Mohon tunggu...
Yadi STP MM
Yadi STP MM Mohon Tunggu... Penulis - Science Content Writer PT Algarosan Nusantara

Berasal dari Rangkasbitung sekarang tinggal di Surabaya. Bekerja sebagai penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel Cerita Ksatria Ilalang Bab 30 Perguruan Pusaka Karuhun

4 Juni 2022   19:09 Diperbarui: 4 Juni 2022   20:27 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaka Someh merasa sedih, karena beberapa desa yang dilewatinya ternyata juga dalam keadaan yang memprihatinkan. Keadaannya sungguh kacau-balau akibat tindakan sewenang-wenang dari para penjahat. Wajah-wajah penduduk nampak kurang memancarkan kebahagian. Mereka diliputi oleh perasaan was-was dan penuh ketakutan. Bahkan beberapa rumah warga pun nampak rusak parah akibat di bakar api.

Rupanya gerombolan Ki Jabrik telah merajalela tanpa ada yang berani menghentikannya. Dalam hati, Jaka Someh tiba-tiba merasa penasaran dengan sosok Ki Jabrik tersebut. Siapakah Ki Jabrik itu sebenarnya? Kenapa dia bisa berkuasa dan ditakuti seperti itu?  Apakah Ki Jabrik itu memang sesakti seperti yang dikatakan orang-orang bahwa tubuhnya tidak mempan oleh senjata apapun dan memiliki kekuatan tenaga dalam yang mampu membakar apa saja?

Dalam perjalanan, Dewi Sekar lebih banyak diam tak banyak bicara. Pikirannya berkecamuk memikirkan keselamatan ayah dan adik semata wayangnya. Jaka someh hanya meliriknya karena merasa sungkan apabila mengusik lamunannya. Perjalanan pun menjadi begitu sepi karena mereka berdua telah membisu.

Tidak sampai tiga hari, Jaka Someh dan Dewi Sekar sudah sampai di Sumedang Larang. Tanpa membuang waktu, mereka langsung pergi menuju Padepokan Pusaka Karuhun.

Tidak perlu memakan waktu lama, mereka  telah tiba di gerbang padepokan Pusaka Karuhun. Keadaan di sana sungguh mengenaskan.

Dewi Sekar merasa syok ketika melihat kondisi padepokan yang porak poranda. Beberapa bagian bangunan terlihat hancur berserakan di mana`mana.

Ada bekas kebakaran di salah satu atap bangunan utama padepokan. Pintu dan jendela terlihat hancur berserakan. Di tempat itu juga tercium bau aroma darah meski tidak terlihat ada mayat. Hati Dewi Sekar merasa was-was. Dengan cepat dia turun dari gerobak  dan berlari masuk ke dalam padepokan. Dewi Sekar Harum memanggil ayah dan adiknya namun tidak berhasil menemui seseorang pun di dalam sana.

Tempat tersebut memang sudah dalam keadaan kosong tak berpenghuni. Dewi Sekar  terdiam dan hanya bisa melongo, bingung dengan keadaan dirinya, tidak tahu apa yang harus diperbuat. Air matanya mulai menetes. Karena sudah tak kuat lagi menahan kesedihan, dewi Sekar menangis tersedu-sedu. Hatinya menyesali keterlambatannya untuk datang ke tempat itu.  Jaka someh berempati dengan Dewi Sekar, dan berusaha untuk menghiburnya. 

"Sabar nyai Insya Allah tidak terjadi apa-apa... sekarang lebih baik tenangkan dulu hati nyai, cobalah untuk berprasangka baik...Insya Allah keluarga Nyai dalam keadaan selamat sehat wal afiat...sekarang sebaiknya kita cari informasi saja. Barangkali ada warga di sekitar sini yang bisa kita tanyai...". 

Dewi Sekar semakin menjadi menangisnya. Jaka Someh ikut menjadi panik dan bingung, tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat. Untunglah pada saat itu terlihat seorang lelaki setengah baya datang dari arah utara. Lelaki itu pun langsung mendekati mereka dan menyapa Dewi Sekar,

"Nyai ...ini  benar kamu...?" kata lelaki itu.

Dewi Sekar langsung menoleh pada lelaki setengah baya itu, dan wajahnya langsung terkejut. Hatinya merasa sedikit plong melihat sosok lelaki tersebut, yang tak lain adalah pamannya sendiri, Raden Karta Sasmita

"Mang Karta...? Iya Mang, benar ini  saya, Sekar...Rama  di mana mang?  Kenapa padepokan kita menjadi berantakan begini?". 

Raden Karta terdiam sejenak, wajahnya nampak begitu sedih, lalu dia berkata kepada Dewi Sekar

"Musibah, Nyai. Perguruan kita  di porak porandakan oleh Ki Tapa, salah satu tokoh pemimpin dari gerombolan Ki Jabrik...Banyak anggota perguruan kita yang tewas, tapi sudah mamang kuburkan...Rama kamu  berhasil dikalahkan oleh Ki Tapa, namun menurut kabar yang Mamang terima, Kang Surya bisa diselamatkan oleh 2 murid Ki Buyut Putih,yaitu  Ki Jaka Baru dan Ki Sangga Buana.  Jaka Baru dan Sangga Buana sendiri tewas di tangan Ki Tapa setelah berusaha menahan Ki Tapa yang berusaha mengejar Kang Suryaatmaja.Tapi Alhamdulillah Nyai, Mamang dengar dari beberapa murid kita, Rama kamu berhasil selamat meskipun mengalami luka dalam yang cukup serius. Rama dan adik kamu konon berhasil di bawa ke padepokan Ki Buyut Putih yang berada di Gunung Tampomas..." 

Mendengar keterangan dari pamannya seperti itu, hati Dewi Sekar merasa jauh lebih plong. Hatinya sudah banyak terobati setelah mendengar ayahnya berhasil di selamatkan oleh murid Ki Buyut Putih. Dewi Sekar pun mengucapkan terima kasih kepada pamannya

"Terima kasih banyak, Mang. Saya merasa lega setelah mendengar keterangan dari Mamang. Mudah-mudahan Rama  selamat...". 

Raden Karta melirik kepada Jaka Someh

"Ini  siapa Nyai...?". 

Dewi Sekar baru tersadar dengan keberadaan jaka someh

"Oh iya mang, ini  Kang Someh, orang yang telah menolong saya ketika saya terluka oleh Nyi Sundel...perkenalkan  Mang...". 

Raden Karta tersenyum kepada Jaka Someh dan menyalaminya. Jaka someh langsung menyambut hangat ucapan salam dari Raden karta. Jaka Someh yang melihat wajah Dewi Sekar kembali semringah merasa ikut bahagia

"Ya sudah, Nyai. Nanti kita coba cari Rama kamu ke gunung Tampomas. Nyai sabar dulu ya...". 

Dewi Sekar tersenyum mendengar ucapan jaka someh yang berusaha menghiburnya. Sore itu juga Jaka Someh dan Dewi Sekar melakukan bersih-bersih di padepokan Pusaka Karuhun yang telah porak poranda. Raden karta juga ikut membantu mereka membersihkan padepokan. Jaka Someh menyapu bersih bagian halaman depan padepokan sampai ke ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Setelah padepokan terlihat bersih, Jaka Someh masih menyempatkan diri untuk menata kembali barang-barang dan perabotan yang telah berceceran. Sampah dan segala pernik yang sudah tidak terpakai dia kumpulkan, dan kemudian di buang di halaman belakang padepokan untuk di bakar.

Tanpa terasa hari sudah malam ketika Jaka Someh selesai menata ulang kondisi padepokan Pusaka Karuhun sehingga kembali menjadi bersih, rapi, indah dan nyaman untuk di tinggali. Dewi Sekar dan Raden Karta merasa takjub melihat hasil kerja Jaka Someh yang telah membersihkan dan  merapikan kembali padepokannya. Padepokannya terlihat bersih dan asri, seakan-akan tidak pernah terjadi sesuatu keributan di sana. Setelah padepokannya kembali bersih, Dewi Sekar pun menyempatkan mandi di pancuran yang tak jauh dari padepokannya untuk menyegarkan kembali tubuhnya yang sudah terasa sangat penat. Sementara Jaka Someh pergi ke dapur untuk menyiapkan hidangan makan malam ala kadarnya dari beberapa bahan makanan yang berhasil dia temukan. Malam itu mereka beristirahat di Padepokan Pusaka Karuhun milik keluarga Dewi Sekar. Dewi Sekar tidur di kamarnya sedangkan Jaka Someh memilih tidur di atas gerobaknya yang terparkir di halaman depan Padepokan. Raden Karta juga menginap di sana untuk menemani Dewi Sekar dan jaka Someh.

Bersambung ke Bab 31 Tabib Yang Rendah Hati

Kembali Lihat Daftar Isi dan Sinopsis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun