Kemarin aku baru saja menjejakkan kakiku di Maldives, yang di Indonesia disebut juga sebagai Maladewa.
Konon katanya ketika itu Sang Pencipta sedang jatuh cinta, lalu menjadikan sebongkah tanah menjadi sebuah rangkaian kepulauan nan eksotis yang ditaburi dengan pasir lembut di sekelilingnya. Sambil berbisik, Sang Pencipta lalu memberi nama ciptaannya itu, Maldives...
Yah aku memang sengaja datang kemari untuk memburu eksotisme. Adakah orang yang tidak tergiur dengan hal-hal yang berbau eksotis? Bukankah para sufi juga memburu eksotisme dibalik desahan doa mereka yang tak terputus itu kepada Sang Khalik...
Aku baru saja melewati beberapa gigolo muda berkulit gelap yang duduk di emperan toko sambil bertelanjang dada. Sinar mentari yang memantul dari keringat yang membasahi dada bidang mereka itu kemudian menimbulkan sensasi nan eksotis...
Beberapa cewe bule berbikini kemudian menyambangi mereka. Tawa cekikikan kemudian terdengar membahana ketika aku beranjak meninggalkan mereka. Pulau tropis memang selalu menawarkan eksotisme yang berbalut dengan sand, sunset dan tentu saja seks...
Tetapi kali ini aku tidak mengejar pantai dengan taburan pasir putih lembut nan seksi itu. Aku justru mencari sensasi eksotis pada sebuah telaga yang jauh dari keramaian. Telaga itu terletak ditengah-tengah pulau kecil ini.
Tak terasa sudah satu jam aku berjalan, dan sudah tiba ditujuan. Aha, aku akhirnya sampai juga di nirwana eksotis ini, tersembunyi dibalik lebatnya pohon-pohon pisang yang tumbuh liar. Aku kemudian menuruni lembah pepohonan pisang tersebut dan langsung menuju telaga yang airnya tampak jernih sekali.
Ketika aku menatap permukaan air di telaga tersebut... aku terkesima dibuatnya! Aku bahkan bisa melihat jerawat kecil yang baru saja tumbuh kemarin sore di wajahku..
Aku kemudian melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhku. Tidak ada lagi yang tersisa... dan byurrr... aku melompat masuk ke dalam telaga dan mencumbui air sejuk di dalam telaga tersebut...
Duh... sensasi tiada terperi ketika kulitku menyatu dengan air sejuk itu, seakan tidak ingin terpisah lagi... Aih..! Aku hanya bisa berteriak kegirangan ketika mencoba berdiri diatas dasar telaga tersebut.
Tiba-tiba aku merasakan sensasi aneh datang dari belakang tubuhku. Seakan-akan ada sesuatu yang memeluk punggungku. Aku terdiam saja dan tidak berani melihat ke belakang. Jangan-jangan Anaconda pikirku! Tapi aku berada di Samudera Hindia bukan di Amazon!
Sensasi itu kemudian mulai menjalar keseluruh tubuhku yang berdiri diatas telaga dalam keadaan tubless tersebut... Aku takut... tapi kini mulai menikmati sensasi itu. Aku tak tahu harus berbuat apa, jadi aku hanya terdiam saja sambil menutup mata, pasrah...
Jantungku kini berdegup keras seiring nafas yang memburu. Sensasi hangat itu kini menyelimuti tubuhku yang dingin. Aku ingin berteriak tetapi tak mampu. Sensasi itu kini sudah menguasai jiwa ragaku. Aku tak berdaya lagi diantara nafas yang semakin sesak! Aku tidak ingat lagi entah berapa lama keadaan ini telah berlangsung...
Sebelum nafasku menghilang, aku teringat akan petuah kakek yang kujumpai sebelum mencapai telaga tadi. Kakek tadi berpesan kalau terjadi sesuatu di telaga ini, maka sebut saja nama Jumanji tiga kali. Aku lalu berseru tiga kali, "Jumanji, Jumanji, Jumanji...."
Lalu semuanya hening. Sensasi tadi menghilang berganti dengan sensasi yang lain...
Sinar mentari yang menerobos dari balik horden yang sobek itu segera menerpa wajahku. Aku segera tersadar. Keringat hangat membasahi pipi dan dadaku yang telanjang. Sesuatu yang hangat juga membasahi kedua lipatan pahaku. Aku kemudian berbisik lirih, "Jumanji...."
Deringan alarm dari hape kemudian membangunkanku. Jam tujuh lewat lima, mampus aku! Aku terlambat kerja! "Jumanjiiiiiiii....."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H