Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berhaji dan Pemantik Kesetaraan

9 Juli 2022   16:41 Diperbarui: 9 Juli 2022   16:49 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto : istimewa)

Pada tanggal 9 Dzulhijjah 1443 H, seluruh jamaah haji berwukuf di Padang Arafah. Semuanya menggunakan baju Ihram. Ada transmisi pesan simbol yang menjadi nilai fundamental, di balik puncak ritual haji.

Tak ada jas Stuart Hughes Diamond, kemeja Turnbull & Asser seharga 2000 USD atau Dolce & Gabbana yang membungkus tubuh. Tak ada arloji Graff Diamonds Hallucination, dan sepatu Stefano Bemer Shoes yang menguraikan kuasa dan pengaruh duniawi.

Atau aneka outfit sehargaan ribuan dollar. Seluruh tubuh jamaah haji yang berwukuf, hanya dibungkus helai kain tanpa jahitan. Persis kain kafan, yang membungkus, kala manusia akan ditanam di liang kubur.

Tak tampak lagi yang tajir dan yang blangsak. Tak terlihat antara pejabatan negara atau rakyat jelata. Antara majikan dan babu, antara politisi dan konstituen. Wukuf di arafah, adalah replika landscape kesetaraan di padang Mahsyar, dimana manusia berkumpul, dan hanya kualitas keimanan menjadi determinannya.  

Dalam Merriam Webster; kesetaraan (equality); disematkan pada "for each member of a group, class, or society." Dengan pengertian lainnya; kesetaraan disebut sebagai "not showing variation in appearance, structure, or proportion." Kesetaraan mengandaikan, tidak menunjukkan variasi dalam penampilan, struktur, atau proporsi.

Dengan demikian, helai kain yang membungkus jamaah haji di padang Arafah, tak sekedar sebuah wujud, tapi pesan simbol atau signifier/penanda (dalam perspektif De Saussure). 

Sementara konsepsi wukuf sendiri adalah sebuah signified (petanda). Sehingga, berpakaian ihram dan konsep ideal yang mendekatinya, dapat dibaca sebagai pesan simbol dalam sudut pandang beragam---salah satunya pesan kesetaraan.

Maka dengan keimanan progresif, landscape kesetaraan yang tampak pada wukuf di Arafah, sebagai klimaks dari ritualisme ibadah haji, perlu dilihat sebagai pesan inti teologis, akan kesamaan manusia di sisi Allah. 

Baik yang berhaji dan yang belum mendapat panggilan, perlu menangkap entry point yang berbeda dari transmisi pesan wukuf di Padang Arafah terebut.

***

Jika pesan kesetaraan tersebut, menyulut api keimanan dan kesadaran kesetaraan sosial, hingga menyala-nyala pasca ber-haji, maka berbagai diskriminasi sosial, politik dan ekonomi, menjadi perlahan-lahan ternegasi dalam struktur soal masyarakat Indonesia, sebagai negara dengan jumlah jamaah haji terbesar di muka bumi.

Kehidupan sosial ekonomi Indonesia pasca Pandemic Covid-19, masih memprihatinkan. Kendati kinerja ekonomi (PDB), berada di teritori pra-pandemi, kehidupan sosial ekonomi masih memprihatinkan. Khususnya rakyat kecil, yang ditimpa inflasi harga pangan bergejolak.

BPS mencatat, inflasi harga pangan bergejolak >10% (year on year). Siapa korbannya? Mereka pekerja serabutan seperti buruh tani dll yang fixed income-nya kecil. Bila inflasi jenis ini terkerek 1% saja, orang-orang kecil ini ditimpa kemiskinan absolut. Hasil pendapatannya di bawah garis kemiskinan/tak cukup memenuhi kebutuhan hidup minimum.

Orang miskin absolut, adalah mereka yang hanya bisa makan sekali. Hidupnya di bawah standar daya beli (

Buruh tani dengan upah harian Rp.10 ribu/hari, diterpa inflasi harga pangan, maka bayangkan, apakah sanggup mengeluarkan uang sebesar Rp.27.265/hari ((paritas daya beli/PPP sesuai kurs rupiah dalam APBN 2022).

Namun kondisi tersebut tak jadi soal bagi mereka yang punya. Dikala rakyat kecil menjerit dijerat inflasi, orang-orang kaya mengamankan asetnya di berbagai instrumen defense (di sektor keuangan). Orang-orang kecil boleh buntung, orang kaya mendulang cuan.

Wealth Report 2022 merilis, jumlah orang dengan kekayaan bersih ultra-tinggi (ultra high net worth individuals/UNWHI) di Indonesia mencapai 1.403 orang pada 2021. Jumlah ini meningkat 1% dari 1.390 pada 2020. 

UHNWI adalah orang-orang yang memiliki kekayaan minimal US$ 30 juta. Pada 2021, total ada 610.569 individu ultra kaya berdasarkan data Knight Frank. Sementara lanjut dia, 10,% orang terkaya di Indonesia menguasai 75,3% kekayaan nasional.

Semakin tertekannya kelompok akar rumput (grassroots level) akibat inflasi dan bertambahnya orang super kaya baru, merefleksikan bahwa ketimpangan sedang terjadi. Selama ini, BPS hanya mengukur ketimpangan berdasarkan pengeluaran/konsumsi, bukan pendapatan atau kekayaan. Sementara, pengeluaran/konsumsi yang dilakukan masyarakat, tak seutuhnya menggambarkan pendapatan murni.

Tak sedikit orang-orang kecil, yang menopang pengeluaran hariannya dengan meminjam di rentenir/bank emok/bank keliling dengan bunga harian mencekik. 

Sementara itu, Sekitar dua pertiga kekayaan dari orang terkaya di Indonesia berasal dari sektor kroni (crony sectors)," Berdasarkan Indeks Crony Capitalism, Indonesia berada dalam urutan ke-7 terburuk di dunia

***

Data yang terpampang dalam tulisan ini, adalah problem krusial ketidaksetaraan di Indonesia saat ini. Pada fase pra kerasulan Muhammad SAW, elan kesadaran tauhid sesungguhnya ada pada perjuangan kelas. 

Mendisrupsi pengaruh kepala-kepala suku Mekah, yang menguasai berbagai sumber daya sosial dan ekonomi di sekitar Mekah dengan manipulasi keyakinan pada Lata, Ujja dan bejibun berhala di sekitar ka'bah.

Teologi tauhid, hadir sebagai suatu oposisi biner, mendisrupsi otoritas Mekah berbasis manipulasi keyakinan. Mendesentralisasi pemusatan sumber daya ekonomi dan sosial. Langkah ini sebagai bentuk perjuangan kesetaraan dan keluar dari manipulasi keyakinan, semata-mata untuk akumulasi pengaruh dan kekuasaan.

Berhaji tidak berhenti pada kesadaran esoteris-nya. Berhaji sebagai pemantik kesadaran pemerataan, adalah suatu cara pandang multiple nilai, dengan melandaskan pesan-pesan penting pada ritualisme haji sebagai eksoteris haji per se.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun