerintah dituntut membuat kebijakan yang presisi, agar defisit APBN harus di bawah 3% terhadap PDB. Ini fardu 'ain. Wajib. sebagaimana ketentuan UU Keuangan Negara.
Ibarat kata berlayar, maka untuk menuju asa, lanchang harus presisi mengikuti jarum kompas. Meskipun diamuk angin dan badai. Nahkoda mesti presisi mengarahkan haluan, di tengah horizon nan gelap dan cuaca ekstrem.
Nahkoda mesti mengotorisasi semua perangkat bahtera. Itulah yang disebut kebijakan. ABK disiagakan, layar dan kemudi, mesti adaptif dengan angin, arus dan gelombang yang berubah-ubah dalam badai yang sempurna (the perfect storm). Apapun itu, bahtera harus berlabuh di pelabuhan normalisasi.
Dengan target pertumbuhan ekonomi 5,3% di tahun 2023, tentu tidak mudah. Tapi jokowi ingin mengakhiri pemerintahannya dengan husnul khatimah. Tentu dengan berbagai effort. Melewati berbagai kebijakan dan dinamika demokrasinya.
Dengan berbagai perdebatan dan segala rupa kritik pada rezim. Benar atau salahnya kebijakan seperti Perpu cipta kerja, biarkan dialektika berlangsung. Mana tahu ada secerca kebenaran, sebagaimana imam Syafi'i, menemukan kebenaran dalam diri Abu Nawas?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI