Sensasi itu kemudian mulai menjalar keseluruh tubuhku yang berdiri diatas telaga dalam keadaan tubless tersebut... Aku takut... tapi kini mulai menikmati sensasi itu. Aku tak tahu harus berbuat apa, jadi aku hanya terdiam saja sambil menutup mata, pasrah...
Jantungku kini berdegup keras seiring nafas yang memburu. Sensasi hangat itu kini menyelimuti tubuhku yang dingin. Aku ingin berteriak tetapi tak mampu. Sensasi itu kini sudah menguasai jiwa ragaku. Aku tak berdaya lagi diantara nafas yang semakin sesak! Aku tidak ingat lagi entah berapa lama keadaan ini telah berlangsung...
Sebelum nafasku menghilang, aku teringat akan petuah kakek yang kujumpai sebelum mencapai telaga tadi. Kakek tadi berpesan kalau terjadi sesuatu di telaga ini, maka sebut saja nama Jumanji tiga kali. Aku lalu berseru tiga kali, "Jumanji, Jumanji, Jumanji...."
Lalu semuanya hening. Sensasi tadi menghilang berganti dengan sensasi yang lain...
Sinar mentari yang menerobos dari balik horden yang sobek itu segera menerpa wajahku. Aku segera tersadar. Keringat hangat membasahi pipi dan dadaku yang telanjang. Sesuatu yang hangat juga membasahi kedua lipatan pahaku. Aku kemudian berbisik lirih, "Jumanji...."
Deringan alarm dari hape kemudian membangunkanku. Jam tujuh lewat lima, mampus aku! Aku terlambat kerja! "Jumanjiiiiiiii....."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H