"Begini Nyai, tadi siang guru telah didatangi  tamu dari padepokan Teratai Putih, mereka mengatakan bahwa Ki Jabrik dan gerombolannya sudah mulai merambah ke kota raja. Beberapa perguruan seperti padepokan gajah putih dan pedang kahuripan sudah mereka luluh lantakan. Ayahmu beserta para pendekar aliran putih lainnya sekarang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi keganasan gerombolan Ki Jabrik. Menurut informasi yang guru terima, ki Jabrik dan gerombolannya bermaksud untuk menghancurkan padepokan ayah-mu, Nyai. Maka itu guru berniat untuk mengirim kamu, pulang ke sumedang agar bisa membantu perjuangan keluarga-mu melawan keganasan Ki Jabrik..."Â
Mendengar bahwa dia di minta gurunya untuk pulang, Dewi Sekar merasa senang sekaligus khawatir. Senang karena akan bertemu dengan keluarganya yang sudah lama dia tinggalkan, khawatir karena keadaan keluarganya yang sekarang sedang diancam oleh kelompok Perkumpulan Ki Jabrik.
Dewi Sekar sempat mendengar kabar tentang munculnya Kelompok Perkumpulan Ki Jabrik yang telah meresahkan masyarakat dalam Lima tahun terakhir ini. Kelompok ini di pmpin oleh Ki Jabrik dan di bantu oleh pendekar sakti lainnya seperti  Ki Tapa dan Nyi Sundel. Banyak masyarakat yang telah menjadi korban keganasan mereka. Selain menderita karena hartanya dijarah, harta benda bahkan nyawa masyarakat pun menjadi korban pembunuhan. Anggota gerombolan penjahat tersebut memang terkenal kejam dan sadis. Mudah sekali melakukan pembunuhan kepada siapa saja yang berani menentang mereka. Gerombolan ini telah menjelma menjadi momok menakutkan bagi para pendekar dan masyarakat sipil pada umumnya. Sudah banyak padepokan silat di wilayah pasundan yang telah mereka luluh lantakan.
Membayangkan keganasan gerombolan Ki Jabrik seperti itu, Dewi Sekar langsung menyetujui usul gurunya untuk segera pulang ke Sumedang Larang. Dia khawatir karena padepokan ayahnya sedang terancam oleh musuh yang kejam.Â
"Baik guru, saya akan ikuti petunjuk guru...saya akan pulang untuk membantu Rama, kebetulan saya juga sudah sangat rindu dengan keluarga saya..."Â
Nini Gunting Pamunkas menganggukan kepala, sebenarnya dia merasa berat untuk melepas murid kesayangannya tersebut. Dia sadar bahwa tugas yang dia berikan kepada muridnya kali ini, adalah tugas yang sangat berbahaya, karena nyawa menjadi taruhannya.Â
Meskipun hatinya berat, namun karena sadar bahwa muridnya juga memiliki kewajiban untuk membela keluarga, Nini Gunting Pamungkas terpaksa memerintahkan murid kesayangannya untuk segera pulang.
Bagi Nini Gunting Pamungkas, Dewi Sekar bukan hanya sekedar seorang murid, melainkan sudah dianggap sebagai anak sendiri. Â Bagaimana tidak, dia telah mengasuh dan mendidik Dewi Sekar semenjak Dewi Sekar berusia 6 tahun.
Setelah terdiam beberapa saat, Nini Gunting Pamungkas berkata kepada Dewi Sekar
"Ya sudah Nyai, malam ini kamu bersiap-siap, besok pagi kamu bisa berangkat pulang ke Sumedang".Â
Dewi Sekar menganggukan kepalanya sambil berkata