Karya yang dilakukan oleh Pater Cornelissen, memperlihatkan kepada kita akan karya Tuhan Yang Maha Besar untuk Flores. Tuhan tidak minta ditolong. Tuhan telah mengutus umat pilihannya untuk memajukan Flores dan NTT yang termiskin ini.
Tuhan telah mengutus juga seseorang yang  telah mewarisikan tradisi tenun dan tanaman kelor ke NTT. Siapa saja dapat dipilih. Tidak harus politisi.
Melihat lebih jauh asal tanaman kelor. Kelor  adalah  suatu peristiwa penetrasi budaya. Perjalanan perdagangan yang mengikuti jalur kapas telah mengantarkan beberapa budaya dari Asia tengah bagian selatan sampai ke wilayah Flores dan NTT. Diataranya tenun, gading gajah, tanaman kelor dan perdagangan kapas menjadi bagian dari masyarakat Flores saat ini. Selain itu, ada pula pengaruh perdagangan rempah oleh  Belanda dan Portugis  yang turut membentuk budaya Flores dan NTT secara umum.   Â
Berbeda dengan Portugis dan Belanda yang turut  menyebarkan agama, pengaruh budaya hindu dari himalaya ini tampaknya tidak ikut mewarnai  kehidupan beragama di NTT. Beberapa wilayah di NTT  memiliki sub ras dari himalaya, misalnya daerah Bajawa, Flores Timur dan paling dominan di kabupaten Sabu Raijua. Budaya yang tenun dan gading serta tanaman kelor yang melekat di dalam tradisi masyarakat NTT.
Dengan  adanya inkulturasi budaya luar terhadap budaya lokal, menjadikan NTT merupakan wilayah yang terbuka dengan budaya luar. Hal ini dapat dilihat dari sub ras  masyarkat asli NTT. Bukan suatu kebetulan bahwa NTT telah didiami oleh 3 sub ras utama. Ras Melayu Mongoloid, Ras Melanesia dan Ras Polinesia. Secara sub ras,  menjadikan NTT sebagi wilayah utama aslinya penduduk Indonesai. Dengan adanya keberagaman kultural ini, kita warga NTT  adalah  "jembatan" dalam membangun dialog dengan seluruh kepentingan masyarakat bangsa.
Dengan adanya keberagaman budaya,  masyarakat NTT adalah masyarakat yang kaya akan nilai-nilai. Sesuatu yang terlahir atas kehendak Ilahi. Pemberian dari Yang Maha Kuasa. Keberagaman budaya ini pula menjadi  tantangan bagi pemimpin  dalam membuat strategi kebijakan pembangunan. Diperlukan seni kepemimpinan yang mampu membangun kesetaraan dan iklusif dalam keberagaman itu.
Apabila strategi tersebut dapat terpenuhi, akan membuka daya efek multiple dari seluruh masyarakat NTT untuk persatuan guna membangun NTT. Â Dalam sejarah NTT, apa yang dilakukan oleh Pater Cornelissen, SVD Â patut ditiru. NTT membutuhkan pendidikan yang berkualitas, pendidikan berkelas internasional. Melanjutkan misi yang telah dilakukan oleh pater.
Meniru dari keberhasilan yang pernah ada, dengan memperhatikan kondisi Indonesia saat ini yang  berada di garis depan dinamika global, pesan untuk kita semua bahwa NTT dapat berdaya apabila ada kesatuan visi antara pemimpin dan masyarakatnya.  Diperlukan strategi kepemimpinan untuk mengakomodasi perbedaan ini. Visi yang dibangun dengan fondasi nilai-nilai budaya. Pemimpin NTT yang memiliki kemampuan melampau sekat budaya antar wilayah dan memiliki visi membangun sumber daya manusia NTT yang unggul dan berkelas internasional.
Akhir kata, NTT memerlukan pemimpin revolusioner dengan visi besar yaitu pemimpin yang membawa perubahan untuk kemajuan. Pemimpin dengan filosofi daun kelor yaitu pemimpin yang mampu mengelola kekuatan budaya NTT yang  sederhana dan religius.Â
Pemimpin sederhana yang mampu mengembangkan kekuatan  di bidang sosial budaya serta pengembangan pengembangan sumber daya manusia masyarakat NTT. Pemimpin yang mampu melahirkan pemimpin berikutnya. Mari kita semua... belajar banyak dari apa yang telah dilakukan oleh Pater Cornelissen, SVD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H