Rata-rata output sektor pendidikan RI, belum mampu menjawab kebutuhan industri. Apalagi sekarang disrupsi menuju high-tech Industri. Makanya, SDM ini yang perlu dibenahi, bukan jalan beton atau pindah ibukota atau menambah kementerian/lembaga
Pasal daya saing yang rendah itulah, kenapa investor yang masuk ke RI, dia cuma ingin ber betah-betah di bisnis portofolio. Beban sedikit untung seabrek iya. Begitu mau rugi, dia tingga hengkang sebentar sambil ngintip dari luar. Begitu otoritas RI kasih micin dan gula di pasar modal, masuk lagi. Akan begitu terus hingga hari menjelang kiamat pun.
Hal lain, problem investasi kita adalah soal tak efisien. Biaya investasi mahal. Dari strukturnya, biaya investasi di Indonesia masih sangat mahal/tidak efisien. Hal tersebut bisa dilihat dari Rasio Keluaran Modal Tambahan atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih tinggi.
ICOR Indonesia dalam rentang waktu 2011-2020, di kisaran 6,8. Sementara rata-rata negara Asean di kisaran 3-4 (Sumber : BKPM). Artinya, untuk menghasilkan 1 unit output PDB, membutuhkan modal tambahan 6,3.
Faktor penyebab tingginya ICOR macam-macam, dari masalah korupsi, SDM, rantai birokrasi yang panjang dan konektivitas. Dengan demikian, meski realisasi investasi dua tahun berturut-turun tercapai atau lampaui target, namun belum mampu mendongkrak PDB secara signifikan.
Buktinya, sepanjang 2014-2019, pertumbuhan ekonomi kita mangkrak di 5% (sebelum Covid-19). Bobot investasi kita masih kecil untuk mengungkit unit output PDB/pertumbuhan ekonomi. Investasi kita secara angka, tumbuhnya manis. Sepat pun tidak.
Justru menambah kementerian malah aneh, karena problem ICOR kita salah satunya adalah panjangnya rantai birokrasi. Disitulah sarang koruptor. Saya rasa pak Jokowi pun tahu itu !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H