Seperti kita ketahui bersama, Barcelona akhirnya berhasil menghajar Real Madrid dengan skor telak 5-1 dalam laga bertajuk El Clasico yang berlangsung di Camp Nou, yang juga merupakan kandang Barcelona pada Sabtu 28 Oktober kemarin.
 "Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak." Setelah laga El Clasico tersebut, pelatih Real Madrid, Julen Lopetegui kemudian ditendang oleh Bos Madrid. Empat bulan sebelumnya, sehari jelang kick-off Piala Dunia 2018, Julen Lopetegui juga ditendang oleh Bos Timnas Spanyol gegara Bos Madrid mengumumkan bahwa Lopetegui telah bergabung dengan Madrid.
Malang betul nasib Lopetegui ini. Layakkah dia dipersalahkan atas prestasi Madrid ini? Sungguh tidak adil mengingat pelatih ini baru saja bergabung sekitar empat bulan dengan Madrid. Akan tetapi Lopetegui juga sudah paham kalau di Madrid itu hanya ada dua peraturan.
Peraturan pertama, Bos tidak pernah salah. Peraturan kedua, kalau Bos salah harap kembali ke peraturan pertama.
Florentino Perez (sang bos) perlu kambing hitam untuk dipersalahkan atas tragedi yang terjadi pada Madrid ini. Dan Lopetegui adalah sosok yang paling pas untuk saat ini!
Langkah Florentino Perez ini memang sudah tepat. Ini bukan menyangkut soal gengsi saja, tetapi juga bisnis! Ada jutaan fans Madrid diseluruh dunia. Penjualan tiket, sponsorship dan merchandise yang menjadi sumber pemasukan klub sangat tergantung kepada mereka itu. Sekali mereka berpindah ke lain hati, apalagi ke klub saingan, maka Madrid akan menuai bencana!
Lopetegui "sipembawa sial" itu sudah dipecat, dan nantinya akan diganti dengan pelatih yang lebih capable sesuai dengan keinginan fans. Pada transfer window musim dingin nanti, Madrid juga akan jor-joran membeli pemain bintang pujaan fans. Demikianlah kira-kira janji Perez kepada para fans yang kecewa dengan prestasi Madrid saat ini.
Akan tetapi itu adalah cerita dulu! Dua tahun terakhir Ronaldo sudah kehilangan kecepatan, tenaga dan daya jelajahnya. Ronaldo memang belum kehilangan hasrat untuk bermain bola, sekaligus insting untuk mencetak gol sebanyak mungkin. Namun rasio gol yang didapatnya dari setiap peluang sudah semakin mengecil. Hal ini memang wajar mengingat usianya yang semakin menua.
Sepuluh tahun terakhir ini, prestasi Madrid di La Liga juga tidak lah istimewa. Mereka hanya bisa dua kali juara La Liga, sementara Barcelona bisa meraih tujuh kali. Sisa satunya lagi direbut oleh tetangga Madrid yaitu Atletico Madrid.
Sepuluh tahun terakhir Madrid sudah memiliki delapan pelatih termasuk Santiago Solari (pelatih sementara) Mereka itu adalah Julen Lopetegui (2018) Zinedine Zidane (2016-2018) Rafael Benitez (2015-2016) Carlo Ancelotti (2013-2015) Jose Mourinho (2010-2013) Manuel Pellegrini (2009-2010) dan Juande Ramos (2008-2009)
Artinya kalau prestasi madrid memang oke, tentu saja mereka tidak akan memiliki daftar pelatih sebanyak itu. Daripada membahas pelatih, saya lebih tertarik membahas beberapa pemain kunci yang justru menjadi biang kerok buruknya prestasi Madrid saat ini.
Raphael Varane
Varane adalah salah satu bek tengah terbaik dunia saat ini. Varane juga menjadi pemain kunci di sektor pertahanan Madrid selama ini. Dia kemudian membawa Perancis menjadi juara dunia berkat penampilan apiknya. Namun hal sebaliknya kemudian terjadi dengan Madrid. Hampir sepanjang awal musim ini Varane bermain buruk. Tackling buruknya pada El Clasico kemarin berbuah penalti yang menjadi awal gol Suarez. Dia kemudian ditarik pada babak kedua!
