Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ancaman Kekeringan Likuiditas RI

10 Juni 2022   09:34 Diperbarui: 10 Juni 2022   09:36 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber : Istimewa)

Saya baca koran hari ini, beberapa emiten milik pemerintah melakukan aksi korporasi buyback. Membeli sahamnya sendiri di pasar reguler.

Di layar IDX kemarin, IHSG cenderung menguat (persisten di 7000). Namun aksi melego saham merah putih oleh investor asing juga cukup kencang.

Sesi II IDX, asing mencatat net sell terbesar pada saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 141,3 miliar. Ada 11 saham yang terkoreksi akibat aksi jual bersih asing (9/6/2022)

Kencangnya capital outflow, membuat nilai saham-saham berguguran. Tak luput saham BUMN. Ditengah belum pulihnya likuiditas, ancaman volatilitas ekonomi ada di depan mata.

Sebab itulah BUMN (termasuk BUMN Tbk), mengajukan proposal ke DPR. Tak tanggung-tanggung minta injeksi dana Rp.73 Triliun untuk perkuat struktur modal di tahun 2023.

Dalam rangka me-leverage bisnisnya. Dalam rangka corporate defense di tengah risiko valatilitas.

Net foreign sell atau aksi jual bersih asing, adalah rangkaian respon dari kondisi uncertainty ekonomi. Ini akan menimbulkan volatilitas.

Secara teori, ketika pasar saham naik dan turun lebih dari 1% selama periode waktu yang berkelanjutan, maka disebut volatility pasar atau pasar bergejolak.

Semakin tinggi volatilitas, semakin berisiko untuk keamanan modal. Saham bisa undervalue. Te-reduce valuasinya.

Oleh sebab itulah ada aksi korporasi buyback. Dalam rangka menggairahkan saham tersebut. Memitigasi terjadinya undervaluing.

Namun aksi buyback saham ini mesti didukung oleh kemampuan likuiditas perusahaan. Itu syaratnya

Karena bila nilai saham yang di buyback dalam jumlah besar, maka membutuhkan dana yang besar juga.

Saat ini, pelaku pasar sedang menunggu rilis biro statistik AS terkait inflasi. Dan seperti apa respon moneter The Fed?

Yang jelas, eksposur macro monetary policy The Fed akan cenderung ketat/hawkish. FFR (fed fund rate) akan terkerek. Pun kebijakan tapering off.

Dua kebijakan tersebut akan menyebabkan konsekuensi. Suku bunga FFR akan mengerek instrumen falas USD. AS treasury yield bond makin seksi.

Di tengah volatilitas tersebut juga, investor cenderung hati-hati berinvestasi. Wait and see. Atau defense di aset safe haven seperti USD--derivatif dan emas.

Risiko sudden reversal bisa saja terjadi. Ini shock yang sangat berisiko mengancam keringnya likuiditas di emerging countries. Termasuk Indonesia

Di tengah normalisasi fiskal, risiko inflasi pangan dan energi, ancaman cekaknya likuiditas di depan mata. Tiada cara lain, selain APBN tetap sebagai shock absorbers.

Sasaran APBN-2022 dan RAPBN 2023, extremely benar-benar fokus pada sektor-sektor driven growth dan defense. Setali tiga uang dengan kebijakan moneter.

Bukankah kita pernah lewati badai ekonomi 1998, 2008 dan 2013, dan ibu Sri Mulyani nahkoda ekonomi yang mumpuni itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun