Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sarri Menuju Pintu Keluar Chelsea

13 Februari 2019   02:14 Diperbarui: 13 Februari 2019   02:27 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maurizio Sarri dan Gianfranco Zola, sumber : Daily Star

Dalam skema Sarri ball, Jorginho menjadi pusat permainan dan menjadi penghubung antar lini lewat peran sebagai DLP (Deep-Lying Playmaker) DLP merupakan pivot yang berdiri di antara lini tengah dan belakang yang memiliki tugas mengalirkan bola. DLP menjadi pembagi bola dan pengatur irama permainan tim, termasuk juga sebagai perencana serangan balik cepat bagi timnya. Itulah sebabnya seorang DLP harus mempunyai visi yang baik dan pintar membaca permainan.

Peran Jorginho ini mirip seperti peran Andrea Pirlo ketika bermain di Milan atau Juve dulu. Akan tetapi sama seperti Jorginho, Pirlo bukanlah seorang gelandang bertahan sejati. Itulah sebabnya Pirlo butuh bantuan pengawal seperti Pogba atau Vidal saat ia bermain di Juve dulu. Karena pintar membaca permainan, DLP ini sering menghentikan serangan lewat intersep alih-alih lewat tekel yang bisa membahayakan kaki.

Namun penggunaan DLP ini mempunyai kekurangan juga. Ketika DLP tidak dalam performa baik, hal ini justru dapat merusak irama permainan tim. Permainan tim menjadi kacau karena tidak ada koordinasi antar lini. Selain itu, jika tim lawan menerapkan pressing ketat dan mampu menjaga sang DLP, maka tim dalam kesulitan besar, dan itulah yang terjadi dengan Chelsea kemarin itu.

Sama seperti Liverpool dengan gegenpressing-nya, Manchester City juga menerapkan skema pressing dan menyerang lewat skema tiki-taka sejak di lini pertahanan lawan sendiri. Kalau Chelsea mengandalkan seorang DLP (Jorginho) untuk perubahan transisi dari bertahan ke menyerang atau sebaliknya, maka Liverpool dan City mengandalkan trio penyerangnya untuk melakukan itu.

Akibatnya memang sangat dasyat, sebab transisi permainan itu justru sudah terjadi di area pertahanan lawan sendiri! Contohnya dapat kita lihat dalam gol ketiga City (gol kedua Aguero) yang bermula dari kesalahan Ross Barkley ketika membuang bola, dan langsung segera dieksekusi Aguero sebelum bola itu menyentuh rumput. Betapa cepatnya refleks Aguero dalam mengubah "mode transisinya" dari bertahan ke menyerang, karena saat itu bola sebenarnya dalam penguasaan pemain Chelsea!

Sejak awal trio Sterling, Aguero dan Bernardo Silva sudah langsung menekan kwartet bek Chelsea justru di area pertahanan Chelsea sendiri. Dan hasilnya pun langsung didapat seketika. Menit ke-4 Sterling langsung menjebol gawang Chelsea. Pressing ala City ini dilakukan secara kolektif dan terorganisir dengan melibatkan juga trio de Bruyne, Fernandinho dan Gundogan.

Akibatnya sepanjang laga Chelsea praktis tertekan. Selain itu Jorginho juga jarang mendapat bola karena de Bruyne dan Fernandinho selalu bergantian menjaganya. Kesal tidak mendapat bola, Jorginho kemudian berusaha untuk terus mencari atau merebut bola, dan gagal! City adalah salah satu tim terbaik di dunia dalam penguasaan bola lewat skema tiki-taka, dimana bola mengalir cepat berpindah dari kiri ke kanan bak alunan simfoni orkestra yang sangat enak dinikmati.

Ketika Jorginho tak mendapat bola, praktis trio Hazard, Pedro dan Higuain menjadi pengangguran. Apalagi trio penyerang ini tidak mampu (tidak mau) melakukan pressing ketat terhadap pemain-pemain City. Akhirnya laga menjadi berat sebelah! Jorginho yang berusaha mengejar bola justru meninggalkan lubang di tengah yang kemudian dieksplorasi dan dieksploitasi oleh de Bruyne, Gundogan dan Aguero.

Kante yang berusaha melapis sisi tengah kemudian juga meninggalkan lubang di sisi kanan pertahanan Chelsea. Sterling yang menggila dibantu bek sayap Oleg Zinchenko benar-benar menghabisi Chelsea dari sisi kanan mereka. Azpilicueta pun tak sanggup menjaga pergerakan Sterling yang terlibat dalam empat gol City itu.

Chelsea memang kalah segalanya dari City. Skor telak 6-0 itu adalah bukti dari tidak manjurnya skema rencana Sarri ketika berhadapan dengan City. Sarri terlena dengan kemenangan semu 2-0 atas City dulu, plus kemenangan telak 5-0 atas Huddersfield yang tidak mencerminkan kekuatan Chelsea yang sesungguhnya.

Mari kita flashback lagi laga Chelsea-City di Stanford Bridge (9/12/2018) dulu. Ketika itu kedua tim sama-sama menerapkan sistim pressing ketat secara kolektif yang membuat tidak banyak peluang yang bisa didapatkan oleh kedua tim. Namun City lebih mendominasi permainan dan percobaan tembakan. Sebuah gol Kante dari asis Hazard pada menit ke-45, bahkan merupakan percobaan pertama dari Chelsea!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun