[caption caption="Sakura, shutterstock.com"][/caption]Sebelumnya, Wild Sakura #Part 25-1 ; Sebuah Kesepakatan
Â
"Jadi seperti itu, tapi aku nggak habis pikir kenapa kamu tetap menerima penawaran Ryan. Ini gila, Sonia!"
Sonia membalas tatapan Erik yang duduk berhadapan dengannya tersekat ruang setengah meter, bersila di lantai yang dingin. Ia tahu Erik akan berkata seperti itu, tapi ia butuh ini.
"Aku sudah bisa menebak siapa yang membuat kamu menghilang, ternyata tebakkanku memang benar. Rocky itu sudah bertunangan, Sonia."
"Tapi aku mencintainya, Rik!" aku Sonia.
Erik melebarkan mata seraya membuka mulut untuk protes, tapi hal itu ia pendam kembali karena ia akan merasa munafik jika melarang Sonia mencintai Rocky ataupun Dimas. Kenyataannya, dirinya juga tak mampu menampik perasaannya terhadap Aline. Yang bahkan masih belia.
Sonia menundukan kepala, "sejak awal aku sudah membangun benteng di hatiku, kupikir benteng itu cukup kuat. Tapi ternyata...," suaranya mulai terdengar serak, "aku nggak pernah menginginkan ini, Rik. Aku bahkan benci mengetahui bahwa aku jatuh cinta sama mereka. Aku nggak tahu aku harus berbuat apa!" tangisnya. Pundaknya mulai berguncang.
"Mereka," desis Erik, "maksud kamu Dimas sama Rocky. Kamu, kamu mencintai mereka berdua?"
"Aku tahu ini tidak benar, Rik. Bagaimana bisa aku mencintai dua orang sekaligus?" sahutnya kembali menatap Erik, "tapi nggak bisa mengingkari hal itu, meski aku tahu..., Rocky sudah bertunangan. Dan Dimas..., Dimas," ia terdiam. Mengingat seperti apa Remon Mahendra, "Dimas, memiliki seorang Papa yang kurasa..., Gila!"
Erik mengernyit, "Gila?" herannya.
Sonia menyeka airmatanya, "kurasa Remon Mahendra tidak pantas menjadi Papanya Dimas, mereka dua pribadi yang sangat bertolak belakang."
Erik bisa merasakan sebuah aura rasa benci dari nada Sonia menyebut nama Remon Mahendra. Tapi itu tidak membuatnya heran, mengingat siapa Remon Mahendra. Seorang predator gadis muda. Â
"Sepertinya kamu pernah bertemu dengannya!" terka Erik. Sonia hanya menjawab dengan kerlingan yang mudah dibaca oleh Erik. Ia merasa tak perlu menceritakan apa yang pernah pria itu lakukan di kamar kost-nya.
"Tapi kamu nggak mungkin pacaran sama mereka berdua kan, Sonia?"
"Aku sudah memutuskan sesuatu," sahutnya tegas. Erik kembali mengernyit, sorot matanya melemparkan pertanyaan.
* * *
"Gila kamu, Di. Lagi ijin masuk malah kesini!" seru Ian. Mereka sedang berada di warung bakso tak jauh dari sekolah, Dimas meremas kaleng softdrink di tangannya seolah benda itu adalah leher Ryan. Ia masih ingat kilatan mengejek di mata Ryan saat Sonia hanya diam saja untuk membenarkan statusnya dengan Ryan.
"Aku nggak yakin Sonia beneran pacaran sama Ryan. Kalaupun iya, aku yakin dia punya alasan. Karena aku tahu seperti apa perasaan Sonia ke kamu, Di!" tukas Bayu. Dimas menoleh sahabatnya,
"Maksud kamu?"
"Cara Sonia menatap kamu, aku yakin kamu juga sadar itu. Jika Sonia meminta kalian hanya berteman saja, dia memiliki alasan untuk itu. Cinta itu nggak harus memiliki secara nyata, kalau kamu memang beneran cinta sama Sonia, kamu akan rela melakukan apapun asal bisa membuat dia aman dan bahagia, meski taruhannya, adalah hidupmu!"
Dimas diam tertegun. Ia tahu Bayu memang yang paling bisa memberi nasehat.
"Aku yakin menghilangnya Sonia bukan karena Ryan, meski Ryan itu brengsek, tapi dia nggak mungkin nyakitin cewe sampai babak belur begitu. Mungkin sebaiknya kamu kembali ke kost, Ryan pasti udah pergi. Kamu tanya baik-baik sama Sonia apa yang sebenarnya terjadi, atau seenggaknya, tanya sama Erik!" saran Bayu,
Dimas seolah terperanjat, kenapa ia tak berfikir sampai kesana. Sonia pasti akan bercerita pada Erik apa yang sebenarnya terjadi. Iapun segera bangkit dan melangkah menuju motornya tanpa mengucap apapun,
"Eh Di," seru Bayu yang tak mendapatkan tanggapan, "ini bocah!" kesalnya.
"Nggak nyangka, dulu aku pikir Dimas nggak bakalan jatuh cinta selamanya," celetuknya sambil mengunyah bulatan baksonya, "apalagi sikap dia yang selalu sinis sama cewe, aku kuatir dia bakal jadi brengsek kaya' Om Remon nantinya. Tapi untungnya...," ia mengelus dada.
"Buah itu nggak selalu jatuh di deket pohonnya, ada angin yang akan menggiringnya jauh, bahkan arus yang menyeretnya. Buktinya kamu, Ayahmu kalemnya minta ampun, sedangkan kamu!" ledek Bayu,
"Aku apa?"
Â
Edwan langsung mendatangi Sonia ketika Erik memberitahukan bahwa Sonia sudah kembali saat dirinya menelpon untuk bertanya. Ia memeluk gadis itu erat seolah takut kehilangan lagi. Sonia diam meresapi pelukan pria itu, entah kenapa ia merasa sangat nyaman berada dalam dekapannya!
Seolah ia merasa menemukan sosok seorang Ayah dalam diri Edwan. Tapi lain bagi Edwan, ia memeluk Sonia bukan sebagai seorang Ayah kepada putrinya, lebih sebagai seorang pria kepada gadis yang dicintainya. Getaran yang telah lama tak pernah ia rasakan lagi, kini kembali menyerang dadanya. Dan ia sadar, jika ia memeluknya lebih lama lagi mungkin ia tak akan sanggup mengendalikan perasaannya. Maka iapun melepaskan gadis itu,
"Aku sangat mengkhawatirkanmu, apa yang terjadi?"
"Cuma kecelakaan kecil kok Om!"
"Kecelakaan?" desisnya ragu, "aku tahu itu bukan kecelakaan, ada yang hendak mencelakaimu kan?"
Sonia tersenyum, "yang penting kan sekarang aku baik-baik saja Om," sahutnya.
"Baik-baik saja bagaimana? Lihat wajahmu," potongnya, "ini sungguh keterlaluan," Edwan melangkah sedikit jauh, ia tahu jika bukan kakaknya yang melakukan itu, ya pasti Danu. Karena Rocky sudah mengakui sendiri bahwa dirinya mencintai Sonia dan membatalkan pertunangannya dengan Nancy.
"Sonia," serunya kembali menatap Sonia, "Mas Hardi tidak akan membiarkan Rocky meninggalkan Nancy, kami semua tahu betapa Nancy mencintai Rocky sejak kecil...,"
"Om nggak perlu kuatir, aku nggak akan merebut Rocky dari Nancy," potongnya.
Edwan menggeleng pelan, "mungkin kamu tidak, tapi Rocky..., aku tahu dia tidak pernah mencintai Nancy. Dan kehadiran kamu, membuatnya semakin yakin untuk meninggalkan Nancy. Masalahnya, baik Danu maupun Mas Hardi tidak akan membiarkan hal itu terjadi, mereka bisa melakukan apapun!"
"Aku nggak takut sama mereka, Om!"
"Ini bukan masalah takut atau tidak, Sonia. Aku kenal betul siapa mereka, ada baiknya jika kamu tidak berurusan dengan mereka!" sarannya.
Sonia terdiam. Apakah Om Edwan memintanya untuk tak berhubungan dengan Rocky?
"Lalu bagaimana dengan Om, bukankah Hardi Subrata itu kakak Om. Jika dia tahu kita dekat, meski hanya sebagai teman, dia juga nggak akan membiarkan kan Om?"
"Tidak Sonia, masalah kita berbeda." potongnya, "Mas Hardi tidak akan mencampuri urusan pribariku. Tidak lagi!" tegasnya. Sonia sedikit melotot, tidak mengerti. Apa maksud perkataan pria itu.
Edwan tahu gadis itu sedang mencoba menelisik pikirannya, ia pun mencoba mengalihkan perhatian, "oya, aku lupa. Reza masih menyisakan tempat untukmu jika kamu masih tertarik bekerja disana!"
"Oh, itu. Tentu aja aku masih mau Om!" sahutnya cepat.
"Ok. Kamu bisa masuk kapan saja katanya. Ehm...," ia memotong kalimatnya sendiri, "bagaimana kalau kita makan diluar, kamu belum makan kan?"
"Tadi pagi sih..., aku...,"
"Sekarang kan sudah siang,"
"Tapi Om, sebenarnya aku sudah ada janji dengan seseorang." tolaknya.
Edwan mengernyit. Bersamaan dengan itu sebuah motor merapat tak jauh dari mereka. Keduanya menoleh dan mengenali siapa pengendara motor itu. Tapi ekspresi Sonia justru terlihat terkejut.
Â
__________o0o__________
Â
Selanjutnya, | Wild Sakura #Prologue
Â
©Y_Airy | Jakarta, 18 November 2016
Â
NB : Yang ingin tahu kelanjutan kisah Liana dan Nicky intip ajah, Reckless #Prologue
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H