Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Kecil Dalam Sekapan Itu...

5 September 2016   14:35 Diperbarui: 5 September 2016   14:41 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak itu berhasil duduk, mengencangkan tangisnya yang hanya berbunyi "hemmm...hemmm...," ku hampiri dia. Mendengar suara langkah kaki anak itu menoleh ke arahku, menatapku. Matanya terlihat melotot karena kaget, mungkin dia takut aku akan menyakitinya!

"Hem...hem...,ehemm....!" anak itu kembali bersuara, masih menatapku. Mungkin dia sedang berteriak agar aku tidak memyakitinya. Kutafsir mungkin usianya 4 tahun, matanya indah. Berkulit putih.

Ku hentikan langkah di depannya, lalu berjongkok. Mengamati wajahnya yang terus menatapku dengan mata memerah dan basah, ku angkat tanganku untuk membuka lakban di mulutnya. Tapi suara Aris menghentikanku, "hei, jangan diotak-atik. Apalagi kau buka tuh lakban. Nanti dia teriak-teriak, bikin pusing!" larangnya. Aku menoleh,

"Kasihan kalau dilakban begini, lagipupa dia pasti juga haus!" ibaku.

"Sebentar lagi juga kita bawa tuh bocah cabut dari sini, kau saja yang tangani. Aku paling tidak tahan dengan anak kecil!" katanya lalu menyingkir. Kembali kutatap wajah gadis itu, dia sesenggukkan. Seolah meminta pertolongan dariku. Aku tidak tega sebenarnya, tapi aku tidak mungkin membebaskannya! Jadi kuangkat saja tubuh anak itu, dia diam. Tidak berontak. Mungkin dia tahu aku tidak berniat jahat padanya, meski aku salah satu dari mereka.

Kubawa anak itu ke dapur sempit yang ada di sisi Aris, Tono dan Heru bermain remi. Ku dudukan dia di atas meja dapur yang berantakan tak karuan, ku pungut sebilah pisau. Anak itu terlihat terkejut dan mulai takut, kuraih wajahnya. Dia meronta, tapi tentu kekuatanku lebih besar dari bocah balita itu. Ku pungut dari dagu hingga pipinya dengan tangan kekarku, ku dekatkan ujung pisau ke mulutnya yang tersekat. Ku robek sedikit di tengah, hanya agar dia bisa bernafas lega dan menyedot air putih yang akan kuberikan padanya. Kulempar pisau itu lalu menyodorimya sebotol air mineral dengan sebuah sedotan. Dia menyedot air itu seolah tidak minum selama beberapa hari. Sungguh membuatku kasihan. Dari tempatnya terlihat tiga orang itu memperhatikan.

"Berguna juga dia rupanya!" seru Heru, aku dengar itu.

Ku biarkan anak itu tetap duduk diatas meja. Aku sendiri menghabiskan sisa minuman anak itu sambil meliriknya, dia tetap menatapku.

Akupun melenyapkan diri ke kamar mandi, samar-samar kudengar suara ketiga orang itu berbicara, tertawa, lalu juga kudengar suara sang bocah yang menggeram-geram. Sakit di kepalaku mulai terasa lagi, dan mereka...

Mereka selalu membuat kepalaku bertambah sakit, aku tergopoh setengah berlari untuk mengetahui gerangan apa yang terjadi. Begitu sampai disana, kutemukan pemandangan yang benar-benar membuat amarahku memuncak hingga ke ubun-ubunku. Kulihat si Aris sedang menahan tubuh bocah itu ke lantai, kaki anak itu meronta-ronta sementara Heru dan Tono hanya menonton sambil tertawa-tawa. Untung bocah itu belum mengetahui apa itu rasa terhina.

"Makanya jangan coba-coba mau kabur, sekarang kau harus dihukum!" seru Aris lalu memindahkan satu tangannya ke paha anak itu,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun