Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gula RI Tak Semanis Dulu

19 April 2021   17:27 Diperbarui: 20 April 2021   06:25 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sepekan ini, ketua umum PAN mewanti-wanti, agar kurangi tabiat impor untuk penuhi rantai pasokan domestik. Maka sepatutnya, industri pangan dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream), dibenahi. Biar terus siaga dalam siklus momentum dengan demand side yang tinggi dengan produksi sendiri.

Jangan sampai jumlah penduduk RI yang besar, dengan tingkat konsumsi yang tinggi, cuma jadi pasar bagi negara importir. Kalau bisa penuhi sendiri dengan produksi dalam negeri lebih baik. Bukan berarti anti impor. Sama sekali tidak demikian.

Regulasi juga perlu di benahi, semuanya menjurus pada peningkatan produksi nasional. Kalau di hulunya diganggu-ganggu, atau di hilirnya juga dibikin onar, maka tempeleng saja sesekali. Jangan sampai ada akal-akalan spekulan biar impor.

Lantas apakah seumur-umur, kita akan terus impor gula? Hanya gara-gara ukuran rendemen tebu selalu under target. Juga under quality untuk Industri atau konsumsi. Semua karena, perusahan gula domestik, rata-rata warisan VOC.

Kualitas tebu bagus, tapi bila mesin pabriknya tua bangka, warisan Belanda, apa iya bisa memeras tebu dengan rendemen yang mumpuni? Kalau demikian faktanya, maka hingga dua hari jelang kiamat sekalipun, produksi gula selalu di bawah rata-rata kebutuhan nasional.

Rendemen tebu RI saat ini di kisaran 7%.-8%. Sementara di Thailand atau Vietnam, randemen tebunya sudah 14%-14%. Maka meski mereka negara kecil yang tak direken, tapi menjadi importir gula untuk RI. Kenapa? Karena industri gulanya bagus dari hulu hingga hilir.

***

Apa yang tersisa di balik kejayaan industri gula dikala tahun 1930? Cuma hantu balau. Konon di beberapa tempat PG warisan kolonial, kini menjadi tempat hantu. Seperti di PG Kartasana-Brebes dan PG warisan kolonial di tempat lain.

Sebagai contoh, sekarang PG Kartasana, akan dialih fungsi dengan perusahaan yang lebih profitable. Driver alat berat yang pernah hendak menggusur salah satu bagunan disitu untuk alih fungsi, tiba-tiba mati dalam hitungan hari. Tanpa sebab.

Sakit selesma pun tidak. Sakit yang berat-berat seperti serangan jantung juga tidak. Tapi tiba-tiba bininya sudah janda ditinggal mati. Itu yang disebut misteri.

Dari ujung ke ujung kampung sekitar PG Kartasana, tersiar kabar, upayah menggusur bangunan PG Kartasana, adalah bentuk perbuatan tidak senonoh terhadap tata krama Ratu Selatan yang tengah ekspansi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun