Dalam hasil pengamatan Steven Lavitsky, Daniel Ziblat dan juga Juan Linz dapat memberikan sedikit pandangan untuk membuka pikiran kita untuk bagaimana melihat keadaan Indonesia hari ini. Pemilihan Presiden di Indonesia jelas melalui proses pemilu yang sah, menunjukan bahwa benar sistem kita adalah demokrasi, namun ketika sudah terpilih kita seperti melihat satu persatu lembaga demokasi dibajak, aturan main demokrasi diharaukan, bahkan kebebasan sipil dibatasi.
Contoh konkritnya, menjelang pandemi lampau kita melihat RUU KPK disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Dengan disahkanya undang-undang tersebut membuat beberapa perubahan pada tubuh KPK yang akan mengancam independensi KPK serta berpengaruh pada progresivitas pemberantasan korupsi di Indonesia, beberapa perubahan tersebut diantaranya; masuknya KPK kedalam rumpun eksekutif, adanya dewan pengawas pada tubuh KPK dan status alih pegawai KPK menjadi ASN.
KPK yang lahir dari rahim reformasi sekaligus menjadi puncak harapan masyarakat Indonesia terhadap pemberantasan korupsi kini terancam. Seharusnya komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi harus teraktualisasi pada penguatan lembaga KPK itu sendiri.
Selain itu pemerintah juga seharusnya bisa fokus pada penanganan pandemi yang angkanya terus naik, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penanganan Covid-19 dirasa belum efektif, selain daripada angka Covid-19 juga meningkat disamping itu masalah-masalah lain juga menggerogoti, seperti resesi ekonomi, sarana prasarana kesehatan yang tidak bisa diakses oleh semua orang, masalah pendidikan yang stagnan, pengangguran dan kemiskinan juga semakin meningkat.
Tentunya, hak-hak fundamental itu perlu dipenuhi dan harus mendapatkan perhatian serius. “Salus populi suprema lex” bahwa keselamatan rakyat adalah hukum yang paling tinggi. Menurut Jimly Assidiq mengutip pada bukunya Hans Kelsen yang berjudul General Theory Of Law and State menyebutkan bahwa salah satu elemen negara adalah adanya jaminan hak dan kebebasan asasi manusia. Maka dari itu Negara seharusnya hadir untuk menjaga dan memenuhi hak-hak fundamental tersebut. Bukan malah sebaliknya justru negara hadir menjadi perampok hak-hak yang seharusnya dijunjung tinggi.
Gelombang kritik yang hadir dari rakyat harusnya dapat didengar dan menjadi aspirasi dan nantinya akan melahirkan kebijakan yang juga berpihak kepada rakyat, selain itu juga menurut Nurcholis Majid bahwa demokrasi itu membutuhkan rumah, dan rumahnya itu adalah masyarakat madani. Masyarakat madani diartikan sebagai masyarakat yang berkemajuan, memiliki intelektual dan moral yang seimbang, selain itu fungsinya dapat menjadi evaluator bagi pemerintah, agar sistem demokrasi terus berjalan dengan baik dan sehat.
Pandemi hari ini seharusnya menjadi momen evaluasi besar bagi pemerintah, kesadaran akan kesejahtraan rakyat harusnya juga menjadi motivasi besar untuk bisa melakukan perubahan besar. Negara sebagai organisasi kekuasaan tersebesar yang mendapatkan legitimasi rakyat idealnya mempunyai tujuan dalam mewujudkan kepentingan rakyat, penegakan hak asasi manusia, serta pemecahan masalah dengan solusi yang tepat. Tidak dapat disangkal bahwa tumbuhnya tirani hari adalah karena selalu mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok tanpa berpikir terpilihnya mereka karena menanggung harapan besar dari rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H