Mata Nikho masih terfokus pada sosok di atas stage, menikmati setiap nada yang melantun indah. Tapi terlihat jelas, bukan lagu yang dinyanyikan oleh wanita itu yang menghipnotisnya. Melainkan, sang pelantun lagu. Matanya bahkan tidak berkedip menyaksikan keindahan makhluk di depannya! Dan ini, yang pertama kalinya terjadi.
Selama ini Nikho tak pernah peduli terhadap wanita, jika dia membutuhkan mereka untuk sekedar hiburan atau penghangat malam, dia bisa mendapatkannya dengan mudah.Â
"Nik, kau sungguh jatuh cinta padanya?" tanyaku menatapnya tajam.
Tanpa menoleh dia menjawab. "Jatuh cinta, kau jangan gila. Aku hanya penasaran saja, dia terlalu jual mahal!" sahutnya tegas.
"Terkadang jual mahal itu perlu, apalagi di kota besar seperti ini."
Nikho melirikku sejenak. "Dia tidak akan bertahan lama."
"Kau tidak akan gegabah kan? Wanita itu berbeda itu dari yang lainnya!" aku tahu seperti apa Nikho. Dia tidak suka dengan penolakan, tapi sejauh ini dia sudah menerima penolakan berulang kali dari wanita itu. Yang aku mulai tidak mengerti, Nikho tetap berusaha mendekatinya. Dsn satu hal yang aku takutkan, dia hanya akan membalas rasa sakit dari penolakan itu dengan cara yang kejam.
"Kau pikir apa?" dia kini mengalihkan pandangan ke arahku. "Jangan berpikir terlalu jauh, aku hanya ingin membuat dia tahu, tidak ada yang bisa menolakku."
"Aku hanya ...."
"Apa kau menyukainya?" potong Nikho menajamkan sorot matanya.
Aku melirik wanita itu yang masih melantunkan sebuah lagu, lalu kembali kubalas tatapan Nikho. "Kau tahu di mana hatiku berada."