Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Saatnya Tagar 2019 Ganti Emak-emak

7 September 2018   12:37 Diperbarui: 7 September 2018   12:56 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emak-emak berdemo di depan Istana Negara (Sumber foto : CNBC Indonesia)

Akhir-akhir ini semakin banyak terjadi kegaduhan yang disebabkan oleh virus entero-nyinyir, yang membuat penderitanya terjangkit demam nyinyir.

Kata orang itu karena tahun ini dan tahun depan adalah tahun politik dimana suhu politik juga meningkat. Perkembangan virus nyinyir ini memang mirip-mirip dengan virus Denggi yang prevalensinya juga selalu meningkat akibat perubahan iklim...

Tetapi ada perbedaan khas diantara kedua virus ini. Virus Denggi disebarkan lewat nyamuk Aedes betina, sedangkan virus nyinyir disebarkan oleh kampret jantan, kampret betina maupun kampret banci...

Tetapi apa pun itu, kedua virus tersebut berdampak sistemik terhadap kesehatan jasmani/rohani maupun tatanan hidup bermasyarakat.

Kesehatan jasmani/rohani disini maksudnya adalah kondisi dimana seseorang (jiwa dan raganya) itu dalam keadaan yang stabil, waras dan normal sehingga memungkinkannya untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Nah minggu lalu terjadi kegaduhan di beberapa kota yang diakibatkan oleh  pengadangan dari beberapa warga masyarakat terhadap kampret, eh maksudnya warga pendatang yang diduga atau didugakan telah terinfeksi virus nyinyir oleh kampret tadi...

Pengadangan ini kemudian menimbulkan polemik. "Sejak kapan kampret boleh diadang di negeri ini? Bukankah sejak meneer kumpeni makan pisang goreng di Kota Tua Batavia ratusan tahun yang lalu itu, kampret tidak pernah diadang, dan tetap boleh berdiri dengan kepala (otak) di bawah...?"

Kemarin itu juga ada beberapa emak-emak melakukan "aksi tidak produktif" dengan membawa panci dan wajan segala ke depan Istana Negara. Mereka berdemo meminta diturunkan harga telur, daging sapi dan Jokowi juga. Emak-emak ini sepertinya terpengaruh dengan pernyataan Mardani Ali Sera kemarin itu.

Sebelumnya MAS (Mardani Ali Sera) penggagas virus #2019 GantiPresiden mengatakan idealnya harga telur itu Rp 11 ribu (per kg) dan harga daging Rp 50 ribu (per kg) Kalau harga tersebut bisa dicapai, maka tagar 2019 GantiPresiden tersebut akan hilang dengan sendirinya. Tapi bagaimana caranya, beliau itu tidak mampu menjelaskannya...

Biaya produksi telur rata-rata (di kandang peternak) berkisar Rp 19 ribu per kg. Biaya ini naik karena obat-obatan, vaksin dan sebagian besar pakan masih impor. Dengan naiknya nilai tukar dollar, otomatis biaya produksi juga naik. Kalau sekiranya nilai tukar dollar sekarang sama seperti ketika Prabowo masih menjadi Danjen Kopasus dulu, maka harga telur tidak akan sampai dikisaran Rp 10 ribu per kg...

Sudah jelas kalau ternyata emak-emak ini terinfeksi dengan virus nyinyir juga. Selain meracau dan suka memutar-balikkan fakta, "asbun" (asal bunyi) memang adalah efek samping dari demam nyinyir yang ditularkan lewat kampret ini...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun