Mohon tunggu...
Yoan S Nugraha
Yoan S Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemred kepripedia.com

Pemimpin Redaksi media online kepripedia.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

2 itu 1

13 Oktober 2013   21:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:35 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siti masih menatap dalam wajahku penuh harap, seakan sorot matanya telah berhasil masuk kepalung hati terdalam, ya...yang terdalam, bahkan hingga kedasarnya. “Siti...”panggilku dengan nada lirih menahan sakit. “iye bang...macam mane sekarang keadaan abang?”. “entahlah Siti...kepale abang pening, badan abang berat, bahkan dibagian kaki terase sangat susah untuk digerakkan, dan same sekali tidak bise digerakkan”. Ceracauku kepada Siti. “tahan ye bang...sekejap lagi dokter datang untuk memberikan obat, Siti akan terus disini bersame abang hingge abang sembuh”. Sungguh betapa besarnya rasa sayang Siti kepadaku, sejak dua tahun yang lalu aku mengenalnya disebuah acara Peraduan Pantun se-Asia Tenggara, tanpa sengaja mata ini tertuju pada seorang gadis dengan paras Melayu asli diantara kerumunan penari makan sirih yang siap tampil menyambut kedatangan pembesar negeri di Kota Gurindam Negeri Pantun ini.

Aku sangat yakin, kecantikan yang dipancarnya bukanlah hasil edit akibat polesan alat kecantikan salon, ini asli mempesona, tidaklah mungkin alat kecantikan mampu membuat lekuk lesung pipit yang menggingsul senyumnya, tidaklah mungkin salon tercanggih mampu memoles adat dan adapnya sebagai wanita santun.

Rasa kagumlah yang mampu mengawali kisah cinta hingga sekarang, bahkan saat tubuh ini roboh dipembaringan akibat kecelakaan kapal ferry menuju Negara Jiran untuk mengusung nama Negeri Gurindam ke ranah nternasional dibidang Sastra Lisan khususnya Pantun terkandas karena kapal yang memberangkatkanku karam tersapu gelombang angin Barat  dan taong, membuat kapal terhempas dahsat sebanyak tiga kali dan blub...blub...blub dengan cepat laut menelan kapal beserta muatannya, entah berapa lama aku tak sadarkan diri, namun seingat fikir ini, lima belas dari empat puluh dua orang dinyatakan Tewas, dan Jenazah yang berhasil ditemukan lima hari kemudian hanyalah delapan orang saja, sisanya hilang, itu pernyataan yang ku ingat dari seorang anggota SAR saat aku berada di Rumah Sakit.

“maaf, anda siapanya Tuan Mamad?”. Aku mendengar ucapan dokter yang bertanya kepada Siti, tapi kenapa Dokter tidak bertanya kepadaku saja, aku kan telah sadar dari koma, meskipun katanya aku koma selama dua hari, tapi aku masih mampu menjawab pertanyaan yang sepele itu kok, maunya Dokter bertanya kepadaku, “maaf ncik Mamad, disamping awak ni siape? Atau, Mad awak kenal tak dengan orang disamping awak ni?, atau, apa saja”.

Sejurus dari kecamuk fikirku yang entah datangnya dari mana hingga bisa memikirkan seorang dokter yang sempat terbaca dari sudut mataku tepat di tanda pengenalnya, dr.Rifa’i. Sp.BS, aku mendengar perbincangan Siti dan dokter yang menyatakan aku lumpuh akibat cedera yang kualami mengakibatkan tulang belakangku retak cukup parah hingga sumsum tulang belakangku tidak lagi pada standar ciptaan Tuhan. “ape? Saye lumpuh dok?”. Sergapku seakan telah mengikuti pembicaraan sejak awal. “iya, anda lumpuh akibat keretakan tulang belakang yang membuat sistem syaraf anda terganggu, karena sumsum tulang belakang anda pecah”. Begitu keterangan dokter dengan segudang ilmu yang dipelajarinya untuk mendapatkan gelar Sp.BS (Spesialis Bedah Syaraf). “Bang, abang harus kuat dengan berite ini, Siti akan kabarkan dengan Emak dan Abah”. Ucapan siti begitu tegar digaung telingaku, meskipun kulihat airmatanya sudah tak terbendung, lesung pipitnya yang gingsul hilang seri. “adekah care agar saye bise sediekale dok?”. Tanyaku seakan tidak menghiraukan ucapan Siti yang justru membuatku menjadi lemah, ya..lemah karena tak sanggup melihat airmata seorang gadis yang sebentar lagi kupersunting ini membasahi wajah serinya bukan lemah karena pernyataan dokter ‘TUAN MAMAD LUMPUH’.

“ada, tapi kita harus mencari donor yang cocok”. Jawab dokter. “donor? Apenye yang diDonor ni dokter?”. Pertanyaanku seakan membuat diriku sendiri menjadi pusing karena penjelasan ilmiah dokter yang tidak aku pahami. “iya, diDonor. Sumsum tulang belakangg anda harus diganti, itupun harus dengan pendonor yang cocok, dan proses penyebuhan tidaklah sebentar waktunya”. Aku tertegun, gugup, kecamuk, takut, semua galau menyatu dibenakku. Abah dan Emak telah berada disampingku, mereka menagisiku, bahkan Abah yang selama ini tegar dalam mengarung bahtera pahit manisnya hidu pun tampak berlinang.

***

Dari sudut jendela rumah, kulihat Siti lari tergopoh dengan membawa bungkusan plastik hitam, “assalamualaikum...assalamualaikum...”. “wa’alaikumsalam Siti, silelah masuk”. “eh..abang tau dari mane yang datang ni Siti?”. Wajahnya tampak memancarkan rona dengan sambutan salamku, begitu tulusnya dia menyayangiku bahkan hingga sekarang hanya kursi roda sebagai pelengkap hidupku, tidak nampak sedikitpun kasih sayang Siti kepadaku berkurang, bahkan lebih.“abang taulah yang datang ni Siti, kan sekilas ikan di air sudah tau jantan betinenye”. Jawabku seakan menutup kebimbangan akan kurangnya kasih sayang dari Siti atas kekuranganku.

“alah abang ni, masih aje macam dulu dengan selorohnye”.

“tak lah siti...tadi abang tengok Siti dari jendele ni, hehehe”. “ade hajat besar nampaknye ni, lari tergopoh-gopoh dah macam dikejar polong”.

“ini ha..Siti nak tunjukkan dengan Mak baju nari pesanan sanggar semenanjung yang Siti jahit ni bang”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun