Mohon tunggu...
Yadi STP MM
Yadi STP MM Mohon Tunggu... Penulis - Science Content Writer PT Algarosan Nusantara

Berasal dari Rangkasbitung sekarang tinggal di Surabaya. Bekerja sebagai penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel Cerita Ksatria Ilalang Bab 24 Dewi Sekar Harum

3 Juni 2022   08:27 Diperbarui: 4 Juni 2022   04:09 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu menjelang senja, di sebuah tempat yang berjarak 20 km dari bukit yang sekarang ditempati oleh Jaka Someh, nampak seorang gadis belia cantik yang sedang berlatih ilmu kanuragan dengan giatnya. Seorang Nyai  yang bernama Dewi Sekar harum, murid dari seorang pendekar wanita yang termashur di wilayah itu, yang bernama Nini Gunting Pamungkas.

Dewi Sekar Harum terkenal dengan kecantikan dan keanggunannya. Tubuhnya yang molek dengan tinggi yang ideal, dengan rambut panjang yang terurai sampai sepinggang. Kulitnya begitu putih bersih dengan sorot mata bening nan indah yang menyempurnakan aura kecantikannya.

Aroma tubuhnya juga menebarkan keharuman bunga mawar dan melati. Sudah banyak lelaki yang terpikat oleh kecantikannya namun semuanya belum ada yang mampu menaklukan hatinya.

Selain cantik jelita, Dewi Sekar harum juga berasal dari keturunan bangsawan. Dia adalah putri dari Raden Suryaatmadja yang masih berdarah kangsawan dari kerajaan sumedang larang. Raden Suryaatmadja juga seorang ketua perhimpunan Pendekar aliran putih di daerah Sumedang Larang. Beliau adalah pemimpin dari padepokan perguruan silat Pusaka Karuhun yang terkenal di wilayah Pasundan.

Nini Gunting Pamungkas berkata pada Dewi Sekar

"Baiklah Nyai, cukup sudah latihannya hari ini, matahari sudah mau terbenam...guru senang...kemampuan silat kamu sudah meningkat pesat..." 

Dewi Sekar hanya mengiyakan ucapan gurunya,

"Baik guru...Saya juga sudah merasa letih...ingin beristirahat..." 

Kemudian Dewi Sekar berpamitan kepada gurunya untuk pergi membersihkan diri di sebuah pancuran air yang letaknya tidak jauh dari tempatnya tadi berlatih.

Menjelang malam, Nini Gunting Pamungkas meminta Dewi Sekar untuk kembali menghadapnya. Setelah berhadap-hadapan, Nini Gunting Pamungkas kemudian berkata kepada Dewi Sekar,

"Begini Nyai, tadi siang guru telah didatangi  tamu dari padepokan Teratai Putih, mereka mengatakan bahwa Ki Jabrik dan gerombolannya sudah mulai merambah ke kota raja. Beberapa perguruan seperti padepokan gajah putih dan pedang kahuripan sudah mereka luluh lantakan. Ayahmu beserta para pendekar aliran putih lainnya sekarang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi keganasan gerombolan Ki Jabrik. Menurut informasi yang guru terima, ki Jabrik dan gerombolannya bermaksud untuk menghancurkan padepokan ayah-mu, Nyai. Maka itu guru berniat untuk mengirim kamu, pulang ke sumedang agar bisa membantu perjuangan keluarga-mu melawan keganasan Ki Jabrik..." 

Mendengar bahwa dia di minta gurunya untuk pulang, Dewi Sekar merasa senang sekaligus khawatir. Senang karena akan bertemu dengan keluarganya yang sudah lama dia tinggalkan, khawatir karena keadaan keluarganya yang sekarang sedang diancam oleh kelompok Perkumpulan Ki Jabrik.

Dewi Sekar sempat mendengar kabar tentang munculnya Kelompok Perkumpulan Ki Jabrik yang telah meresahkan masyarakat dalam Lima tahun terakhir ini. Kelompok ini di pmpin oleh Ki Jabrik dan di bantu oleh pendekar sakti lainnya seperti  Ki Tapa dan Nyi Sundel. Banyak masyarakat yang telah menjadi korban keganasan mereka. Selain menderita karena hartanya dijarah, harta benda bahkan nyawa masyarakat pun menjadi korban pembunuhan. Anggota gerombolan penjahat tersebut memang terkenal kejam dan sadis. Mudah sekali melakukan pembunuhan kepada siapa saja yang berani menentang mereka. Gerombolan ini telah menjelma menjadi momok menakutkan bagi para pendekar dan masyarakat sipil pada umumnya. Sudah banyak padepokan silat di wilayah pasundan yang telah mereka luluh lantakan.

Membayangkan keganasan gerombolan Ki Jabrik seperti itu, Dewi Sekar langsung menyetujui usul gurunya untuk segera pulang ke Sumedang Larang. Dia khawatir karena padepokan ayahnya sedang terancam oleh musuh yang kejam. 

"Baik guru, saya akan ikuti petunjuk guru...saya akan pulang untuk membantu Rama, kebetulan saya juga sudah sangat rindu dengan keluarga saya..." 

Nini Gunting Pamunkas menganggukan kepala, sebenarnya dia merasa berat untuk melepas murid kesayangannya tersebut. Dia sadar bahwa tugas yang dia berikan kepada muridnya kali ini, adalah tugas yang sangat berbahaya, karena nyawa menjadi taruhannya. 

Meskipun hatinya berat, namun karena sadar bahwa muridnya juga memiliki kewajiban untuk membela keluarga, Nini Gunting Pamungkas terpaksa memerintahkan murid kesayangannya untuk segera pulang.

Bagi Nini Gunting Pamungkas, Dewi Sekar bukan hanya sekedar seorang murid, melainkan sudah dianggap sebagai anak sendiri.  Bagaimana tidak, dia telah mengasuh dan mendidik Dewi Sekar semenjak Dewi Sekar berusia 6 tahun.

Setelah terdiam beberapa saat, Nini Gunting Pamungkas berkata kepada Dewi Sekar

"Ya sudah Nyai, malam ini kamu bersiap-siap, besok pagi kamu bisa berangkat pulang ke Sumedang". 

Dewi Sekar menganggukan kepalanya sambil berkata

"Terima kasih Guru,  sekarang saya mohon  pamit terlebih dahulu, saya izin mempersiapkan bekal untuk  besok pagi". 

Nini Gunting Pamungkas pun mempersilahkan Dewi Sekar Harum untuk pergi dari hadapannya

"Ya Nyai, silahkan..." 

Besok paginya, Dewi Sekar kembali berpamitan kepada gurunya. Dia akan berangkat ke Sumedang Larang sendirian.

Karena tak kuasa menahan kesedihan akan berpisah dengan gurunya, air mata Dewi Sekar mulai berlinang. Demikian juga dengan Nini Gunting Pamungkas, yang hatinya berat untuk melepaskan kepergian muridnya. Nini gunting pamungkas kemudian memberikan restu kepada Dewi Sekar.

Dewi Sekar berangkat dengan mengendarai kuda. Ketika melewati gerbang padepokan, Dewi Sekar kembali teringat pada kenangan masa lalunya, saat pertama kali dia di bawa dan diperkenalkan oleh Dewi Tanjung Biru kepada Nini Gunting Pamungkas. Dewi Tanjung Biru adalah bibinya, yaitu adik kandung dari ayahnya sendiri. Saat itu Dewi Sekar masih berusia 6 tahun, setelah ibu kandungnya yang bernama Dewi Laras wangi meninggal.

Ibunya meninggal setelah mengalami pendarahan ketika melahirkan Raden Arya Rajah. Adik kandung Dewi Sekar.

 Awalnya ayahnya keberatan untuk berpisah dengan Dewi Sekar. Namun setelah diyakinkan Dewi Tunjung Biru bahwa semuanya itu untuk kebaikan masa depan Dewi Sekar, akhirnya Raden Surya Atmaja merelakan putrinya berada dalam asuhan Nini gunting Pamungkas.

Setahun sekali Raden Surya Atmaja mengunjungi Dewi Sekar sambil membawa Arya Rajah. Hubungan Dewi Sekar dengan adiknya itu terbilang baik. Meskipun jarang bertemu, namun keduanya saling menyayangi sebagai adik dan kakak perempuan.

Bersambung ke Bab 25 Pertarungan Dua Nyai

Lihat Sinopsis dan Daftar Isi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun