Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika Saya Bermimpi Menjadi Dirut Bulog

23 September 2018   16:56 Diperbarui: 23 September 2018   17:07 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo di Kantor Pusat Perum Bulog, Kamis 6 Agustus 2015 (sumber : Bulog Watch)

Kegaduhan antara Bulog dan Kemdag akhir-akhir ini membuat saya sulit tidur. Namun ketika akhirnya tertidur di sofa, saya malahan bermimpi menjadi Dirut Bulog. Jabatan Dirut (dalam mimpi tersebut) membuat saya berpikir keras untuk mencari penyelesaian atas segala kegaduhan tersebut.

Sudah lama memang Bulog ini menjadi sorotan publik. Bahkan dulu petingginya itu harus masuk bui karena tergelincir kasus korupsi. Bulog juga selalu menjadi sasaran tembak ketika terjadi kenaikan harga beras di pasar maupun ketika harga gabah petani anjlok. Masuknya Buwas ke Bulog ini diharapkan bisa mengubah citra jelek BUMN tersebut.

Dari sudut pandang Buwas sendiri, Bulog itu tugasnya berat karena diwajibkan untuk membeli gabah petani ketika harganya anjlog. Disisi lain Bulog juga harus mampu melakukan operasi pasar untuk menurunkan harga beras. Selain itu, sebagai BUMN Bulog juga diwajibkan untuk memberi laba. Edan tenan!

Bisakah "Perusahaan sosial" berhasil tetapi sekaligus juga profit oriented?

Jawabnya tentu saja bisa! Bisa kalau ditangani dengan manajemen yang tepat dan ditangani orang yang tepat pula!

Rumah Sakit, Sekolah dan Rumah Sosial selama puluhan tahun ini telah membuktikannya! Rumah duka tempat orang meratapi kematian dan tempat penampungan berember-ember air mata pun, tetap bisa menghasilkan fulus yang banyak! Bahkan harga kavlingan TPU (Tempat Pemakaman Umum) bisa mengalahkan harga tanah di kawasan elit!

Daripada membuat kegaduhan dengan orang lain, lebih baik saya secepatnya membuat perencanaan dan strategi yang komprehensif agar Bulog ini bisa menjadi makmur. Saya juga kecipratan rezeki, petani happy dan konsumen pemangsa beras tetap bisa bersuka cita dengan harga dibawah HET!

Walaupun tugasnya kelihatan berat, namun cara kerja Bulog ini sebenarnya sederhana saja. Dulu saya menyebut PGN (PT Perusahaan Gas Negara) adalah perusahaan pipa. Itu karena modalnya cuman pipa doang! PGN cuma menyambungkan pipa gas dari Pertamina ke pipa konsumen, itu saja! Walaupun ada "gas-gasnya" PGN itu tidak memproduksi gas karena tidak punya kilang, apalagi sumur! Tetapi setidaknya PGN punya modal, yaitu pipa!

Nah sebaliknya dengan Bulog ini! Bulog itu kan kerjanya dagang beras. Beli gabah/beras lalu disimpan di gudang untuk kemudian nanti dijual lagi. Jadi modal utama Bulog itu adalah gudang, gudang dan gudang! Jadi syarat utamanya adalah gudang!

Kalau gudang tidak ada, bisa saja disewa atau dibangun yang baru. Duit membangun gudang dari mana? Pastilah Menkeu tidak akan mau minjamin duit coz negara lagi cekak! Bulog bisa saja membuat surat hutang/obligasi, atau meminjam ke bank/Lembaga Keuangan (dengan jaminan Pemerintah) untuk membangun gudang baru.

Idealnya kapasitas gudang Bulog itu bisa untuk stok 4 bulan atau berkisar 10 juta ton. Gudang besar itu mempunyai banyak keuntungan. Pertama, bisa menampung gabah petani ketika panen raya. Ketika itu harga gabah pasti murah, dan tentu saja Bulog akan untung besar.

Kedua, ketika Cina, Vietnam dan Thailand panen raya, maka harga beras dunia akan anjlog gila-gilaan. Sebagian karena persoalan gudang juga. Beras baru panen itu harus cepat-cepat masuk ke gudang. Jadi beras di gudang (beras lama) harus dikeluarkan. Beras lama inilah yang kemudian diobral murah.

Apesnya di dalam negeri panennya baru selesai, sehingga gudang Bulog tidak akan bisa menampung gabah petani plus beras murah tadi. Nah kalau gudang Bulog besar, tentu saja persoalan tadi teratasi.  Selama gabah dari petani seluruhnya bisa terserap, tentu saja tidak ada salahnya mencyduk beras obralan itu, jadinya Bulog bisa untung besar juga.

Ketiga, "Yang besar itu selalunya membuat lawan takut" Kalau gudang Bulog besar, apalagi besar kali, maka spekulan tidak akan gegabah bermain karena resikonya sangat besar! Ini sama seperti dalam pertandingan tinju. Kalau bobot spekulan berada di kelas Welter, sementara Bulognya di kelas Heavy weight ala Tyson, maka seketika spekulan itu akan mampoes kalau beradu pukul!

Mengapa selama ini operasi pasar Bulog tidak mampu meredam kenaikan harga? Jawabnya sederhana saja, "barang Bulog itu terlalu kecil!"

Bermodalkan 15 ribu ton beras, Bulog kemudian melakukan operasi pasar untuk menyasar orang miskin yang konon katanya paling terdampak akibat kenaikan harga beras ini.

Orang Bulog itu kemudian heran (atau pura-pura heran) karena daya serap pasar terhadap beras mereka itu sangat sedikit! Mungkin berkisar seribu ton saja perhari. Mereka bingung, kenapa harga beras tetap tinggi, sementara beras operasi pasar Bulog sepi pembeli! Jawabannya bisa kita lihat disini.

Pertama, orang miskin tidak akan tertarik membeli beras Bulog itu karena setiap bulannya mereka ini sudah menerima 15 kg beras bantuan Pemerintah secara gratis! Kedua, Pedagang beras Cipinang tahu betul berapa isi gudang Bulog. Stok beras pedagang kini jauh lebih besar daripada stok Bulog. Itulah sebabnya kontrol berada ditangan pedagang, bukan ditangan Bulog!

Ketiga, pembeli sedikit itu, sama halnya seperti pembeli gas bersubsidi 3 kg yang membeli gasnya pakai mobil, dan jumlahnya tentu saja tidak banyak.

Keempat, Bulog menjual beras ke end-user, jelas saja tidak akan mengkoreksi harga secara keseluruhan. Seharusnya Bulog menjual beras tetap mengikuti jalur distribusi normal, mulai dari Distributor, Agen Besar, Agen Kecil, Grosir lalu Pengecer di pasar.

Kalau Bulog menjual beras ke Distributor, maka harga di Pengecer dan Konsumen jatuhnya juga akan tetap normal juga. Grosir tidak akan berani menaikkan harga ke Pengecer kalau harga yang diterimanya dari Agen tetap normal juga. Demikianlah seterusnya jalur distribusi dari hulu sampai hilir.

Nah sekarang sudah jelas bagi kita mengapa Bulog itu tidak selalu bisa mengontrol harga beras, yaitu karena stok berasnya sedikit. Kenapa tidak diperbanyak? Karena tidak ada gudangnya! Demikian juga halnya dengan gabah petani ketika panen raya tiba. Bulog bukan tidak mau beli gabah, tetapi Bulog tidak tahu mau menyimpan dimana gabah tersebut.

Jadi kalau Bulog mempunyai gudang yang besar, maka persoalan diatas bisa diatasi. Nah sekarang kita masuk ke tugas terakhir yaitu sebagai BUMN, Bulog harus bisa untung.

Pertama kita periksa dulu HPP (Harga Pokok Pembelian) gabah sesuai dengan Inpres No.5 tahun 2015. HPP untuk GKP (Gabah Kering Panen) adalah Rp 3.700 per kg, sedangkan untuk GKG (Gabah Kering Giling) adalah Rp 4.600 per kg. Harga tersebut adalah di tingkat penggilingan (bukan di sawah)

Sementara HET (Harga Eceran Tertinggi) beras medium, yaitu Rp 9.450 per kg. Ketika gejolak, harga beras medium tersebut sering mencapai Rp 11.300 per kg.

Nah sekarang kita mantengin kalkulator. Rendemen GKG itu berkisar 63% artinya dari 100 kg GKG menghasilkan 63 kg beras, yang terdiri dari beras Medium dan beras Premium (sekelas Ayam Jago yang harganya lebih mahal lagi) kualitas beras ini (medium atau premium tersebut) sangat ditentukan oleh teknologi/efisiensi dari mesin giling padi tersebut. Harga eceran beras premium bisa mencapai Rp 20.000/kg.

Jadi kalau Bulog membeli GKG Rp 4.600 per kg itu artinya Bulog membeli beras dari petani seharga Rp 4.600/0,63 atau seharga Rp 7.300/kg Murah banget kan! Anggaplah beras itu semuanya kualitas medium (beras premium dan dedaknya buat saya saja) maka selisih harga (keuntungan kotor) adalah Rp 9.450 - Rp 7.300 = Rp 2.150 per kg!

Konsumsi beras nasional berkisar 2,5 juta ton per bulan. Anggaplah porsi Bulog 40% saja, yaitu sejuta ton. Maka laba Bulog sebelum dipotong biaya operasinal adalah 1 juta ton dikali Rp 2.150 per kg = Rp 2.150 miliar atau Rp 2,15 triliun!

***

Tampaknya saya belum terbangun juga dari mimpi... Sebelum diangkat menjadi Dirut Bulog dulu, saya sudah disumpahi tidak akan mendapat gaji, allowance ataupun fasilitas kantor lainnya. Bahkan pulsa, kuota dan nasi bungkus untuk makan siang juga harus bayar sendiri.

Saya ini lagi bokek berat tapi saya ingin jalan-jalan ke Maldives. Kebetulan pas ada hari kejepit pada bulan depan. Saya lalu menelfon kokoh Liem juragan beras di seputaran Cipinang, "Koh, beras Bulog tinggal dikit, you punya stok untuk cadangan Bulog gak ya?"

Besoknya harga beras di Pasar Induk Cipinang merangkak naik. Pasokan beras keseluruh pasar di Jabodetabek langsung berkurang separuhnya, sebagai bagian dari Shock teraphy pertama! Lalu saya menelfon kokoh Boen, juragan beras di seputaran Cipinang juga, "koh, gua punya stok 100 ribu ton, tapi harganya sembilan enam ya, cengli kan?" Dari seberang terdengar suara orang setengah berteriak,"Cengli boss..."

Besok saya prediksi harga beras di Cipinang akan berkisar Rp 10.000 per kg. Jadi mulai besok juga saya persiapkan Operasi Pasar selama sebulan dengan melepas 200 ribu ton dengan perincian 100 ribu ton keseluruh pasar di Jabodetabek, dan 100 ribu ton sisanya ke gudang kokoh Boen... 200 ribu ton dikali Rp 9.450 per kg (HET) semuanya akan disetor ke kas Bulog.

Saya ini bukan orang serakah bin kemaruk! 100 ribu ton dikali Rp 150 itu kan cuma Rp 15 M saja! Tetapi kalau sebulan ini harga di pasar tidak kembali normal ke HET, maka saya akan marah besar, lalu menggelontorkan sejuta ton beras ke pasar. Harga di pasar seketika pasti akan terjungkal dibawah HET...!

***

Terik mentari pagi yang menerobos horden yang sobek itu mulai membuat saya tersadar. Sebelum mimpi itu benar-benar menghilang, saya lalu berbisik pelan, "Jadi Dirut Bulog itu memang berat bro. Kamu nggak akan kuat, biar aku saja..."

Aditya Anggara

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun