Akhir-akhir ini semakin banyak terjadi kegaduhan yang disebabkan oleh virus entero-nyinyir, yang membuat penderitanya terjangkit demam nyinyir.
Kata orang itu karena tahun ini dan tahun depan adalah tahun politik dimana suhu politik juga meningkat. Perkembangan virus nyinyir ini memang mirip-mirip dengan virus Denggi yang prevalensinya juga selalu meningkat akibat perubahan iklim...
Tetapi ada perbedaan khas diantara kedua virus ini. Virus Denggi disebarkan lewat nyamuk Aedes betina, sedangkan virus nyinyir disebarkan oleh kampret jantan, kampret betina maupun kampret banci...
Tetapi apa pun itu, kedua virus tersebut berdampak sistemik terhadap kesehatan jasmani/rohani maupun tatanan hidup bermasyarakat.
Kesehatan jasmani/rohani disini maksudnya adalah kondisi dimana seseorang (jiwa dan raganya) itu dalam keadaan yang stabil, waras dan normal sehingga memungkinkannya untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Nah minggu lalu terjadi kegaduhan di beberapa kota yang diakibatkan oleh  pengadangan dari beberapa warga masyarakat terhadap kampret, eh maksudnya warga pendatang yang diduga atau didugakan telah terinfeksi virus nyinyir oleh kampret tadi...
Pengadangan ini kemudian menimbulkan polemik. "Sejak kapan kampret boleh diadang di negeri ini? Bukankah sejak meneer kumpeni makan pisang goreng di Kota Tua Batavia ratusan tahun yang lalu itu, kampret tidak pernah diadang, dan tetap boleh berdiri dengan kepala (otak) di bawah...?"
Kemarin itu juga ada beberapa emak-emak melakukan "aksi tidak produktif" dengan membawa panci dan wajan segala ke depan Istana Negara. Mereka berdemo meminta diturunkan harga telur, daging sapi dan Jokowi juga. Emak-emak ini sepertinya terpengaruh dengan pernyataan Mardani Ali Sera kemarin itu.
Sebelumnya MAS (Mardani Ali Sera) penggagas virus #2019 GantiPresiden mengatakan idealnya harga telur itu Rp 11 ribu (per kg) dan harga daging Rp 50 ribu (per kg) Kalau harga tersebut bisa dicapai, maka tagar 2019 GantiPresiden tersebut akan hilang dengan sendirinya. Tapi bagaimana caranya, beliau itu tidak mampu menjelaskannya...
Biaya produksi telur rata-rata (di kandang peternak) berkisar Rp 19 ribu per kg. Biaya ini naik karena obat-obatan, vaksin dan sebagian besar pakan masih impor. Dengan naiknya nilai tukar dollar, otomatis biaya produksi juga naik. Kalau sekiranya nilai tukar dollar sekarang sama seperti ketika Prabowo masih menjadi Danjen Kopasus dulu, maka harga telur tidak akan sampai dikisaran Rp 10 ribu per kg...
Sudah jelas kalau ternyata emak-emak ini terinfeksi dengan virus nyinyir juga. Selain meracau dan suka memutar-balikkan fakta, "asbun" (asal bunyi) memang adalah efek samping dari demam nyinyir yang ditularkan lewat kampret ini...
***
Sebenarnya tidak semua orang gampang terjangkit virus nyinyir ini. Virus ini biasanya menyerang orang-orang baper, yaitu orang-orang yang sok teu, yang merasa lebih pintar, lebih baik dan lebih suci dari orang lain. Akan tetapi, tong kosong memang nyaring bunyinya. Orang-orang nyinyir ini memang tak ada bedanya dengan tong kosong...
Virus ini juga menyerang orang-orang yang sirik! Sirik adalah tanda tak mampu, tapi kepingin! Nafsu gede tenaga kurang... Dalam kasus AD misalnya, bagaimana mungkin dia bisa bersaing secara finansial dengan Sandiaga Uno dan AHY untuk nyagub di DKI 2017? Tetapi toh AD tetap nyinyir dan memaksakan diri juga. Setelah gagal nyagub, AD mencoba Cawabup... untuk kemudian gagal...
Menurut sebuah penelitian, penderita demam nyinyir ini erat juga hubungannya dengan "jelimet." Artinya orang jelimet itu lebih gampang terinfeksi virus nyinyir.
Menurut Kompasianer Elly Suryani (Kompal) dalam artikel yang berjudul, "Bercintalah Kau Supaya Tidak Njlimet" pada 27 Agustus 2018 lalu, puasa bercinta ataupun kurang bercinta erat hubungannya dengan jelimet.
Kompasianer Elly Suryani kemudian secara lugas menjelaskan efek langsung dari kurang bercinta ini. Kurang bercinta membuat orang jadi pemarah (contohnya RS teman dekat AD itu bawaannya marah melulu...)
Kurang bercinta mengakibatkan kepala sering pusing (contohnya AD, awalnya bahas musik, tetapi buntutnya malah marah-marah kepada Jokowi. Gagal pada Pilkada, eh marahnya kepada Jokowi juga. "Editansil... marah ke Jokowi juga!"
Kurang bercinta membuat orang jadi bodoh (contohnya membawa panci dan wajan segala ke depan Istana Negara...)
Kurang bercinta menurunkan kepercayaan diri (contohnya MAS, karena kurang pede mencet kalkulator, jadi grogi ngitung harga pokok produksi telur...)
Masih menurut Kompasianer Elly Suryani, Keseimbangan menjadi kata kunci penyelesaian masalah ini. Tanpa adanya keseimbangan maka orang bisa oleng. Jelimet adalah tanda-tanda oleng atau ketidakseimbangan tadi, sehingga rawan terinfeksi virus nyinyir.
Penulis ingin menambahkan satu resep lagi. Berdamailah terlebih dahulu dengan diri sendiri agar kita bisa berdamai dengan orang lain. Hidup hanya sebentar, tak berbeda dengan ilalang yang mekar di pagi hari untuk kemudian layu di sore hari...
Apakah yang kita cari dalam hidup ini? Bukankah kita semua mencari kedamaian dan ketenangan?
Hidup hanya sekali. Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak. Hidup dalam kedamaian selalunya akan menjauhkan kita dari segala penyakit dan bencana...
Salam damai...
Referensi,
"Bercintalah Kau Supaya Tidak Njlimet" Kompasiana 27 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H