Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Money

Polemik antara Dirut Bulog dengan Mendag

21 September 2018   22:04 Diperbarui: 22 September 2018   13:09 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun politik sekarang ini ternyata berpengaruh juga terhadap dunia perberasan nasional. Silang pendapat antara Dirut Bulog, Budi Waseso dengan Mendag, Enggartiasto Lukita yang kini memanas, tak pelak akan dikait-kaitkan juga dengan situasi politik dalam negeri menjelang Pilpres 2019 tahun depan.

Kegaduhan ini dimulai ketika BW (Budi Waseso) mengungkapkan bahwa gudang-gudang Bulog sekarang ini sudah penuh dengan stok beras. Bahkan menurutnya Bulog saat ini harus menyewa gudang milik TNI AU untuk menyimpan stok beras. Jika stok impor terus ditambah, maka hal ini akan menjadi beban buat Bulog karena harus menyediakan gudang cadangan.

"Jika saya harus menyewa gudang itu menjadi cost tambahan. Ada yang bilang itu urusan Bulog saja, matamu! Nggak bisa begitu dong. Kita aparatur negara jangan saling tuding-tudingan" kata BW di Kantor Pusat Perum Bulog, Rabu (19/9)

Sebelumnya Mendag Enggar memberi komentar terkait penuhnya gudang Bulog ini, "Nggak tahu saya, bukan urusan kami. Itu sudah diputuskan di Rakor Menko, urusan Bulog" Kebijakan impor beras yang sudah diputuskan Kemenko Perekonomian, mengamanatkan impor dilakukan oleh Bulog. Jadi impor beras itu (termasuk mekanisme dan perizinan) merupakan kebijakan Bulog sendiri.

Rupanya BW panas mendengar pernyataan Mendag tersebut. Menurut BW lagi, cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,4 juta ton, belum termasuk beras impor yang akan masuk pada Oktober 2018 sebesar 400 ribu ton sehingga total cadangan beras menjadi 2,8 juta ton. Dengan demikian menurut BW, Bulog tidak memerlukan impor beras lagi hingga Juni 2019 nanti.

Benarkah demikian?

Supaya lebih enak, mari kita bahas satu persatu aparatur yang terlibat dalam dunia perberasan ini, dimulai dari Kementan, Bulog, Kemdag dan kini juga Kemenko Perekonomian.

Pertama Kementan

Biang kerok kegaduhan beras impor ini sebenarnya dimulai dari sini, sebab kalau kita swasembada beras, maka tentu saja tidak akan ada impor beras!

Ada beberapa faktor penyebab gagalnya swasembada, yakni Meningkatnya pertumbuhan penduduk, Menyusutnya lahan pertanian, Jeleknya Infrastruktur, Benih, Pupuk, dan Regim kebijakan Tanaman Pangan itu sendiri.

Insya Allah pada akhir tahun 2018 nanti akan ada 265 juta jiwa pemakan beras di negeri ini. Padahal pada tahun 1970 lalu jumlahnya masih 119 juta jiwa, dan tahun 1980 berkisar 147 juta jiwa! Artinya jumlah pemakan beras bertambah hampir dua kali lipat selama 30 tahun terakhir ini!

Lahan pertanian juga menyusut drastis 30 tahun terakhir ini. Pembangunan pabrik, perumahan dan infrastruktur telah mengurangi jumlah areal persawahan lebih dari separuh! Petani kemudian hijrah ke kota untuk bermetamorfosis menjadi kuli, buruh pabrik, pedagang, sopir ojek maupun buruh demo freelance.

Zaman Pak Harto, bendungan dan saluran irigasi banyak dibangun, plus gudang Bulog di setiap kecamatan. Tapi jangan keburu bilang, "Piye kabare, enak zamanku tho.." karena akan kujawab, "Matamu!" Beban pembayaran cicilan hutang plus bunga sekarang ini berasal dari situ tauk, karena semua proyek-proyek itu beserta komisinya dihutangi oleh IBRD, OECF maupun World Bank!

Dengan kata lain, sejak dimulainya era reformasi, support dari bendungan dan saluran irigasi untuk menopang swasembada kemudian berkurang. Hal itu bisa dimaklumi karena ketika itu negara sedang mengalami krisis keuangan. Kini barulah bendungan dan saluran irigasi direvitalisasi kembali. Jadi sekarang ini kita memang belum mungkin mencapai swasembada.

"Namun lain dibibir lain dihati.." Mentan selalu berkata produksi padi surplus dan kita telah swasembada lagi. Akibatnya keran impor ditutup. Tapi apa yang kemudian terjadi? Harga beras meroket naik! Pemakan beras menjerit! Tetapi petani juga menjerit! Lha, koq bisa?

Itu karena petani tidak punya gabah untuk dijual! Bagaimana punya gabah kalau tidak punya tanah dan air irigasi? Ternyata mereka ini bukan petani, melainkan kuli tani yang bekerja di sawah orang kota. Kini kuli tani ini terpaksa menjual kambing untuk membeli beras, karena sawah yang disewanya itu gagal panen. Ironi sekali bukan? Tikus mati dilumbung padi...

Dua tahun lalu ketika harga beras meroket, Kemdag kemudian menjadi sasaran tembak (termasuk oleh saya dulunya!) Saya merasa ada permainan di Kemdag karena yang mengeluarkan izin impor adalah Kemdag. Kenapa Kemdag terlambat mengimpor, akibatnya harga beras kemudian membubung tinggi.

Kemudian Kementan menuduh PT. IBU mengoplos beras. Gudang PT. IBU kemudian digrebek. Tak lama kemudian gambar Mentan memegang beras Ayam Jago sambil sumringah di gudang PT. IBU menghiasi media nasional. Tapi anehnya harga beras tetap saja tinggi. Entah setan apa yang membuatnya begitu. Padahal saat itu film Pengabdi Setan belum tayang di bioskop...

 Gambar Mentan di gudang PT. IBU itu membuat saya illfeel! Sebab itu bukan ranah beliau. Seharusnya gambar Mendag memegang beras Maknyus sambil sumringah yang dipublikasikan kepada khalayak ramai. Terbukti kemudian, karena apa yang semula dituduhkan kepada PT. IBU itu sama sekali tidak bisa dibuktikan. Sebagai gantinya, Dirut PT. IBU divonis 1 tahun 4 bulan penjara.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman di gudang PT IBU (sumber : geotimes.co.id)
Menteri Pertanian Amran Sulaiman di gudang PT IBU (sumber : geotimes.co.id)
Dalam fakta persidangan terungkap PT. IBU telah memproduksi dan memperdagangkan beras Maknyuss dan Ayam Jago dengan mutu yang tidak sesuai dengan kualitas yang dicantumkan. Nah loe! Walaupun sepertinya dicari-cari, ternyata ini hanya soal dagang belaka, bukan soal petani! Lalu ngapain Mentan selfie disitu...

Artinya "Lain di rice-cooker lain di kemasan" Mutu beras PT. IBU itu dianggap majelis hakim tidak sesuai dengan data dikemasannya... Buset, penjara bakal penuh juga tuh! Dirut pabrik-pabrik kecap juga bakal masuk bui, karena mereka ini selalu ngakunya menjual kecap nomor satu...

Kedua Bulog

Tugas pokok Bulog itu adalah sebagai stabilisator harga. Panduannya sederhana saja yaitu HET (Harga Eceran Tertinggi) Ketika harga gabah di petani tinggi, maka tidak ada kewajiban bagi Bulog untuk membeli gabah petani. Tetapi ketika harga gabah anjlog dibawah harga ketetapan pemerintah, maka Bulog bertugas untuk membeli gabah tersebut agar petani tidak mampoes!

Sebaliknya juga, ketika harga eceran beras di pasar rendah atau dibawah HET, maka tidak ada kewajiban Bulog untuk melakukan operasi pasar. Tetapi, ketika harga beras naik melampaui HET, maka Bulog berkewajiban untuk melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga!

Jadi tugas Bulog itu sederhana saja, persis seperti pedagang juga, yaitu jual-beli beras. Tetapi perbedaannya, harga beli dan jual Bulog itu selalu fixed (sesuai dengan ketetapan Pemerintah) dan tetap untung juga, karena ada selisih antara harga pembelian dan penjualan.

Tentu saja untuk berdagang Bulog perlu modal dan gudang! Sesuai dengan data pemakan beras diatas tadi, idealnya modal (dalam US Dollar) dan jumlah gudang Bulog seharusnya bertambah dua kali lipat dari pada 30 tahun lalu! Kemarin itu BW marah-marah karena gudangnya sudah penuh...

Saya mau tanya, berapa kapasitas gudang Bulog sekarang ini? Apakah kapasitasnya bisa mengakomodir kebutuhan 265 juta jiwa pemakan beras di negeri ini, termasuk untuk stok rawan bencana dan gawat daruratnasional? Hadeuh, saya benar-benar takut bos! Kalau untuk gudang saja sudah pusing, bagaimana lagi mampu mengatur kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk negeri ini?

Konsumsi beras perkapita kita berkisar 120 kg/orang/tahun. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa saja, maka kebutuhan menjadi 30 juta ton/tahun atau 2,5 juta ton/bulan. Menurut BW cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,4 juta ton, dan kini mereka sudah meminjam gudang TNI AU.

Ternyata gudang Bulog yang sekarang ini tidak mampu untuk menampung stok beras nasional untuk satu bulan pun! Lha, orang Bulognya sendiri koq tidak tahu ya berapa konsumsi nasional dikorelasikan dengan kapasitas gudang mereka? Kan seharusnya bisa diprediksi, dan kenapa sebelumnya tidak membangun gudang baru?

Konsumsi beras nasional 2,5 juta ton/bulan, trus cadangan beras nasional 2,8 juta ton. Ditambah serapan gabah petani sebesar 4 ribu ton/hari, sehingga stok akhir menjadi 3 juta ton. Menurut BW, Bulog tidak memerlukan impor beras lagi hingga Juni 2019 nanti. Lha hitungan matematikanya biji mana ini bos? Juni 2019 itu kan artinya masih ada 9 bulan lagi dari sekarang ini...

Harga beras di pasar selalu linier dengan ukuran gudang Bulog! Semakin besar kapasitas gudang Bulog plus isinya, maka akan tercipta keseimbangan harga beras di pasar dengan HET. Sebaliknya, ketika pedagang tahu isi gudang Bulog hanya seperempat saja, maka seketika itu juga harga beras di Pasar Induk Cipinang akan meloncat seperti roller-coaster!

Selama ini, itulah yang terjadi. Kenapa operasi pasar Bulog gagal menstabilkan harga? pertama karena volumenya kecil. Kedua, karena memutus rantai perdagangan (langsung menjual ke masyarakat) sehingga tidak bisa mengkoreksi harga di pasar.

Tetapi saya lebih suka dengan ucapan Lionel Messi, "It takes two to Tango!" Kalau menari Tango itu memang perlu berdua, tidak bisa sendirian! Spekulan tidak akan bisa bermain sendirian. Selalunya perlu orang dalam...

Ketiga Kemdag

Mendag itu memang paling pas dijadikan kambing hitam karena semua impor komoditas melalui Kemendag. Padahal dalam hal impor beras ini, yang punya "hajat" itu sebenarnya adalah Bulog!

Mendag kemudian membuat HET beras. Ketika harga beras di pasar melewati HET (itu artinya beras di gudang Bulog kosong) maka Bulog meminta beras kepada Mentan. Karena Kementan tidak punya beras, maka Bulog kemudian meminta izin impor kepada Mendag. Izin impor itu hanya akan diteken Mendag kalau ada rekomendasi dari Mentan!

Artinya tanpa tanda tangan Dirut Bulog dan Mentan, izin impor beras tidak akan pernah dikeluarkan oleh Mendag. Demikianlah prosedurnya! Kabulog yang dulu itu bingung, "biji mana nih gan?" Kata Kementan produksi beras cukup, padahal di gudang Bulog stok sudah menipis, dan otomatis harga di pasar sudah naik. Ketika harga beras sudah melonjak, barulah keluar rekomendasi dari Kementan.

Setelah izin impor dari Mendag keluar, butuh waktu lagi bagi Bulog agar beras tersebut tiba selamat di tanah air. Ketika Bulog dimaki karena keterlambatan pengadaan beras, maka jawaban dari Bulog adalah, "Izin dari Kemdag telat keluarnya..." Aseekkkk... Kini Bulog kekurangan gudang, yang dimaki Kemdag juga, Aseekkkk...

Keempat Kemenko Perekonomian

Setelah gejolak harga tahun lalu itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution kemudian ikut terlibat dalam urusan beras ini. Itu karena data proyeksi produksi Kementan itu selalu meleset! Dalam Rakor Menko Perekonomian bersama Mentan, Kabulog, Kepala BPS dan Kemdag diputuskan untuk mengimpor dua juta ton beras dalam beberapa tahap.

Gudang Bulog kini penuh karena 1,4 juta ton beras impor sebagai bagian dari impor Rakor Menko Perekonomian awal tahun kemarin itu sudah masuk. Masuknya beras impor ini jelas membuat keseimbangan harga di pasar. Jadi kegaduhan ini bukan terletak pada impor beras (karena sudah disepakati bersama) melainkan pada ketidak tersediaan gudang Bulog itu sendiri... ya elah...

Salam satu jari!

Referensi,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun