1. Hukum Perdata Islam di Indonesia
Hukum Perdata Islam di Indonesia merupakan suatu hukum privat dan materiil yang mengatur hak dan kewajiban seseorang di Indonesia yang menganut agama Islam.Â
Hukum ini tidak dapat dipisahkan oleh sejarah Islam yang menunjukkan sebuah institusi yang menunjukkan bukti signifikan. Dalam hukum ini mengkaji tentang perihal hubungan manusia dengan badan hukum satu sama lain terhadap suatu benda yang keniscayaannyakeniscayaannya/keberadaannya mewarnai tata cara hukum di Indonesia.Â
Hukum ini bersifat mengikat yang didasari dengan Al-Quran, Sunnah yang harus diyakini untuk setiap umat muslim baik dalam hubungan sosial, ketuhanan maupun makhluk ciptaannya dengan tuhannya.
2. Prinsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Bahwa suatu perkawinan akan membentuk keluarga yang kekal sampai maut memisahkan dan tidak serta merta untuk permainan. Perkawinan yang dinyatakan sah apabila  dilaksanakan sesuai kepercayaan dan hukumnya  masing-masing.
Ketika seorang suami akan  berpoligami harus se izin istri karena akan menjadi bukti kekuatan yang harus dipenuhi sebelum mengajukan ke pengadilan. Suami juga harus menjamin bahwa ia mampu menafkshi istri dan anak-anak nya baik jasmani malun rohaninya dan memberikan waktu yang adil untuk keduanya ketika sudah disahkan. Apabila tidak melalui proses peradilan akan menimbulkan  kekerasan dalam rumah tangga dan tidak mendapatkan haknya sebagaimana yang  seharusnya.Â
Pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang akan berpoligami apabila istri tidak bisa memberikan keturunan, istri yang cacat badan/penyakit yang tidak dapat disembubkan dan  istri tidak dapat menjalankan kewajibannya seprimsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI Bahwa suatu perkawinan akan membentuk keluarga yang kekal sampai maut memisahkan dan tidak serta merta untuk permainan. Perkawinan yang dinyatakan sah apabila  dilaksanakan sesuai kepercayaan dan hukumnya  masing-masing.
Ketika seorang suami akan  berpoligami harus seizin istri karena akan menjadi bukti kekuatan yang harus dipenuhi sebelum mengajukan ke pengadilan. Suami juga harus menjamin bahwa ia mampu menafkahi istri dan anak-anak nya baik jasmani malu rohaninya dan memberikan waktu yang adil untuk keduanya ketika sudah disahkan.Â
Apabila tidak melalui proses peradilan akan menimbulkan  kekerasan dalam rumah tangga dan tidak mendapatkan haknya sebagaimana yang  seharusnya. Pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang akan berpoligami apabila istri tidak bisa memberikan keturunan, istri yang cacat badan/penyakit yang tidak dapat disebabkan dan  istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
3. Dampak pentingnya pencatatan perkawinan dan dampak jika tidak melakukan pencatatan perkawinan sosiologis, religious, yuridis
 Pentingnya melakukan pencatatan perkawinan dapat memberikan kepercayaan dan hak bahwa suami istri menjadi pasangan yang sah.  Hal ini untuk mendapatkan kepastian hukum dan nasab untuk keturunannya nanti .
Perkawinan yang dilaksanakan sesuai kepercayaan akan tetapi belum dicatatkan dalam negara sama halnya melakukan pernikahan sirri dan pada catatan negara mereka sama-sama berstatus lajang. Sehingga perlindungan hukum yang terkait dengan hak perempuan akan menjadi lemah dan tidak bisa dilindungi untuk mendapatkan nafkah, warisan dan harta gono gini bila terjadi perceraian.
Perkawinan merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan konsekuensi yuridis sangat luas, yang mana dokumen pencatatan perkawinan pada kemudian hari dapat dibuktikan dengan autentik sehingga masing-masing pihak mendapatkan perlindungan oleh negara ketika terjadi problem.  Perkawinan  yang tidak dicatatkan akan mengahambat status anak yang akan memiliki akte kelahiran dan penyelenggaraan pendidikan karena status mereka tidak diketahui dengan jelas baik dalam agama maupun negara.
4. Pendapat ulama dan KHI tentang perkawinan wanita hamil
Menurut pendapat Imam syafi'i bahwa menikahi  wanita yang telah hamil karena perbuatan zina makan diperbolehkan baik orang yang menghanilinya atau orang lain. Pendapat imam maliki menjadi tidak sah kecuali laki-laki yang menghamili harus memenuhi syarat terlebih dahulu. Pendapat imam hanafiyah hukum menikahi wanita hamil tetap sah baik laki-laki yang menghamili maupun tidak serta tidak boleh berkumpul kecuali saat melahirkan.
Pasal 53 KHI seorang yang telah melakukan zina tidak diberikan hukuman kan tetapi mereka diharuskan untuk segera melangsungkan pernikahan agar tidak menimbulkan kontroversi lebih lanjut. Walaupun seorang yang telah melakukan zina akan didera 100 kali namun dalam KHI berlandaskan dalam QS. An-Nur: 3 bahwa laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini melaikan laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik. Dengan demikian diharamkan atas orang-orang mukmin.
5. Cara menghindari sebuah perceraian
1. Menjaga komunikasi dengan baik sesama pasangan
2. Menghindari tindakan kekerasan,
3. Menghargai setiap pendapat dari pasangan
4. Berdoa dan dan tawakal epada Allah swt
 5. Memperbaiki diri atas kesalahan yang telah diperbuat.
 6. Saling menguatkan ketika mengahadapi permasalahan yang terjadi.
6. Judul Buku: Hukum Acara Perdata Di Indonesia
Pengarang: Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro, SH. Â Â
Kesimpulan :
Â
Dari buku tersebut saya menarik kesimpulan, untuk bisa andil dalam berperkara kita harus bisa memahami dan mengetahui apa-apa saja yang akan kita lalui, resiko dan pembelajaran yang akan kita dapat. Buku ini sangat berguna untuk itu semua karna penjelasanya yang jelas. Bagaimana tata cara berperkara yang baik dan benar semua dijelaskan dalam isi buku dari awal pengajuan dari salah satu penggugat sampai putusan pengadilan.
Di Indonesia dibuka kemungkinan menjalankan "requ eat-civiel," yaitu peninjauan kembali putusan-putusan Pengadilan da- lam perkara perdata yang sudah berkekuatan tetap (kracht van gewijs- de).
Request civiel ini dimungkinkan berhubung dengan ada yuris prundensi di zaman kononial Belanda, bahwa peraturan request-civiel yang termuat dalam "Reglement op de Rechtsvordering" secara inter- prestasi atau penafsiran dapat diperlukan bagi "Landraad" (Penga- dilan Negeri) meskipun peraturan itu tidak termuat dalam H.I.R.
Apabila sekarang akan diadakan Undang-undang Nasional ten- tang Hukum Acara Perdata, maka sudah selayaknya, jika di situ dimuat secara tegas peraturan "request-civiel" ini, seperti yang ter- muat dalam "Reglement op de Rechtsvordering" Buku I titel. Menurut pasal 385 dari "Reglement" itu untuk request-civiel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H