14 gol bersarang di gawang Madrid dari 10 pertandingan adalah bukti betapa rapuhnya Varane bersama Ramos, padahal gawang Madrid dijaga oleh kiper terbaik dunia! Euforia juara Piala Dunia bersama Perancis kemarin bisa saja mempengaruhi penampilan Varane ini. Varane masih menjadi bek terbaik, tetapi dia perlu motivasi dan konsistensi agar kembali ke bentuk permainan terbaiknya.
Sergio Ramos
Tidak bisa dipungkiri kalau Ramos adalah bek terbaik dunia pada masanya, karena dia sanggup bermain keras, kasar, licin dan licik dalam satu paket yang utuh. Ahli provokasi dan diving adalah salah satu kelebihan lainnya.
Moh Salah (Liverpool) sudah mengalaminya sendiri pada laga Liga Champion 2018 kala bersua Madrid di final. Entah bagaimana caranya, Salah harus keluar lapangan dengan meringis dan menginap di rumah sakit karena dislokasi bahu...
Setiap saat Ramos selalu berlari ke depan untuk menciptakan gol, dan dia tampak seperti ingin menjadi pangeran baru Madrid sepeninggal Ronaldo. Sang kapten ini mencoba berperan sebagai jenderal lapangan, tetapi tidak pernah berhasil. Ramos memang pintar membaca permainan dan punya visi. Akan tetapi hasratnya ternyata lebih besar dari kemampuannya. Setiap serangan balik ke Madrid pasti akan berbahaya, karena Ramos selalu terlambat turun.
Kalau saya menjadi pelatih Madrid, pasti Ramos akan saya dorong sedikit ke tengah, berduet dengan Casemiro, sebab disitulah posisi terbaiknya. Sebagai gantinya dicarikan bek tengah yang tetap setia untuk menempati pos-nya.
Ini sama seperti ketika Guardiola mencari solusi bagi John Stones (bek tengah City) yang doyan berkeliaran di kotak penalti lawan. Stones akhirnya didorong ke tengah untuk menjadi pelapis Fernandinho.
Marcelo
Wing bek kiri ini menjadi titik terlemah Madrid. Hampir semua serangan balik cepat lawan lewat sisi kiri Madrid. Sama seperti Ramos, Marcelo doyan berkeliaran di kotak penalti lawan, dan hampir selalu terlambat turun. Dalam usianya yang semakin senja dan rawan cedera, Marcelo sebenarnya tidak layak lagi menjaga pos kiri Madrid.
Akan tetapi Marcelo punya visi yang baik dalam permainan. Dia juga termasuk pengumpan terbaik dan punya kemampuan untuk mencetak gol. Solusinya, Marcelo didorong ke depan sebagai pemain flank, dan tugas pertahanan digantikan oleh bek kiri yang fokus dalam membantu pertahanan.
Luca Modric
Modric adalah aktor utama keberhasilan Madrid selama ini. Modric adalah pemain terbaik Piala Dunia 2018 dan FIFA. Modric bahkan membawa Kroasia ke final Piala Dunia 2018. Namun sama seperti Varane, penampilan Modric sepanjang awal musim ini sangat mengecewakan. Euforia Runner-up Piala Dunia bersama Kroasia kemarin sepertinya mempengaruhi penampilan Modric yang terlihat loyo dan miskin kreativitas.
Isco
Digadang-gadang sebagai pemain masa depan Madrid, namun penampilan Isco tidak pernah berkembang. Sepertinya Isco tidak akan pernah menjadi pemain hebat di Madrid, karena dia cuma pemain berbakat saja. Inkonsistensi adalah kata yang tepat untuk menggambarkan penampilannya.
Sepertinya Isco tidak akan puas kalau belum melewati tiga pemain lawan ketika sedang membawa bola! Akibatnya serangan ke kubu lawan menjadi tersendat. Ketika lawan kemudian berhasil merebut bola dari Isco, maka petaka akan muncul karena Ramos dan Marcelo sudah keburu ke depan. Barcelona sudah membuktikan hal tersebut lewat serangan balik cepat yang menghasilkan gol!
Gareth Bale
Diagungkan sebagai pangeran baru pengganti Ronaldo, Bale ternyata melempem seperti apem yang masuk angin! Perez dulu itu bahkan tega menendang Ronaldo, dan tidak membeli pemain bintang baru karena sangat yakin dengan Bale. Tidak ada yang meragukan bakat dan kemampuan Bale ini. Sejak awal kedatangannya lima tahun lalu pun dia sudah nyaris membuat Ronaldo hengkang.
Namun sama seperti Isco, Bale ini hanya pemain berbakat yang tanpa motivasi dan konsistensi. kontras dengan Ronaldo maupun Ramos, Bale sepertinya tidak tertarik untuk menegaskan dirinya dalam pertandingan, atau menjadi pemain yang memainkan peranan besar dalam menjalankan permainan meskipun jelas punya bakat dan kemampuan untuk melakukannya!
Bale jelas sangat tidak profesional. Bale melakukannya untuk Timnas Wales. Bale menjadi nyawa, roh permainan dan pencetak gol terbanyak bagi Wales. Mengapa dia tidak melakukannya untuk Madrid? Perez sempat kecewa ketika Bale yang dalam keadaan cedera masih ikut dalam timnas Wales beberapa waktu lalu.
***
Dari uraian diatas kita jadi tahu bahwa buruknya prestasi Madrid ini tidak melulu salah Lopetegui. Para pemain jelas bertanggung jawab atas kesalahan itu. Para pemain jelas tidak menjalankan strategi pelatih. Para pemain Madrid bermain seenaknya sendiri, karena mereka tahu kalaupun mereka bermain buruk, maka yang dipecat itu tetaplah sang pelatih!
Sejak dahulu permasalahan di Madrid itu adalah keseimbangan permainan. Perubahan skema dari menyerang ke bertahan selalu menjadi momok mengerikan. Itulah yang tampak dalam pertandingan El Clasico kemarin. Ketika serangan Madrid patah, itu kemudian akan menjadi serangan balik cepat bagi Barca, dan gol pun tinggal menunggu waktu saja.
Dulu Madrid punya pemain terbaik untuk posisi gelandang bertahan, yaitu Claude Makalele. Makalele selalu mampu meredam serangan ke jantung pertahanan Madrid. Namun peran Makelele ini tersamar oleh peran para bintang Los Galacticos seperti Zidane, Figo, Raul, McManaman, Morientes ketika itu.
Madrid kemudian menjual Makelele ke Chelsea karena "kaos Makelele itu ternyata kurang laku dijual!" Casemiro belum lah sebaik Makelele. Jadi Santiago Solari butuh pemain sekelas Makelele agar ada keseimbangan pada tim yang cenderung menyerang ini.
***
Hal menarik lainnya dapat kita lihat pada tim La Blaugrana ini. 30 menit babak kedua dimulai Barca menjadi bulan-bulanan Madrid, apalagi setelah Marcelo kemudian mencetak gol. Barca bermain grogi dan serba salah. Kalau sekiranya Bale yang mencetak gol, lalu ditambah gol penyama dari Benzema, maka ceritanya akan lain! Rasanya belum pernah melihat Barcelona ditekan seperti itu.
Secara kualitas dan teknis, inilah tim terbaik di Spanyol dan juga di dunia. Akan tetapi mental para pemain Barca terlihat rapuh. Entah lah atmosfir El Clasico bisa saja membuat para pemain menjadi grogi. Ini akan menjadi masalah sangat serius ketika Barca berhadapan dengan tim lain (terutama Italia) di ajang Liga Champions, dimana tim-tim Italia itu sangat kuat mental bertandingnya.
Menonton pertandingan El Clasico kemarin sangat menarik, dimana kedua tim bermain terbuka (terutama ketika Barca sudah leading 3-1) Strategi menyerang secara terbuka dari Madrid akhirnya berbuah petaka dengan kebobolan lima gol. Strategi serangan balik Barca sangat jitu, terutama ketika mereka sudah mempunyai tabungan dua gol di babak pertama.
Selamat buat Valverde dan Barcelona
Salam empati buat Lopetegui
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H