Mohon tunggu...
Yadi STP MM
Yadi STP MM Mohon Tunggu... Penulis - Science Content Writer PT Algarosan Nusantara

Berasal dari Rangkasbitung sekarang tinggal di Surabaya. Bekerja sebagai penulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel Cerita Ksatria Ilalang Bab 4. Menyambung Silaturahmi. Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

30 Mei 2022   10:23 Diperbarui: 23 Juni 2023   08:29 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perguruan maung Karuhun adalah perguruan silat yang sangat terkenal di wilayah Kampung Cikaret. Bahkan terkenal sampai ke kampung-kampung lainnya. Banyak para pemuda, baik yang berasal dari kampung Cikaret sendiri maupun kampung lainnya belajar silat di perguruan tersebut. Namun karena Jaka Someh adalah seorang yang kuper, meskipun berasal dari Kampung Cikaret sendiri dia tidak mengetahui tentang Perguruan tersebut.

Mang engkos kemudian bercerita kepada Jaka someh, tentang sosok Ki Jaya Kusuma yang memiliki perawakan tinggi yang besar dan mempunyai kekuatan tenaga dalam yang sangat luar biasa. Konon katanya, dia memiliki Jari-jari yang sangat kuat, yang diperoleh dari latihan khusus jurus cakar harimau yang terkenal ganas. Sorot matanya juga sangat tajam seperti sorot mata harimau yang sedang marah. Membuat orang lain menjadi segan untuk berurusan dengannya. Mendengar penjelasan Mang Engkos tersebut, Jaka Someh menjadi semakin mantap untuk berguru kepada Ki Jaya Kusuma.

Keesokan harinya, Jaka Someh bersiap untuk berangkat menuju perguruan Maung Karuhun. Tekadnya sudah sedemikian kuat untuk belajar silat kepada Ki Jaya Kusuma. Dia ingin menjadi seorang pendekar hebat yang di takuti oleh musuh-musuhnya. Jaka Someh membayangkan kalau suatu saat nanti dia akan menjadi pendekar yang sakti. Dia akan membalas perbuatan jahat Ki Marta dan kawan-kawannya yang telah menganiayanya.

Sebenarnya perguruan Maung Karuhun masih satu kampung dengan gubuk Jaka Someh, namun perjalanan untuk mencapai perguruan tersebut ternyata memakan waktu sampai setengah harian.

Karena tidak memiliki uang sepeserpun, Jaka someh menyiapkan bekal yang dibuatnya sendiri.  Berupa nasi timbel, yaitu nasi yang di bungkus dengan daun pisang, di tambah dengan lauk pauk seadanya, seperti pepes peda dan sambal bawang.

Bekal makanan dan sepasang pakaian yang bersih sudah disimpan dalam sarung bututnya. Setelah semuanya telah siap, Jaka someh kemudian segera meninggalkan gubuk sederhana miliknya.

Satu jam lebih, Jaka Someh sudah berjalan. Dia telah melewati area pesawahan dan hutan kayu yang sudah nampak mengering. Dia berjalan di sebuah jalan setapak, di atas sebuah bukit yang di apit oleh dua buah jurang kecil. Meskipun jalanannya tampak sepi, tapi Jaka Someh menikmati perjalanan tersebut. Pemandangan yang hijau dan indah sangat memanjakan matanya.

Tak terasa sudah empat jam Jaka someh berjalan, Dia pun mulai memasuki lahan perkebunan kopi dan cengkeh milik warga.  Hanya butuh satu jam saja Jaka someh berjalan menyusuri areal perkebunan tersebut, selanjutnya dia pun sudah memasuki area pemukiman warga.

Di sana banyak sekali rumah panggung milik warga. Rumah yang berdindingkan bilik dari bambu. Terlihat ada beberapa warga yang sedang menjemur gabah padi yang baru saja di panennya. Mereka menjemur di atas media tikar yang terbuat dari anyaman daun kelapa.

Beberapa orang, terlihat sedang duduk santai di dalam rumahnya, sambil di temani kopi dan camilan goreng pisang ataupun kue rengginang. Beberapa anak terlihat sedang bermain bersama teman-temannya. Mereka sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri, tidak peduli dengan Jaka Someh yang saat itu sedang berjalan santai ke arah barat kampung mereka.

