Namun aksi buyback saham ini mesti didukung oleh kemampuan likuiditas perusahaan. Itu syaratnya
Karena bila nilai saham yang di buyback dalam jumlah besar, maka membutuhkan dana yang besar juga.
Saat ini, pelaku pasar sedang menunggu rilis biro statistik AS terkait inflasi. Dan seperti apa respon moneter The Fed?
Yang jelas, eksposur macro monetary policy The Fed akan cenderung ketat/hawkish. FFR (fed fund rate) akan terkerek. Pun kebijakan tapering off.
Dua kebijakan tersebut akan menyebabkan konsekuensi. Suku bunga FFR akan mengerek instrumen falas USD. AS treasury yield bond makin seksi.
Di tengah volatilitas tersebut juga, investor cenderung hati-hati berinvestasi. Wait and see. Atau defense di aset safe haven seperti USD--derivatif dan emas.
Risiko sudden reversal bisa saja terjadi. Ini shock yang sangat berisiko mengancam keringnya likuiditas di emerging countries. Termasuk Indonesia
Di tengah normalisasi fiskal, risiko inflasi pangan dan energi, ancaman cekaknya likuiditas di depan mata. Tiada cara lain, selain APBN tetap sebagai shock absorbers.
Sasaran APBN-2022 dan RAPBN 2023, extremely benar-benar fokus pada sektor-sektor driven growth dan defense. Setali tiga uang dengan kebijakan moneter.
Bukankah kita pernah lewati badai ekonomi 1998, 2008 dan 2013, dan ibu Sri Mulyani nahkoda ekonomi yang mumpuni itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H