Kendati The Fed telah menaikan suku bunga sebesar 75 bps, BI masih tetap pada kebijakan moneter longgar dengan mempertahankan suku bunga kebijakan 3,5%.
Dengan pertimbangan ketahanan internal dan eksternal dari berbagai indikator, maka dalam Rapat Dewan Gubernur BI (24/5), BI 7 Days Repo Rate dipertahankan pada 3,5%.
Suku bunga kebijakan BI yang cenderung persisten ini, dilatari oleh inflasi yang relatively bisa dikendalikan BI dan terlebih pemerintah dengan menjadikan APBN sebagai shock absorber.
Inflasi pada bulan April 2022 oleh BPS sebesar 0,95% (month to month) dan 3,47% (year on year). Diperkirakan inflasi akan terkerek ke 4%.
Namun BI meyakini, fungsi APBN sebagai shock absorber, masih bisa memitigasi dampak inflasi akibat harga komoditas.
*Dengan mempertebal bantalan subsidi energi dalam APBN,* maka ekspektasi inflasi, khususnya cost push inflation, akibat harga energi acuan pasar yang melesat, relatively bisa dikendalikan.
Namun perlu digaris bawahi, bantalan subsidi bisa saja terbatas. Krisis geopolitik Rusia-Ukraina yang tak tampak ujung pangkal penyelesaian, masih memicu munculnya "hantu ketidakpastian."
Neraca pembayaran internatsional (balance of payment) BI yang relatif terkendali, windfall komoditas dari surplus neraca perdagangan, dilihat sebabagi semakin resilience ketahanan eksternal. Hal itu pun terlihat dari cadangan devisa yang cukup untuk membayar 6-7 bulan impor (standar internasional 3 bulan impor).
Beberapa hal tersebut, menjadi landasan BI untuk mempertahankan kebijakan suku bunga yang masih akomodatif terhadap pemulihan, dengan BI 7 Days Repo Rate di 3,5%.
Kendatipun demikian, menurut hemat kami, BI harus tetap waspada, bahwa selain inflasi _cost push,_ inflasi _demand poll inflation,_ juga dapat memberikan kontribusi terhadap inflasi secara umum.
Seiring pemulihan ekonomi, dari data BPS, pertumbuhan konsumsi Rumah Tangga meningkat, dari 3,55% menjadi 4,34% (quarter to quarter). Terkereknya konsumsi, akan mendongkrak permintaan.
Menjelang tahun ajaran baru, tingkat permintaan terhadap barang dan jasa di sektor pendidikan akan mengerek inflasi dari secara demand side. Oleh sebab itu, rantai pasok domestik, pun didorong agar mampu mengakomodasi terkereknya permintaan.
Kabar The Fed yang akan kembali menaikan kebijakan suku bunga 50 bps serta konflik geopolitik yang menggangu rantai pasok global, tetap menjadi "hantu ketidakpastian" yang senantiasa diwaspadai.
Kendatipun demikian, dengan kebijakan moneter longgar serta ketahanan fiskal saat ini, dapat dijadikan momentum untuk mengakselerasi kinerja output. Seiring insentif kepada bank penyalur kredit UMKM yang masih diberikan BI (dari hasil RDG BI), harus menjadi milestone kinerja PDB, menimbang intermediasi Lembaga keuangan adalah DARAHNYA EKONOMI
Jakarta, 24 Mei 2022
by Munir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H