Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meiliana dan Toa Masjid...

25 Agustus 2018   15:30 Diperbarui: 25 Agustus 2018   15:45 3765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan akhirnya menjatuhkan vonis 18 bulan penjara kepada Meliana sang "penista agama dari Tanjungbalai" pada Selasa 21 Agustus 2018 kemarin.

Majelis Hakim menyatakan Meliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap suatu golongan di Indonesia terkait ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Kisahnya sendiri berawal di Jalan Karya Kota Tanjungbalai pada 22 Juli 2016 lalu. Menurut JPU (Jaksa Penuntut Umum) ketika itu, Meliana berkata kepada tetangganya yang bernama Kasini, "Kak, tolong bilang sama uak itu, kecilkan suara mesjid itu kak, sakit kupingku, ribut"

Setelah itu pihak masjid mengunjungi rumah Meliana untuk berdiskusi mencari solusi. Tidak begitu jelas kemudian solusi yang disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi kemudian massa sudah mulai gaduh dan berkumpul di depan kantor Kelurahan. Menjelang tengah malam, aksi persekusi terhadap keluarga Meliana pun dimulai...

Ternyata bukan hanya rumah Meliana saja yang menjadi korban vandalisme massa yang tidak bertanggung jawab itu. Dua vihara, delapan kelenteng, satu bangunan yayasan sosial dan delapan unit kenderaan roda empat turut dirusak dan dibakar warga.

Menariknya, kalau Meliana divonis 18 bulan karena didakwa menista agama terkait permintaannya untuk mengecilkan suara toa dari masjid, maka sebaliknya dengan nasib para "penista agama" yang jelas-jelas menistakan (merusak dan membakar) rumah ibadah (kelenteng dan vihara)

Delapan orang yang didakwa melakukan perusakan terhadap rumah ibadah itu diganjar hukuman mulai dari 1 bulan 11 hari, hingga yang terlama 2 bulan 18 hari (Zakaria Siregar) Seorang pelaku yang terkena pasal kasus pencurian dihukum 1 bulan 17 hari. Hukuman ini jelas lebih ringan daripada hukuman maling ayam yang sering diganjar Hakim dengan vonis 3 bulan...

***

Sangat menarik mencermati kasus "suara toa" ini karena Pemerintah Indonesia lewat Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, sejak tahun 1978 sudah mengeluarkan aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan mushola; yang salah satu poinnya adalah Memperhatikan ketenangan dan keharmonisan masyarakat.

Tiga tahun lalu, Wakil Presiden JK (Yusuf Kalla) yang juga adalah Ketua Dewan Masjid Indonesia, secara terang-terangan mengatakan bahwa pemutaran kaset pengajian menjelang waktu sholat yang diperdengarkan dengan pengeras suara melahirkan "polusi suara"

"Permasalahannya yang ngaji cuma kaset, dan memang kalau orang ngaji dapat pahala, tetapi kalau kaset yang diputar dapat pahala tidak? Ini menjadi polusi suara" kata JK dalam pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Tegal pada 8 Juni 2015 lalu.

Akan tetapi tidak ada warga yang berani mempersoalkan pernyataan JK yang terkesan "menistakan agama" tersebut. Ini memang hal yang wajar.  Mempersoalkan orang yang warna kulit dan agamanya sama, apalagi orang kuat, itu sama saja seperti "menabur angin yang pasti akan menuai badai dashyat..."

Lalu bagaimana dengan urusan toa ini di negara muslim lainnya?

Sama seperti Indonesia, di negara-negara mayoritas muslim lainnya, penggunaan pengeras suara di masjid diatur secara khusus agar tidak mengganggu ketertiban umum.

Kerajaan Arab Saudi memerintahkan masjid-masjid untuk mematikan pengeras suara atau toa eksternal yang ada di luar masjid. (cukup memakai speaker internal saja) Ketentuan ini dirilis oleh Kementerian Urusan Agama Islam di Arab Saudi sejak tahun 2015.

Kementerian Urusan Agama Islam Arab Saudi secara rutin melakukan pemeriksaan ke masjid-masjid diseluruh Arab Saudi demi memastikan para imam dan penceramah telah mematuhi peraturan tersebut.

Bahrain juga memberlakukan aturan yang sama dengan Arab Saudi. Kementerian Kehakiman dan Urusan Agama Islam Bahrain mewajibkan penggunaaan speaker internal saat ibadah dilakukan. Pemerintah mengimbau warga untuk melapor jika ada penggunaan speaker eksternal masjid yang terlalu keras dan mengganggu.

Lalu bagaimana jika masjid tertentu mengabaikan aturan tersebut? Kementerian Kehakiman dan Urusan Agama Islam Bahrain menyatakan sistim pengeras suara masjid akan langsung dicopot jika masjid yang bersangkutan menolak untuk mengecilkan volume speaker yang dianggap mengganggu.

UAE (Uni Emirat Arab) juga mempunyai aturan yang sama dengan Arab Saudi dan Bahrain. Menurut Kepala Divisi Teknis Departemen Urusan Agama Islam UAE, panggilan salat via speaker eksternal masjid tidak boleh melebihi 85 desibel di area pemukiman. Pemerintah juga meminta warga untuk melapor jika ada speaker masjid yang dianggap terlalu keras.

Aturan yang sama ternyata juga berlaku di Mesir dan negeri tetangga, Malaysia. Menurut Dewan Kesultanan Selangor aturan ini memang diperlukan, "Ini untuk menjaga citra Islam, yang penting bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan"

Dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, sebenarnya Indonesia sudah terlebih dahulu membuat aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid ini, Akan tetapi petugas dari Kementerian Agama tidak pernah memeriksa atau melakukan sosialisasi ke masjid-masjid demi memastikan para imam dan penceramah telah mematuhi aturan tersebut.

Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya. Di negeri yang berazaskan agama Islam, aturan penggunaan speaker eksternal di masjid ini memang benar-benar diperhatikan pemerintah demi menjaga kenyamanan semua warga.

Namun di negeri tercinta ini, pemerintah (Departemen Agama cq Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama) jelas telah lalai melaksanakan fungsi penegakan aturan yang mereka keluarkan sendiri sejak tahun 1978, yaitu aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid, langgar dan mushola, yang salah satu poinnya adalah Memperhatikan ketenangan dan keharmonisan masyarakat.

Di negeri-negeri Arab, Pemerintah justru mengimbau warga untuk melapor jika ada penggunaan speaker eksternal masjid yang terlalu keras dan mengganggu. Di negeri ini, Pemerintah hanya menonton saja ketika seorang warganya dipersekusi oleh warga lain karena melaporkan keberatannya terhadap penggunaan speaker eksternal masjid yang terlalu keras dan mengganggu...

***

Aturan/hukum tanpa implementasi maupun penegakan adalah sia-sia. Orang selamanya tidak akan pernah takut/patuh kepada aturan/hukum. Orang hanya takut kepada sanksi yang timbul akibat dari mengabaikan/melanggar aturan/hukum tersebut!

Semoga kedepannya hal-hal seperti kasus Meliana ini tidak terjadi lagi. Jangan benturkan sesama warga masyarakat akibat kelalaian dari petugas negara untuk menjalankan dan menegakkan peraturan yang mereka buat sendiri.

Referensi,

https://news.detik.com/berita/d-4178676/ini-fatwa-mui-yang-antar-pengeluh-volume-azan-dibui-18-bulan

https://news.detik.com/berita/4178495/pengeluh-volume-azan-dibui-18-bulan-bagaimana-perusak-vihara

https://news.detik.com/berita/4177634/kronologi-lengkap-keluhan-volume-azan-yang-berujung-18-bulan-bui

https://news.detik.com/internasional/4178896/begini-aturan-toa-masjid-di-arab-saudi-dan-negara-muslim-lain

https://www.voaindonesia.com/a/nu-dan-icjr-kecam-vonis-18-bulan-penjara-terhadap-perempuan-yang-keluhkan-azan-/4540210.html

https://news.detik.com/berita/3264873/ini-data-10-rumah-ibadah-yang-dibakar-saat-bentrok-warga-di-tanjungbalai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun