Pernyataan Sandiaga Uno mengenai keberadaan tempe setipis kartu ATM kemarin itu kemudian menimbulkan kehebohan di masyarakat. Konon BIN dan segenap intel dari berbagai instansi langsung bergerak cepat untuk menelusuri keberadaan tempe setipis kartu ATM tersebut. Tak kurang dari Presiden Joko Widodo sendiri juga turun ke sebuah pasar di Bogor untuk mencari keberadaan tempe malang tersebut.
Belum lagi reda kehebohan soal tempe, kini beredar pula rumor mengenai keberadaan pisang goreng setipis kartu ATM. Ditengarai hal ini diakibatkan oleh kenaikan harga pisang yang memang berpatokan kepada kurs US dollar maupun minyak Brent itu. Artinya, ketika terjadi kenaikan kurs US dollar maupun minyak bumi, maka harga pisang otomatis akan naik juga!
Sama seperti tempe, pisang goreng ini adalah komoditas strategis di negeri ini, sehingga rawan dipolitisir. Krisis moneter pada tahun 1997-1998 lalu telah menghancurkan banyak negara di Asia termasuk Indonesia. Harga-harga makanan seperti pizza, spaghetti, burger maupun hotdog kemudian melonjak naik membuat rakyat di banyak negara semakin susah untuk dapat menikmatinya.
Namun hal itu rupanya tidak terlalu berpengaruh bagi masyarakat Indonesia. Itu karena makanan sehari-hari warga adalah tempe dan pisang goreng, yang ternyata kebal terhadap pengaruh George Soros dengan krisis moneternya tersebut.
Berikut adalah pernyataan beberapa tokoh penting mengenai sosok pisang goreng ini.
Mahatma Gandhi,
"Pisang goreng itu sama seperti tepung gandum dan menjadi simbol perlawanan rakyat melawan imperialisme tanpa kekerasan"
Yasser Arafat,
"Dulu simbol perlawanan saya ketika menghadapi zionis Israel adalah Senjata AK47 ditangan kanan dan daun Zaitun ditangan kiri. Setelah berkunjung ke Indonesia, simbol perlawanan itu kemudian berubah menjadi pisang goreng"
Moshe Dayan, militer dan mantan PM Israel (matanya cuma satu)
"Penyebab perang Israel-Palestina dulu itu sebenarnya sepele saja. Ketika itu Yasser Arafat menawarkan saya untuk makan pisang goreng sambil melakukan perundingan empat mata..."