Mohon tunggu...
supriadi legino
supriadi legino Mohon Tunggu... -

Lulus Elektro ITB tahun 1974, MM UNSRI tahun 2000, MBA University of Missouri St. Louis th 2003, MA International Business th 2003,doctor of management tahun 2006. Sekarang menjadi Ketua STT PLN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Nature

TOSS dalam Konsep Listrik Kerakyatan

22 Mei 2018   05:27 Diperbarui: 22 Mei 2018   07:01 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir semua proyek listrik raksasa termasuk ambisi 35 ribu MW mengalami keterlambatan Proyek listrik skala besar membutuhkan modal besar sehingga sering tergantung kepada pendanaan dari luar negeri yang memiliki prosedur dan persyaratan yang juga memakan waktu yang lama dan sayangnya hanya dijalankan dengan modal perintah saja tanpa didukung oleh perencanaan dan persiapan yang cerma. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengusulkan alternatif penggunaan pembangkit listrik skala kecil dalam jumlah banyak dan tersebar dalam melistriki negeri ini sebagai bentuk pemberdayaan seluruh potensi rakyat setempat secara gotong royong.

 

Saatnya melirik skala kecil dengan memberdayakan rakyat 

Walaupun sistim ketenagalistrikan skala besar lebih ekonomis  dan secara teknik lebih andal, tetapi pembangunannya sering terlambat yang nilai kerugiannya bisa menganulir keuntungan ekonomisnya. 

Di lain pihak  sistim skala kecil memiliki fleksibilitas tinggi karena tidak memerlukan lahan luas sehingga bisa diletakkan pada lokasi tersebar. Selain itu pembangkit kecil tidak membutuhkan modal besar sehingga membuka peluang usaha bagi pengusaha lokal untuk mengimbangi dominasi pemilik modal kuat yang selama ini menguasai bisnis ketenaga listrikan.

 Pembangkit yang dimaksud dirancang dengan menggunakan energi bersih sehingga dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi emisi carbon dan gas methan yang merusak ozon. 

Dengan adanya opsi pilihan ini, pemerintah dan PT PLN (Persero) dapat memfokuskan perhatian pada pembangkit skala besar untuk melayani kebutuhan industri. Sedangkan untuk melayani rakyat dan konsumen kecil yang sulit terjangkau oleh jaringan PLN, pengembangannya bisa diserahkan kepada pemerintah daerah dan UMKM setempat dengan cara  gotong royong.

Listrik Kerakyatan sebagai opsi pembangkit skala kecil tersebar

STT PLN tengah mengembangkan model listrik kerakyatan (LK) yang merupakan sistim hibrida pembangkit kecil dengan teknologi sederhana yang menggunakan energi matahari, sampah, dan energi angin. LK mengadopsi konsep pembangkit tersebar ( distributed generation) yang memungkinkan pembangkit listrik bisa dipasang sebanyak mungkin di sekitar konsumen. LK juga tidak memerlukan tambahan jaringan transmisi yang mahal.  Salah satu  jenis unggulan listrik kerakyatan adalah mengubah sampah menjadi energi dengan konsep TOSS (tempat olah sampah setempat) untuk mengolah sampah tanpa dipilah menjadi briket untuk bahan bakar kompor atau pembangkit listrik dengan peralatan yang bisa dibuat di dalam negeri.

TOSS selain menghasilkan energi sekaligus juga bisa mengatasi permasalahan sampah perkotaan. Berdasarkan uji coba yang dilakukan STT PLN, biaya investasi, satu paket TOSS LK dengan kapasitas olah sampah 3 ton per hari adalah sekitar 600 juta sampai 700 juta rupiah. Paket tersebut bisa dibuat pembangkit listrik dengan kapasitas sekitar 30 kW yang mampu menghasilkan 600 kWh per hari. Dengan membangun 3000 unit LK di 1000 desa yang kapasitas per unitnya hanya 30 kW, sama dengan membangun satu unit 100 MW. Apabila LK diterapkan bersama secara gotong royong di 70 ribu desa di Indonesia, dalam waktu satu tahun jumlahnya bisa lebih dari 7000 MW. Angka yang cukup besar untuk kontribusi pencapaian sasaran 23%  energi terbarukan sebelum tahun 2025.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun