Mohon tunggu...
Yoan S Nugraha
Yoan S Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemred kepripedia.com

Pemimpin Redaksi media online kepripedia.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

2 itu 1

13 Oktober 2013   21:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:35 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“iye pak long, saye juge berfikir begitu, tapi...”

“tapi ape mad..duet yang jadi fikiran engkau?, janganlah engkau risau mad, nikah tu yang penting niat bukan duet, hahaha uhukuhuk”. Seloroh pak long terbatuk saat menghembuskan asap linting 87 nya membuat hati ini sedikit lega, bahwa beliau tidak marah, meski terkadang raut wajah pak long yang dulunya terkenal sebagai pelaut handal ini cukup membuat gugup lawan bicaranya, ditambah lagi efek alami guratan umur yang menandakan dia tidak semuda dulu, namun bekas goresan ekor pari masih melintang diwajahnya, konon pari yang menyebabkan goresan itu ditangkap dilaut cina selatan, daerah Serasan pulau tujuh terlepas dari pengait ikan saat kapal oleng diterjang ombak.

“ape yang pak long cakap tu memanglah betul, tapi berikanlah waktu sedikit bagi saye untuk mengumpulkann modal pesta kelak dari penjualan buku kariye saye ni ”. jawabku mulai tenang sambil menyodorkan buku dengan Cover merah maron bergambar sampan kayu berwarna coklat tua, dan diatasnya bertuliskan judul “ANTOLOGI PUISI SECIAU HARAP” oleh Mamad Ibni Yusof.

“bagus warne buku ni”. Dibolak baliknya buku itu. “tapi aku tak suke gambarnye, burok sangat, terlalu lemah artinye untuk lelaki seperti awak mad”. Aku tertarik atas komentar pak long, meskipun pengetahuan sastranya sangat sedikit, namun setidaknya pak long telah memberikan masukan kepadaku sebagai seorang penulis pemula, karena aku sangat sadar atas segala kekuranganku hanya menulislah yang bisa aku perbuat, hingga tubuh ini benar-benar pulih terutama pulih M E N T A L.

“ape yang membuat pak long tak suke dengan gambarnye?”. Aku bertanya ingin tahu, berharap akan diberikannya jawaban yang mampu menggugah semangatku yang lemah ini.

“mad...aku ni pelaut, besar dilaut, hidup dilaut, laut mane yang tak aku layar, laut cine, laut thailand, laut malaka, hampir semue laut yang ade di negeri ini dah aku jaring ikannye, seharusnye engkau pasang gambar perahu besar, atau kapal ‘lancang kuning’ misalnye, janganlah pasang gambar sampan macam ni...tak bagos...tak bagos”.

Panjang lebar penjelasannya, yang mampu membuat aku tersenyum simpul dan mampu melupakan dinginnya angin di pelantar ini, mampu melupakan sejenak traumaku atas kejadian lima tahun silam yang membuat hidupku bertumpu pada putaran roda di kursi roda, namun ada benarnya juga perkataan pak long hamid yang sebenarnya bernama Ahmad Najib, itupun aku tahu nama lengkapnya dari Siti, saat membersihkan kamarnya lebaran haji tahun lalu.

“iye, iye...betol juge kate pak long, kenape saye tak ganti dengan perahu ye gambarnye”. “ha..taupon engkau, tapi tak payah lah engkau ganti dulu, nanti lame pulak nungu gantinye, lame laku bukunye, lame jadinye engkau nikah dengan Siti, hhahahaha uhukhukhukhuk”.

***

Tertatih langkahku belajar menapak yang telah sekian tahun lamanya tapak ini tak menapak di bumi, ku kumpulkan sejenak tenagaku dengan setiap tarikan panjang nafasku, “bismillah...”.  terus aku lanjudkan dengan lantunan zikir. “ya..sedikit lagi..awas..pelan-pelan, jangan terburu-buru.” Dokter Rifa’i memberiku semangat sekaligus aba-aba agar lebih berhati-hati.

Sungguh sayang, ingin berita bahagia ini aku sampaikan kepada Siti tentang seorang penonor mulia yang mau menghibahkan sumsum tulang belakangnya, malaikat agaknya, sungguh...Siti harus segera mengetahuinya, tapi dimana? Hampir setahun siti meninggalkanku dan berjanji akan segera kembali, masih terngiang perpisahan dengannya dengan janji tidak lama, hanya tiga bulan saja di ranah Jiran, katanya saudara jauhnya yang disana menawarkan pekerjaan untuk menjadi koki di restaurantnya, dangan berat hati aku mengizinkannya, pujuk rayunya tentang rencana tabungan untuk menikahlah yang membuatku luluh, saat itu aku hanya pasrah, bisa apa selain menulis beberapa buku yang tingkat kelarisannya sungguh jauh dari prediksiku, sungguh, zaman ini sangat sulit mencari orang yang minat membaca sastra, terlebih lagi siapalah aku ini yang hanya penulis pemula tanpa label.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun