Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Virus dari Wuhan dan Nyamuk di NTT

10 Maret 2020   20:20 Diperbarui: 10 Maret 2020   20:37 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto MarketWatch)

Secara nasional, Indonesia mengalami lonjakan positif covid-19. Dari 2 kasus menjadi 19. Masih ditracking---bisa jadi bertambah. Belum ada yang meninggal.

Tapi di NTT sana, berdasarkan rilis CNN tadi sore (10/3), sudah ada di atas 1000 kasus DBD. Data Dinaskes kabupaten Sika, sudah ada 13 orang yang merenggang nyawa.

Secara regional, sudah ada 32 orang di NTT yang meninggal karena DBD. Pemda Sika, sudah menaikann status wabah DBD di Maumere menjadi KLB.

Menkes sudah turun langsung ke Maumere. Dengan tenaga medis dan faskes yang terbatas, RSUD Maumere bekerja keras menangani pasien yang terus bertambah tiap hari.

Mungkin tabiat Menkes yang suka anggap enteng, kasus DBD NTT ini, belum dapat penanganan khusus dan serius. Seperti sikap enteng Menkes kala awal-awal Corona.

Untuk kasus Maumere-NTT, tidak ada jumpa pers tiap jam, pula tidak ada juru bicara dan penanganan apik seperti Covid-19. Kenapa? Apa karena tidak berdampak ke investasi? Pasar?

Memang, kalau penyakit dan nyawa yang berjatuhan, kalau tak sangkut pautnya dengan sentiment pasar dan investasi, kurang direken. Saya ulangi, dibanding Corona Virus, di NTT sana, sudah ada 32 orang yang mati karena nyamuk aedes aegypti. 

***

Di tengah wabah dan masyarakat yang mengharu biru itu, sejumlah politisi merangkap cukong, wara wiri dalam lobi-lobi politik yang _indak jaleh._ entah apa yang ada di pikiran mereka. Ada yang bicara omnibus law, soal parliamentary threshold, sampai reken-reken peta koalisi.

Lobi-lobi dan gagah gagahan politik, disaat masyarakatnya was-was dan di atas puluhan nyawa yang berjatuhan. Sudah semestinya mereka prihatin. Belanda masih jauh. Yang didepan biji mata saat ini, ada ancaman wabah dan kematian yang menganga.

Tok, tok tok, Akhirnya MA menerima JR terkait gugatan terhadap kenaikan iuran BPJS. Bagaimana ini? Di media, bejibun bikin analisa, bila iuran BPJS engga naik, maka hingga 2024 BPJS kesehatan tekor hingga Rp 77 triliun.

Sekarang ini BPJS Kesehatan defisit Rp 32 triliun. Untuk menciptakan sustainability, maka pemerintah pun sudah injeksi melalui APBN kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp.13 triliun.

Rada-radanya Menkeu sedikit ancam, kalau Perpres Nomor 75 Tahun 2019 ini batal, maka dana yang sudah disuntik Rp.13 triliun juga akan dicabut. Alasannya, bila engga ditarik, maka akan menjadi temuan BPK karena tak ada paying hukumnya uang Rp.13 triliun itu.

Kalau Perpres Nomor 75 Tahun 2019 sudah dibatalkan melalui JR, maka tak menutup kemungkinan JKSN bisa babak belur---BPJS kesehatan bangkrut dan bubar karena defisitnya membengkak.

Dari data riset CNBC  tadi (10/3/2020) pukul 16.00 WIB, potensi defisitnya bisa bertahap. Pada 2019 Rp.32,8 triliun, 2020 Rp.39,5 triliun, 2021 Rp50,1 triliun, 2022 Rp.58,6 triliun dan 2023 menjadi Rp.67,3 triliun.

Potensi defisit ini yang bikin Menkeu tanya, apa bisa BPJS kesehatan secara institusi menjadi sustain? Sulit rasanya menjawab ini, seiring pemerintah yang lagi kelimpungan menghadapi berbagai masalah ekonomi. Bisa-bisa BPJS bangkrut dan bubar. _Selamat tinggal JKN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun