Valet
100 kotak+papan kotak
Banjarsari, gardu pandang
GP
TV+speaker+teropong
1set
Banjarsari
Tentara Pelajar
TP
Sumber: wawancara dengan coordinator Salatiga Peduli, Santo pada tanggal 6 Juli 2011
*SP: Salatiga Peduli, eks TP: Tentara Pelajar
Membangun rumah ditengah keterbatasan relawan Salatiga Peduli adalah sebuah ‘keajaiban’. Keajaiban dimaksud adalah keterkaitan proses mencari sumbangan/bantuan dan aksi membangun rumah itu sendiri. Relawan Salatiga Peduli bukan termasuk kalangan ‘the haves’, mereka mempunyai kepedulian dan solidaritas yang tinggi. Sehingga keinginan untuk membangun rumah bagi korban bencana adalah sebuah kemewahan. Kepedulian dan solidaritas yang mendorong untuk bahu membahu, menghayati hakekat gugur gunung untuk mencapai tujuan bersama yaitu mengulurkan bantuan, meringankan penderitaan korban erupsi Merapi.
Proses mencari bantuan/sumbangan untuk memperoleh bahan-bahan membangun rumah menarik untuk dikemukakan. Upaya memperoleh bantuan tersebut terkandung potensi mengorganisir bantuan yang berasal dari sumber donator yang berbeda. Kemampuan menggorganisir bantuan menjadi kekuatan yang dimiliki oleh Salatiga Peduli. Kekuatan yang berguna untuk mewujudkan kebutuhan rumah bagi korban Merapi. Mengorganisir bantuan tidak hanya sekedar meminta bantuan dengan mengatasnamakan bencana Merapi, tetapi memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki para relawan Salatiga Peduli.
Kemampuan mengorganisir bantuan yang akan digunakan untuk membantu korban Merapi meliputi pertama, membujuk (lobby). Bahwa tidak semua warga yang peduli mau mengulurkan tangan memberikan bantuan dalam bentuk barang atau materi. Untuk memperoleh barang yang sesuai dengan kebutuhan bantuan yang dikehendaki yaitu membangun rumah, relawan Peduli Salatiga melakukan pendekatan kepada pihak-pihak yang mempunyai barang. Pendekatan dan bujukan dilakukan agar mau memberikan bantuan, tidak hanya pemberian tetapi juga meminta keringanan harga (discount).
Kedua, brokering atau perantaraan.[8] Salatiga Peduli memainkan peran perantaraan yang menjembatani antara pihak yang membutuhkan dengan pihak yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan. Perantaraan yang mempunyai fungsi transformasi, yaitu bantuan yang berdiri sendiri menjadi bentuk yang menggunakan aneka bantuan ke bentuk utuh seperti rumah. Salatiga Peduli dengan melakukan pendekatan dan bujukan ke pemilik sumber daya yang dibutuhkan untuk kemudian disalurkan ke korban erupsi Merapi.
Ketiga, kepercayaan(trust). Menjalankan peran perantaraan membutuhkan kepercayaan. Dan kepercayaan terbangun, selain faktor kedekatan juga faktor pengalaman. Salatiga Peduli memiliki pengalaman untuk mengorganisir bantuan pada saat bencana gempa Jogjakarta. Rekam jejak yang membentuk pengalaman dalam berkerelawanan membentuk kepercayaan dari pihak pemberi bantuan. Dalam kepercayaan terdapat faktor integritas dari Salatiga Peduli dalam mengelola bantuan, dan ini memudahkan pihak-pihak yang peduli dalam mengulurkan bantuan dan meminta pertanggung-jawaban.
Keempat, jejaring (network). Salatiga Peduli hanya mencakup kota Salatiga dan sekitarnya, dan bukan merupakan organisasi formal tetapi lebih cenderung sebagai komunitas dengan kesamaan kepentingan. Sehingga dalam menghimpun bantuan hanya mengoptimalkan jejaring local kota Salatiga, baik individu maupun korporasi, swasta maupun pemerintah. Jejaring yang dimiliki baik dalam kapasitas sebagai individu dari para relawan Salatiga Peduli maupun dari hasil pengalaman pada saat membantu korban gempa Jogjakarta digunakan untuk memperkuat program bantuan pada korban erupsi Merapi.
Jejaring dalam radar Salatiga Peduli adalah pihak pertama yang dihubungi ketika Salatiga Peduli membutuhkan bantuan. Bahkan dalam menyalurkan bantuan, misalnya dalam pembangunan rumah korban erupsi Merapi, Salatiga Peduli memanfaatkan jejaring dari relawan lain seperti dari Klaten dan Jogjakarta. Jejaring antar relawan menjadi sinergi dalam bersolidaritas untuk membantu korban dan semakin memperkokoh kerelawanan dalam membantu atau saling bertukar bantuan.
Kelima, nilai atau keutamaan (value).Kepedulian, solidaritas, dan kemauan berkorban adalah nilai yang dimiliki oleh relawan Salatiga Peduli. Nilai-nilai tersebut mungkin dimiliki oleh relawan ditempat atau organisasi lain. Tetapi karakteristik Salatiga Peduli terletak pada [1] kemauan untuk berkesinambungan dalam membantu, [2] mengorganisir bantuan secara mandiri sekaligus menyalurkan dan [3] kemauan untuk ‘turun gunung’ membantu secara aktual para korban. Kemauan berkorban nampak pada sifat kesinambungan, yaitu bahwa relawan bukan berasal dari golongan ekonomi ‘kuat’ bahkan mereka sendiri dalam keseharian mempunyai kesulitan untuk mempertahankan kehidupannya.
Dengan komitmen dan ketulusan yang kuat, melupakan diri sendiri dan bergiat dalam kerja social secara terus untuk periode tertentu. Mengesampingkan kepentingan diri sendiri dilakukan dengan menyisihkan waktu di hari libur (minggu) untuk dapat membantu korban, berarti meniadakan waktu beristirahat setelah bekerja selama satu minggu. Para relawan Salatiga Peduli tidak sekedar meminta bantuan dan menyalurkan, tetapi diri merekalah adalah sejatinya bantuan itu sendiri. Mereka ‘turun gunung’ mengambil bagian, menyingsingkan lengan untuk membangun rumah bagi korban Merapi.
Keenam, kemandirian. Salatiga Peduli mampu menunjukkan bahwa pemberian atau penyaluran bantuan dapat dilakukan oleh masyarakat tanpa menunggu komando atau perintah dari pemerintah. Kemandirian menunjuk pada inisiatif yang dimiliki relawan Salatiga Peduli untuk bergegas tanpa menunggu dalam membantu sesama yang terkena dampak bencana. Salatiga Peduli bergerak tanpa ‘sponsor’, namun dalam berproses memberikan bantuan memperoleh dukungan (sponsor) dari komponen masyarakat lainnya seperti komunitas jeep, komunitas trail, atau eks Tentara Pelajar. Artinya bahwa kegiatan Salatiga Peduli menjadi pelopor dalam setiap bencana dan memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Dukungan ini membentuk jejaring yang sinergis dalam mengoptimalkan peran kerelawanan.
Ketujuh, kampanye-publikasi. Pengorganisasian dalam bentuk kampanye atau publikasi bukan merupakan kesengajaan atau sebuah desain strategis yang dilakukan secara sadar oleh Salatiga Peduli. Kampanye ini adalah ‘bonus’ sebagai bentuk apresiasi media (cetak) atas tindakan kerelawanan Salatiga Peduli. Sebenarnya kampanye-publikasi disini adalah liputan media yang memotret ‘kisah’ dan kiprah Salatiga Peduli dalam membantu korban erupsi Merapi. Liputan tersebut dimaknai sebagai publikasi karena dengan liputan tersebut mengundang ketertarikan (calon) donatur yang memiliki kepedulian tetapi belum tahu kemana harus mewujudnyatakan kepedulian dalam bentuk bantuan.
Kampanye publikasi inilah yang kemudian juga meningkatkan jejaring bagi Salatiga Peduli. Jejaring yang memperkokoh solidaritas dan kerelawanan yang sudah dilakukan. Kokohnya solidaritas memperluas cakupan pemberian bantuan, dan memoptimalkan jenis bantuan yang dapat dilakukan oleh Salatiga Peduli. Komponen masyarakat yang berada diluar kota Salatiga, tetapi masih memiliki keterkaitan secara historis dengan kota Salatiga mengetahui keberadaan dan kiprah Salatiga Peduli. Dari publikasi inilah, cakupan Salatiga Peduli meluas yaitu Salatiga tidak hanya dalam pengertian penduduk kota Salatiga dan sekitarnya yang peduli, tetapi warga kota Salatiga di perantauan atau individu yang pernah tinggal di Salatiga.
Kedelapan, ikatan historis. Sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu kekuatan Salatiga Peduli adalah keterikatan historis, yaitu dalam hal pengalaman memberikan bantuan pasca gempa Jogjakarta. Para relawan Salatiga Peduli terdiri dari relawan yang berpengalaman melakukan kerja-kerja social pada saat gempa Jogjakarta. Ketika Merapi meletus, panggilan hati yang didorong oleh empati dan solidaritas menyatukan mereka untuk kembali melakukan aksi serupa.
Ikatan historis juga terjadi ketika gema kiprah Salatiga Peduli terdengar atau terdeteksi oleh warga kota Salatiga yang berada diperantauan atau warga yang pernah tinggal di Salatiga. Mereka mengulurkan bantuan melalui Salatiga Peduli, seperti yang dilakukan oleh pihak pemberi bantuan yang dimintai tolong oleh Salatiga Peduli. Pemberi bantuan ‘berani’ dan yakin mengulurkan bantuan juga karena terdapat ikatan historis masa lalu. Dimana mereka melihat Salatiga Peduli dapat dipercaya dan berintegritas untuk menyalurkan bantuan kepada korban bencana.
Gotong Royong adalah Jiwa Bangsa
Erupsi Merapi sudah berlalu, tetapi dampak masih hadir dan belum dapat pulih seperti sedia kala. Bangunan rumah semi permanen yang dibangun baik oleh Salatiga Peduli maupun pihak lain masih ada. Entah sampai kapan pemulihan akan berlangsung, tetapi semangat penduduk lereng merapi tetap berkobar. Mereka berjuang mengatasi keterbasan dan melawan keterpurukan pasca bencana. Memungkasi tulisan dilakukan dengan sajak sebagai berikut;[9]
[1]http://en.wikipedia.org/wiki/Gotong_royong diakses pada tanggal 21 Juni 2011.