Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Novelet] Magnolia

26 April 2019   12:36 Diperbarui: 26 April 2019   12:37 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

        Part 10 

Prev, Part 9

Nafas Magnolia mulai tak beraturan, ia juga merasakan tangannya sendiri gemetar saat menyentuh daun pintu, mendorongnya pelan hingga ia bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam ruangan itu. 

Derit pintu yang cukup pelan itu tetap terdengar oleh dua orang yang berada di dalam ruangan. Mereka menoleh ke arah wanita yang berdiri di ambang pintu. Yang menatap mereka dengan kilatan amarah, kecewa, dan rasa tak percaya.

Nikho bangkit dari ranjang, berjalan menghampirinya tanpa ekspresi rasa bersalah. Sementara wanita cantik itu membenahi tali gaun merahnya.

Kilatan mata Magnolia menuntut banyak penjelasan. Dan Nikho membalas dengan ekspresi datar. Seolah tak pernah terjadi sesuatu.

"Ap-apa arti semua ini?" tanya Magnolia dengan bibir bergetar.

Nikho menjinjing alisnya, ia melirik ke belakang punggungnya sejenak lalu menatap Magnolia dengan angkuh. 

"Siapa wanita itu?"

"Tak penting kau tahu kan, dan ada hal pentingkah hingga kau menyambangiku?"

Magnolia terperangah dengan tanggapan pria itu.

"Kenapa kau bicara seolah aku orang asing?"

Nikho mengernyit, ia berjalan maju hingga Magnolia harus mundur. Nikho melewatinya, menghampiri pagar besi. 

"Memangnya kau merasa sebagai orang penting bagiku? Magnolia," Nikho membalikan badan, menyenderkannya di pagar besi. "Kurasa kau cukup tahu siapa aku, tak ada yang lebih penting bagiku selain duniaku,"

"Tidak," sahut Magnolia menggeleng pelan. "Lalu, apa semua yang kita lewati itu?" matanya mulai memerah. 

"Kesenangan,"

"Apa?!" 

Nikho memasang senyum congkak, "Kau harap apa? Cinta!" Nikho kini memasang wajah tegas. "Cinta tak pernah ada dalam kamusku, dan kau-bagiku sama saja. Hanya penghiburku,"

Ucapan Nikho membuat bulir bening mengalir dari bola mata yang indah itu, 

"Itu tidak benar, kau mencintaiku. Meskipun kau tak pernah mengatakannya tapi aku tahu,-aku tahu kau mencintaiku," tangisnya.

Nikho mengeluarkan tawa kecil, "Jangan seperti anak kecil yang memimpikan pangeran dari negeri dongeng. Karena itu hanya ada dalam dongeng, dan kita... kita hidup di dunia nyata. Kau pikir aku akan jatuh cinta padamu, pada seorang penyanyi malam sepertimu! Itu terlalu naif Magnolia,"

Magnolia menatap Nikho, masih dengan tatapan yang sama. Yang mengharap pembicaraan ini hanya omong kosong. 

"Ayolah Magnolia, jangan menatapku seperti itu," kata Nikho menghampirinya, "Kau tahu, kau sangat sulit untuk kumiliki. Itu sebabnya aku harus berusaha kan, tapi jangan terlalu naif menganggap bahwa itu semua adalah cinta, cinta itu tidak ada."

"Apa!"

"Tapi..., kalau kau mencintaiku juga tak apa-apa. Asal, kau siap untuk berbagi," kata Nikho melirik ke arah kamar sejenak. Dan Magnolia mengerti itu. Nikho menyentuh dagu Magnolia, "Lagipula, sebenarnya aku juga belum merasa bosan denganmu," lanjut Nikho menariknya untuk menggapai bibir indah itu. Tapi Magnolia dengan cepat mendorong dan melayangkan sebuah tamparan ke wajahnya. 

Waktu seakan berhenti untuk beberapa saat. 

Magnolia menatap Nikho dengan kilatan yang bercampur. Ibunya sudah sangat menyukai pria di hadapannya itu, ia juga sudah sangat mempercayainya, bahwa ia akan menemukan kebahagiaan meskipun itu di ambang maut sekalipun. Ia sudah mengubur rasa takutnya untuk mencintai pria itu, ia sudah bertekad untuk bertahan, karena mencintai seorang ketua mafia itu tidak mudah. Tapi apa yang ia hadapi saat ini, meski hati kecilnya tak mau membenarkan. Nikho pernah berkata bahwa ia tak pernah membawa siapa pun masuk ke dalam kamarnya kecuali dirinya, tapi hari ini ia melihat ada wanita lain di sana. Dan mungkin bukan hanya wanita itu saja, tapi semua wanita yang pernah bersama Nikho. 

"Kau benar, aku yang terlalu naif," ucap Magnolia dengan bibir bergetar, "Aku yang terlalu bodoh, harusnya aku tahu..., kau..." Magnolia memutus kalimatnya, entah kenapa rasanya lidahnya tak sanggup untuk mencela pria di hadapannya. Ia malah terisak, dan isakannya terdengar pedih. Tapi ia mencoba mengatur nafas untuk bisa berucap,

"Kau...."

Tapi tetap saja, ia justru tak tahu apa yang akan ia ucapkan. Akhirnya ia memilih untuk menamparnya sekali lagi, dan memukuli tubuhnya dengan kekuatannya yang tak seberapa. Lalu berlari meninggalkan tempat itu. 

Nikho bergeming. Suara langkah kaki Magnolia menggema, dan perlahan memudar oleh jarak. Tapi isak perihnya masih bisa Nikho rasakan. Ia mengepalkan tinjunya dengan seluruh kekuatan yang ia miliki.

Yvette muncul di ambang pintu, hari ini ia telah membantu seseorang untuk meghancurkan hati seorang wanita. Tapi ia tahu hati siapa yang sebenarnya paling hancur. "Ini hal terbodoh yang pernah kaulakukan, Nik!" 

Nikho menatapnya lalu membalikan tubuh ke arah Magnolia pergi. Dan sebuah airmata jatuh meluncur melewati pipinya. 

* * *

Rinai hujan jatuh perlahan, menghanyutkan tiap tetes airmata yang Magnolia tinggalkan sepanjang jalan. Ia masih berlari, berharap ia dirinya sendiri jatuh dan tak sadarkan diri. Hingga saat dirinya membuka mata, itu semua hanya mimpi. Tapi ia tetap berlari hingga kakinya mulai lelah, membuatnya harus berhenti. Berdiri di tengah hujan yang mulai melebat. 

Bayangan-bayangan Nikho mulai menari di benaknya. Dari saat ia masih mengabaikan pria itu, hingga ia mulai merindukannya. Dan mereka mulai merajut saat-saat manis bersama. Tapi kenapa Nikho tega lakukan ini? Benarkah dirinya hanya sebatas penghibur saja? Jika iya, kenapa Nikho harus berjuang keras hingga dirinya dan pria itu memiliki banyak cerita, banyak kenangan. Untuk apa semua itu jika akhirnya harus seperti ini? 

Magnolia menyeka wajah basahnya, lalu menyikap tubuhnya sendiri dengan rasa jijik. Lalu mengeluarkan lengkingan keras yang menyayat hati, bersama gelegar petir yang menyahuti. 

-----o0o-----

  || baca juga, Part 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun