"Nasihat yang mana.." kataku terbata-bata dengan rasa iba.
"Itu lhooo..., kamu dulu kan pernah bilang harusnya kami itu pacar-pacaran dulu, cium-ciuman, kawin-kawinan baru kawin beneran. Tapi apa mau dikata, aku cinta dia dan sudah terlanjur menjadi istrinya!"
"Terus bagimana akhirnya? Kalian jadi bertempur di malam ketiga?"
"Ahirnya semuanya oke juga" kata Melati perlahan. Mulutku hampir mengucapkan kata "enak nggak?" tapi cepat-cepat kututup mulutku, takut tidak enak kepadanya. Melati menatap tajam kepadaku seakan mengerti isi pikiranku. Seketika dia berteriak, "Justru itulah pengalamanku yang paling berkesan, nggak bakal lupa seumur hidup, harusnya dari dulu booo. Hahahaha.." dia tertawa kesenangan.
Kini Aku terdiam. Lima belas tahun telah berlalu dan aku masih tetap menjomblo. Kini aku mengharapkan bantuan Melati untuk mencarikan seorang pengantin bagiku. Hitam atau putih, kurus atau gemuk tidak masalah bagiku, selama dia bukan pengantin bom panci. Aku mau juga dong menikmati malam pengantin, pake baju lengkap atau dua sandal juga gak papa...
Aditya Anggara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H