Namun tanpa Jaka Someh sadari, ada sepasang mata yang semenjak tadi mengawasi gerak-geriknya. Usianya yang sudah paruh baya membuatnya menjadi agak sedikit pelupa, namun matanya merasa tidak asing dengan paras dan cara jalan Jaka Someh, hal itu mengingatkannya pada salah satu sahabat karibnya ketika masih muda. Dia adalah Pak Rohadi, jaro di kampung itu. Jaro adalah gelar untuk sebutan kepala kampung.

Mengalahkan rasa penasaran, akhirnya Pak Rohadi memanggil Jaka Someh, yang baru saja melewati bale-bale depan rumahnya. 

“ tunggu, Jang..!”

Panggil pak Rohadi, suaranya sudah sedikit berat karena sudah termakan usia. Dengan cepat kepala jaka someh menoleh kearah sumber suara itu.

“Bapak memanggil saya?”

Tanya jaka someh dengan sopan.

“Iya, kamu kesini dulu!”

Tangan pak Rohadi memberikan isyarat agar jaka someh menghampirinya. Dengan perasaan ragu Jaka Someh menghampiri orang yang memanggilnya tersebut.

“Kamu tinggal di lereng Gunung Halimun bukan?” Tanya pak Rohadi

“Iya pak, kok bapak tahu?” jawab Jaka Someh.

Ada perasaan heran juga dalam hatinya, kok bisa orang ini tahu asal tempat tinggalnya.

“Kamu anak almarhum Sabarudin bukan?”

Medengar pertanyaan seperti itu Jaka Someh menjadi bertambah heran, matanya melirik kepada Pak Rohadi dengan sedikit memincing. Ditelisiknya pak Rohadi dari atas sampai bawah.

“Bapak kenal dengan bapak saya?”

Jaka someh balik bertanya kepada pak Rohadi. Tapi bukannya menjawab, Pak Rohadi malah merangkul tubuh kekar jaka someh.

“Beneran kamu anak sabarudin?”

Suara Pak Rohadi agak sedikit serak, ada sedikit rasa haru dalam dadanya bisa bertemu dengan anak sahabat dekatnya.

“Saya Pak Rohadi, sahabat bapakmu dari semenjak kecil, dulu kami sama-sama belajar ilmu agama di pesantren Kiai Hasan di Sukabumi…ayo ujang mampir dahulu kesini... Masuk ke rumah saya...!”

Jaka Someh tersenyum kepada Pak Rohadi, lalu dia pun tanpa ragu lagi masuk ke pekarangan rumah pak Rohadi. Samar-samar Jaka Someh mulai ingat, dulu ayahnya pernah mengajaknya berkunjung ke rumah ini. Dia pun sudah mulai ingat dengan pak Rohadi, sahabat karib ayahnya itu. Jaka Someh tersenyum pada pak Rohadi, lalu mengucapkan Salam

” Assalamu alaikum pak Rohadi, bagaimana kabar bapak?”

Pak Rohadi menjawab

”Wa alaikum salam, alhamdulillah baik, ayo naik… mari masuk ke dalam...!”

Jaka Someh menaiki tangga pendek yang berada di bawah pintu rumah panggung milik pak Rohadi. Dia disambut ramah oleh pak Rohadi

“Bagaimana kabarmu  Jang Someh? Sudah lama bapak tidak melihat kamu…terakhir kali kamu masih kecil sewaktu di ajak ayahmu main ke rumah bapak, wajah kamu mirip sekali dengan almarhum Sabarudin...makanya dari tadi, bapak tilik-tilik koq rasanya seperti kenal...eh ternyata Jang Someh anaknya Sabarudin, kebetulan pisan  ...”

Kata pak Rohadi sambil bediri di atas tangga rumahnya.

Setelah dipersilahkan masuk, Jaka Someh segera masuk ke dalam rumah pak Rohadi.

Rumahnya cukup luas, namun hanya terdiri dari 3 ruangan saja, yaitu satu ruang tengah dan dua kamar tidur. Di ruang tengah itu Jaka Someh duduk di atas tembikar yang telah di gelar di atas lantai yang berupa bale-bale bambu. Pak Rohadi kemudian menyibukan diri dengan memberi suguhan kopi panas dan kue keripik yang terbuat dari singkong. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar, mereka kemudian mengobrol cukup lama tentang kehidupan Jaka Someh sepeninggal ayah dan ibunya. Jaka Someh sendiri jadi lupa dengan tujuan awal perjalanannya untuk berguru ke Kijaya Kusuma. Dia baru ingat hal tersebut, setelah tiba-tiba pak Rohadi menanyakan tentang tujuan perjalanannya

” Jang Someh ini mau kemana sebenarnya...? Koq tumben jalan-jalan sampai kesini?”

Mendengar pertanyaan itu, Jaka Someh pun menceritakan niatnya yang ingin berguru kepada Ki Jaya kusuma. Dia juga menceritakan tentang kejadian penganiayaan yang dialaminya oleh Ki Marta dan kawan-kawannya beberapa waktu yang lalu. Pak Rohadi hanya terdiam, tanpa ada komentar sedikitpun ketika mendengar cerita Jaka Someh. Setelah menghela nafas, Pak Rohadi akhirnya berucap pada Jaka Someh

“ Jang Someh…Bapak ikut prihatin…dengan musibah yang telah menimpa kamu dan keluarga...Tapi kamu sabar ya… jangan sampai punya niat untuk membalas dendam kepada Ki Marta dan kawan-kawannya…Lebih baik bersabar...biarlah Allah saja yang membalas perbuatan mereka...Allah itu maha Adil…semua musibah pasti ada hikmah dibaliknya…kita saja yang seringkali tidak memahaminya…Insya Allah saya yakin, Bapakmu itu mati sahid, mati dalam keadaan husnul khotimah…karena matinya dalam keadaan membela kebenaran…”.

Jaka Someh hanya bisa terdiam mendengarkan nasehat dari Pak Rohadi. Tidak mengamini juga tidak menolaknya. Pak Rohadi kemudian melanjutkan ucapannya

”Bapak tidak melarang kamu untuk belajar silat...apalagi kepada Ki Jaya Kusuma…Karena Bapak  kenal dengan beliau…meskipun terkenal sebagai jawara hebat tapi beliau orangnya sangat rendah hati dan tidak sombong… kalau kamu nanti sudah berhasil menguasai ilmu bela diri dari Ki Jaya Kusuma...maka pergunakanlah ilmu tersebut di jalan yang benar...untuk menolong masyarakat yang lemah dan teraniaya... jangan dipakai untuk kesombongan atau takabur, jika kamu menggunakan kepandaian tersebut di jalan kebenaran...Insya Allah semuanya akan berkah...bisa selamat…dunia dan akherat…”.

Mendengar nasehat dari pak Rohadi, Jaka Someh semakin tertunduk sambil sesekali menganggukan kepalanya, seakan-akan dia patuh dengan ucapan sahabat almarhum ayahnya. Pak Rohadi kemudian melanjutkan lagi ucapannya.

”Bapak berharap setelah kamu selesai berguru, tinggallah di sini, di rumah bapak ini...dari pada kamu tinggal sendirian di lereng bukit…. jauh dari peradaban manusia...”

Jaka Someh terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya berkata dengan sopan kepada pak Rohadi

”Terima kasih banyak pak, atas tawarannya… tapi saya masih merasa berat kalau harus meninggalkan gubuk peninggalan orang tua saya...”

Pak Rohadi berkata

”Iya, iya…Bapak juga mengerti kamu  pastinya berat untuk melepaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan kenangan bersama orang tuamu. Hanya saja Bapak merasa punya kewajiban untuk merawat kamu…anak dari sahabat Bapak sendiri yang sudah Bapak anggap sebagai saudara sendiri… bapak benar-benar menerima Jang  Someh dengan tangan terbuka”.

Ketika Jaka Someh dan pak Rohadi sedang asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar suara orang yang datang, rupanya orang tersebut adalah Asih, putri semata wayang pak Rohadi. Dia sudah ada di dekat pintu rumah, di temani dua pemuda yang kelihatan eksentrik. Dua lelaki yang baru dikenalnya sewaktu nonton pagelaran wayang golek seminggu yang lalu. Pemuda itu bernama Panji dan Udan. Panji yang memiliki wajah tampan dan pandai mengucapkan kata-kata gombal dengan mudahnya membuai hati Asih yang masih polos.

Hanya berselang dua hari semenjak pertemuan itu, mereka sudah saling mengikat jalinan asmara. Asih berkata manja kepada Panji

“Ayo, kang Panji masuk dulu ke rumah, Asih ingin mengenalkan akang ke bapak”

Panji menjawab pelan sembari tersenyum simpul

“Nanti saja ya nyai...lain kali saja...! Akang sekarang sedang terburu-buru...ada keperluan yang harus akang selesaikan segera hari ini…”

Asih terlihat kecewa dengan penolakan Panji. Dia pun segera memegang tangan Panji dengan mesra, seakan` tidak mau berpisah dengan pujaan hatinya itu

”Ada Keperluan apa sih Kang…? Koq buru-buru begitu...ayo masuk dulu  kang… sebentar...saja…!”

Asih merayu Panji supaya mau masuk ke dalam rumahnya. Panji tersenyum, sambil menggelengkan kepalanya dia berkata lembut kepada Asih

“Nanti saja nyai...lain waktu saja akang main ke rumah kamu...Betul nyai…akang janji…lain waktu akang akan mampir ke rumah kamu, bertemu dengan orang tua nyai…sekarang  akang pamit dahulu ya...”.

Meskipun kecewa, namun  Asih tak kuasa lagi untuk menghalangi niat Panji untuk pergi. Setelah Panji dan temannya tidak kelihatan lagi, Asih naik ke tangga rumahnya. Pak Rohadi yang melihat kedatangan Asih, langsung tersenyum dan berkata

“Eh Nyai, kamu teh sudah pulang…? Tadi  kamu di antar sama siapa…?kenapa tidak di ajak masuk dulu  atuh ke dalam rumah…?”

Asih menjawab pertanyaan ayahnya dengan senyuman

“Itu  kang Panji…Bapak…Teman Asih…Kebetulan tadi Kang Panji sedang terburu-buru…katanya masih ada keperluan penting yang harus dia selesaikan, makanya Kang Panji tidak bisa masuk ke dalam rumah kita…”.

Pak Rohadi menganggukan kepalanya sambil berkata lembut

“Ya sudah  geulis…tidak apa-apa mungkin lain kali kamu  bisa memperkenalkannya ke Bapak…  Eh iya, kebetulan, bapak mau meperkenalkan kamu dengan Jang Someh, beliau adalah anak pak Sabarudin, sahabat bapak waktu kecil….”

Asih melirik ke arah Jaka Someh yang sedang memandanginya. Asih tersenyum sesaat, sambil menganggukan kepalanya sekali. Lesung pipitnya terlihat begitu manis.

Mendapatkan senyum manis dari Asih, Jaka Someh merasa jiwanya mau terbang. Hatinya bergetar. Seumur hidupnya belum pernah dia merasakan suatu getaran aneh seperti itu.  Entah karena belum pernah melihat seorang gadis ataukah karena dia merasa takjub melihat kecantikan Asih, jantungnya terus berdegup tidak karuan. Ada perasaan takjub melihat wajah Asih yang khas. Cantik dan fresh. Mungkin inilah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Jaka Someh baru saja mengalaminya.

Namun untunglah Jaka someh adalah seorang pemuda yang telah di didik dengan etika dan norma kesopanan. Meskipun terpesona dengan Asih namun dia mampu menahan diri untuk tidak mengumbar hawa nafsunya.

Jaka Someh tersenyum hormat kepada Asih. Namun kali ini, Asih hanya membalasnya dengan sedikit senyum yang dipaksakan. Dia mengamati pakaian Jaka Someh yang tampak lusuh.  Setelah itu Asih memalingkan mukanya. Sikapnya tersebut terkesan meremehkan Jaka Someh. Deg, hati Jaka Someh merasa perih, serasa teriris oleh sebilah pisau yang tajam karena mendapat perlakuan remeh dari Asih. Entah kenapa, hatinya terasa begitu sedih.

Tanpa berkata apa-apa, Asih langsung masuk ke dalam kamarnya. Roman muka pak Rohadi tampak tidak senang melihat sikap anaknya yang kurang sopan terhadap tamunya. Pak Rohadi berkata pada Jaka Someh

” Maapkan sikap anak saya ya, Jang Someh, Asih memang agak manja….”

Jaka Someh tersenyum sambil berkata

“Tidak apa-apa, pak...”

Tidak lama setelah itu Jaka Someh pun berpamitan kepada Pak Rohadi untuk melanjutkan perjalanannya.

Bersambung ke bab 5. Ki Jaya Kusuma Pendekar Harimau Maung Karuhun

Lihat Sinopsis Daftar Isi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun