Akhir-akhir ini jargon Piye kabare penak zamanku to kembali merebak seiring dengan lahirnya sebuah partai baru yang juga diisi oleh keluarga pelantun jargon di atas tadi. Romantisme masa lalu yang semuanya serba enak dan swasembada beras menjadi salah satu produk unggulan dari politisi partai ini.
Romantisme masa lalu ini ibarat mengunggah kenangan lama ketika kita pertama kali berciuman. First kiss never fade... kata orang Boyolali. Entah lah apakah orang masih mengatakan hal yang sama ketika yang pertama itu sudah berada di sisinya selama 50 atau 60 tahun...
Atau anggaplah anda sekarang berusia 75 tahun. Apakah anda bisa mengulang atmosfir first kiss never fade itu kembali? Tentu saja itu sebuah hil yang mustahal bukan? Sebab tekstur dan kekenyalan bibir anda sudah berubah banyak! Belum lagi lidah, rahang dan gigi (yang tidak lengkap lagi...) yang so pasti akan mengurangi sensasi French kiss tadi...
Jadi pesona first kiss never fade itu cukup anda keep in your heart not in your mind, agar hidup ini bisa berjalan dengan baik, aman dan terkendali.
Romantisme masa lalu ini juga ibarat memberikan es krim kepada anak yang sedang flu dengan amandel yang bengkak! Es krim itu pastilah sangat enak, tetapi kemudian berubah menjadi petaka bagi sianak tadi.
***
Dulu sekitar tahun 80-an, kita memang pernah swasembada beras. Tapi disini kita harus berhati-hati, sebab banyak yang tidak aware dengan parameter yang dipakai sebagai acuan.
Ada tiga hal yang saya pakai sebagai acuan dalam menentukan keberhasilan swasembada beras ini. Pertama, Regim kebijakan pemerintah. Kedua, Jumlah penduduk. Ketiga, Luas lahan pertanian.
Pertama, Regim kebijakan pemerintah
Pada zaman otoriter Soeharto, swasembada beras memang menjadi target utama. Walaupun tidak memakan beras, tetapi pemerintah Hindia Belanda jauh sebelumnya sudah membangun jaringan irigasi dengan sangat baik. Soeharto kemudian jor-joran berutang miliaran dollar untuk membangun waduk, bendungan dan jaringan irigasi. Tentu saja proyek tersebut sarat dengan KKN dan mark-up biaya. Hutang dulu itulah yang membebani saat ini
Agar bisa sukses, program pertanian dan penyuluhan terpadu lalu diterapkan. Termasuk juga membentuk kelompencapir, yang sering terlihat di televisi melakukan dialog dengan Soeharto ketika itu. Kalau sekarang orang menyebutnya pencitraan. Tapi kalau dulu orang waras tidak akan berani menyebut begitu.